Dekade yang Saya Lewatkan

Dekade yang Saya Lewatkan
info gambar utama

10 Tahun Transformasi Perubahan di Indonesia

cg

by Joaquin Monserrate*

Pada 25 September 2013, genap satu tahun saya kembali bertugas di Surabaya. Di Departemen Luar Negeri AS, tak semua diplomat mendapat kesempatan untuk ditugaskan ke tempat penugasan sebelumnya. Hal itu juga saya alami.

Hampir 10 tahun saya dan  meninggalkan India. Ingin sekali kami bisa kembali ke sana, sebagaimana kami menginginkan kembali ke Vietnam. Tapi kami tidak yakin bisa mendapatkan keberuntungan itu. Termasuk apakah kelak bisa ditugaskan kembali ke Kuba.

Tapi satu tahun lalu, bintang-bintang keberuntungan seolah berkumpul dan mendatangi kami. Saya mendapatkan penempatan diplomatik di Surabaya, Jawa Timur, setelah 10 tahun meninggalkan Indonesia. Sungguh sebuah kesempatan yang langka.

Surabaya sudah menjadi pos diplomati AS sejak 1866. Bagi saya, Surabaya sangat istimewa. Bukan hanya Surabaya menjadi kesan pertama saya akan negeri yang luar biasa ini. Tapi lebih dari itu, Surabaya.

Saat ini, 10 tahun yang lalu, saya dan istri belum pernah menyeberangi Samudera Pasifik, dan bagi kami, waktu itu Indonesia adalah negara yang masih menjadi misteri.

Sembilan bulan sebelum kami bertugas di Surabaya, di Amerika Serikat kami menghabiskan waktu mempelajari bahasa, budaya, dan sejarah Indonesia.

Sahabat-sahabat kami yang berasal dari Indonesia telah memperkenalkan gamelan, kecap manis, batik, dan Pramoedya Ananta Toer, kepada kami. Namun ternyata hal tersebut belum membuat kami  benar-benar siap untuk berada di Indonesia.

Saat berangkat, kami berdua tak pernah punya bayangan tentang seramah apa orang Indonesia, sehijau apa negeri ini. Apalagi yang namanya durian dan petis.

Kami baru tahu betapa ramahnya orang Indonesia saat mereka menyambut kami di rumah-rumah mereka.  Kami juga baru bisa membayangkan hijaunya negeri ini setelah melihat sendiri hamparan sawah. Begitu pula dengan petis dan durian. Kami baru tahu setelah mencium bau wanginya yang khas.

Di malam pertama kami di Asia, yakni di Jalan Opak, saya tidak akan pernah lupa suara tiang lampu yang dipukul-pukul oleh tukang ronda, atau suara tokek, yang waktu itu saya pikir adalah suara burung beo  yang mampir ke halaman belakang rumah.

Hari ini, genap setahun sejak kami kembali ke Surabay, dan kami sering kagum dengan dengan apa yang sudah tercapai 10 tahun terakhir. Satu dekade yang saya terlewatkan.

Saya melihat sekililing saya , dana sangat jelas, bahwa Indonesia harus bangga dengan apa yang sudah dicapai oleh bangsa ini. Indonesia telah berhasil melewati masa transisi yang sulit menuju demokrasi dan keluar dengan selamat.

Ini bukanlah pencapaian yang mudah.  Sebuah lompatan besar dalam waktu yang relative singkat, yang akan – atau bahkan mungkin sudah – melewati banyak negara lain.

Kalau kita melihat apa yang terjadi di Timur Tengah saat ini, kita bisa merasakan betapa Indonesia telah sukses bertransisi.  Saat ini Indonesia adalah suatu negara yang berkomitmen kuat terhadap pelaksanaan demokrasi yang partisipatif, menjamin kebebasan berpendapat, menjamin kebebasan informasi, dan kebebasan berkumpul, didukung oleh masyarakat sipil dan pengawasan media yang berkembang.

Di seluruh negeri, pilkada berlangsung hampir setiap minggu. Sepuluh tahun yang lalu tidak seorang pun menyangka bahwa pemilihan umum yang damai dan teratur saat ini adalah suatu yang yang umum.

Pada sepuluh tahun terakhir, Indonesia dan Amerika Serikat sudah menjadi patner. Kedua negara mempunyai banyak cita-cita dan kepentingan yang sama, dimana pada tahun 2010, Presiden Obama dan Presiden Yudhoyono menandatangani kerjasama Kemitraan Komprehensif, sebuah komitmen jangka panjang untuk memperluas dan meningkatkan hubungan bilateral antara negara demokrasi terbesar kedua dan ketiga di dunia. Prakarsa Kemitraan Komprehensif ini meliputi kerjasama di bidang pendidikan, perubahan iklim, Peace Corps, kesehatan, kerjasama ilmu pengetahuan dan teknologi, kerjasama keamanan, dan penandatanganan beberapa kerjasama lain, misalnya Millenium Challege Corporation Compact .

Kemiskinan di Indonesia juga menurun selama 10 tahun terakhir, dan kesejahteraan semakin jauh menjangkau pelosok-pelosok. Tanda-tandanya ada dimana-mana. Anak-anak anda semakin tinggi dan besar.  Mereka mendapat asupan gizi yang lebih baik, makan lebih banyak daging dibanding orang tua mereka dulu, dan kini berjalan lebih jarang. Ada lebih dari 30 penerbangan tiap hari hanya untuk rute Jakarta dan Surabaya saja, itu pun belum mampu memenuhi semua pembelian tiket pesawat . Kemacetan kini makin dirasakan di Malang dan Makassar.

Saya melihat di sekeliling rumah saya dan bertanya:  Pada kemana para tukang becak? Padahal restauran Pizza terlalu dekat untuk naik mobil dari rumah saya, namun terlalu jauh untuk jalan, sebuah kondisi sempurna untuk menggunakan jasa becak . Tetapi saya tidak menemukannya lagi. Sekarang semakin banyak orang memiliki kendaraan sendiri dan sedikit sekali yang memerlukan becak. Semakin sedikit sepeda dan juga kaki lima. Tak banyak lagi saya mendengar suara tokek in kota waktu malam hari dan penjaga malam tidak lagi memukul-mukul tiang lampu di lingkungan rumah saya..

(bersambung ke bagian II)

*Konsul Jenderal AS di Surabaya

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini