Pria Solo di balik suksesnya penerbangan perdana pesawat N-250

Pria Solo di balik suksesnya penerbangan perdana pesawat N-250
info gambar utama
Banyak orang mulanya berfikir bahwa pesawat N-250 kebanggan bangsa Indonesia yang di tahun 1995 lalu sempat mengudara untuk pertama kali, sepenuhnya adalah peran dari B.J. Habibie. Padahal masih banyak tim anak-anak bangsa lain yang juga berada dibelakangnya. Tanpa mengurangi rasa hormat pada Presiden ke 3 Republik Indonesia tersebut, ada baiknya bila menyimak cerita anak bangsa lain dibalik karya fenomenal yang rencananya akan kembali "dihidupkan" pada tahun 2018 nanti. Adalah Said Djauharsjah Jenie, seorang tokoh yang memiliki komitmen terhadap sains dan teknologi yang tinggi. Dia adalah anak bangsa berprestasi yang sempat terlibat dalam perancangan dan pengembangan pesawat CN-235 yang kemudian sangat laris dipasaran. n250 Pria yang sempat menjadi guru besar bidang teknologi penerbangan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Jasanya untuk kedirgantaraan Indonesia memang patut dikenang. Namun karyanya yang paling menonjol adalah N-250, pesawat 100% buatan Indonesia, yang pertama di dunia kelas two-engine, fly by wire (terkomputerisasi) dengan 50 penumpang. Said bersama tim memproduksi pesawat yang dimulai oleh B.J Habibie ini dari proses desain hingga terbang, hanya saja pesawat ini akhirnya tidak jadi diproduksi masal karena saat itu perekonomian Indonesia sedang mengalami krisis keuangan, meski sempat terbang perdana pada 10 August 1995. Kisah pria kelahiran Solo 22 Agustus 1950 yang tertarik dengan bidang keilmuan ini mungkin sudah terjadi sejak kecil, yang kabarnya berawal dari nasihat sang ibu. Dikisahkan bahwa sang ibu lebih mendorong anak- anaknya sejak dini mencintai ilmu daripada mencari uang. Hal tersebut kemudian tampak ketika Said menolak tawaran Malaysia terkait sebuah proyek penerbangan di tahun 2002 dan 2003. Said mengawali karirnya sebagai staf pengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) sejak 1974, hingga akhirnya menjadi Kepala Lab Ilmu-ilmu Fisika Terbang Jurusan Teknik Mesin ITB, dan menjadi Ketua Jurusan Teknik Penerbangan hingga Guru Besar ITB sampai akhir hayatnya. Alumni ITB Jurusan Teknik Penerbangan sejak 1973 itu meneruskan kuliahnya ke perguruan tinggi bergengsi di MIT Jurusan Aeronautics and Astronautics yang mendapat gelar master pada 1978, dan kembali meneruskan studi di tempat yang sama di jurusan astrodynamics hingga lulus pada 1982 bergelar doktor. Selama kuliahnya di AS, Said juga sempat menjadi asisten dosen dan menjadi asisten penelitian di universitas ternama itu, bahkan bersama MIT sempat bekerjasama dengan Badan Antariksa AS (NASA). Said Jenie Karir Said di luar dosen juga mengagumkan, dari mulai menjadi Kepala Program Uji Terbang Pengembangan dan Sertifikasi CN-235 di IPTN pada 1982 sampai menjadi Direktur Teknologi di IPTN pada 1999, juga menjadi Staf Ahli Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI AU) sejak 1989, dan Instruktur Guidance and Control Program Roket Kendali di Pusat Teknologi Dirgantara Lembaga Antariksa Nasional (Lapan) sejak 1987. Di BPPT, ia mengawali karir menjadi Kepala Tim Pengembangan Laboratorium Mekanika Terbang pada 1987 sampai menjadi pejabat tertinggi di badan tersebut sampai dengan tutup usia. Said juga menjadi anggota dari berbagai organisasi nasional dan internasional, seperti Himpunan Astronomi Indonesia (HAI), hingga Institut Aeronotika Astronautika Indonesia (IAAI). Selain itu, ia juga tercatat menjadi anggota Society of Flight Test Engineers (SFTE), American Institute of Aeronautics and Astronautics (AIAA), Planetary Society, dan Institute for Electrical and Electronics Engineer (IEEE) yang semuanya di AS. Berbagai aktivitasnya itu membuat Said menerima berbagai tanda kehormatan, antara lain Adhi Cipta Rekayasa oleh Persatuan Insinyur Indonesia pada 1994, ASEAN Engineering Award pada 1994. Termasuk penghargaan Bintang Jasa Nararia yang Ia dapatkan bersama saudara kembarnya yang seorang ilmuwan, Umar Anggara Jenie, dari Pemerintah RI pada Agustus 1995 hingga bintang jasa Utama dari presiden pada 2007. Bidang yang digeluti Said Jenie memang tidak hanya mencakup wahana transportasi. Ia juga banyak mengeksplorasi teknologi-teknologi baru awal abad 21 seperti nano, bioteknologi, dan TIK. Ini tentu berbeda dengan tren yang muncul di beberapa dekade terakhir abad silam, di mana bidang keinsinyuran favorit hanyalah seputar mesin, sipil, dan elektro. Kebanggannya terhadap Indonesia membuat Said lebih suka berada di tanah air untuk mengembangkan banyak teknologi transportasi, seperti kapal bersayap Wings in Surface Effect, wahana benam (cikal bakal kapal selam) dan pesawat udara nirawak (Puna). Dirinya percaya bahwa Indonesia bisa menjadi negara yang maju dan mandiri bila memiliki tekad usaha yang kuat. Said Jenie Beberapa tokoh menganggap Said sebagai sosok yang lebih dari sekedar seorang insinyur, sebab dirinya juga mampu melakukan pekerjaan yang tidak biasa dilakukan oleh rekan seprofesinya seperti manajemen birokrasi, di samping tetap mengerjakan rekayasa-rekayasa teknik, dan mengajar. Lembar karya Said Djauharjah Jenie terhenti pada 11 Juli 2008 karena penyakit jantung yang dideritanya. Dirinya kemudian dimakamkan di Pemakaman Keluarga Sewu, Bantul, Yogyakarta. "Jangan pernah mengaku insinyur jika tidak punya kemampuan dan pengalaman merancang karya teknologi." (Said Djauharsjah Jenie 1950-2008) (dari berbagai sumber)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini