Efek Menyakitkan dari Eropa

Efek Menyakitkan dari Eropa
info gambar utama

Hari hari ini seluruh lapisan masyarakat di Eropa dari rakyat kecil, pegawai sampai para analis perekonomian sedang membicarakan kondisi ekonomi termasuk industri perbankan di beberapa negara anggota Eropa. Mereka khawatir akan dampak efek domino resesi ekonomi yang akan menyapu seluruh benua Eropa. Beberapa bulan yang lalu dan sampai hari ini orang menyaksikan demonstrasi besar-besaran di Yunani, Portugis, Italy, Inggris, Irlandia dan Perancis menentang kebijaksanaan pemerintah dalam menangani perekonomian, sampai-sampai – seperti yang pernah terjadi di Indonesia – meminta bantuan IMF. Sebelumnya negara Yunani mengumumkan kebijaksanaan pengetatan ikat pinggang perekonomian mereka. Yunani menerima paket talangan atau bail out sebesar USD 159 millyar; dan rakyatnyapun turun kejalan menentang kebijakan itu. Para analis melihat bahwa apabila Yunani gagal mengelola perekonomiannya kedepan, maka efek dominonya akan merembet kenegara-negara lain seperti Portugis, Spanyol dan Itali.

Itali sebagai salah satu negara Zona Eropa yang memiliki ekonomi besar, mulai ada gejala terseret arus kemunduran ekonominya. Beberapa hari yang lalu parlemennya menyetujui paket pengetatan ikat pinggang ekonominya sebesar USD 99 milyar. Kebijakan pengetatan ini ditentang rakyat karena berarti pajak-pajak akan naik, dan pengetatan pengeluaran pemerintah – yang pada akhirnya akan menambah jumlah pengangguran. Beberapa negara anggota rakyatnya juga memprotes kebijakan negaranya masing-masing yang berupaya membantu dana talangan kepada negara-negara yang terpuruk keuangan seperti Yunani tadi, dengan alasan kepentingan nasional harus didahulukan. Sebalikan para petinggi Eropa berfikir bahwa tanpa dana talangan itu, maka efek domino negative kemunduran ekonomi suatu negara anggota akan bedampak pada semua negara dan ini akan berdampak keseluruh dunia.

Stress Test

Dalam rangka mengantisipasi skenario terburuk, maka otoritas perbankan Eropa atau Eroupean Banking Authority melakukan “Stress Test” terhadap 90 bank-bank di benua Eropa. Stress test ini dilakukan untuk apakah sector perbankan masih memiliki kekuatan financial selama beberapa tahun kedepan dalam menghadapi situasi perkenomian yang terus mundur, apakah bank-bank itu akan merugi dan terus membayar kewajiban hutang-hutangnya bila perekonomian bertambah buruk. Jadi sebenarnya “Bank Stress Test” itu adalah “forward – looking economic assessment” yang menguji ketahanan bank terhadap skenario menurunnya perekonomian dilihat dari beberapa variable makro ekonomi misalnya GDP, harga yang berlaku dan tingkat pengangguran. Test ini dilakukan oleh tim dari European Banking Authority (EBA) dengan beberapa tenaga ahli dari lembaga pengawasan perbankan, Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB)dan Badan Resiko Sistemik Eropa atau European Systemic Risk Board (ESRB). Test ini mensyaratkan bank-bank di Eropa memiliki Ratio Modalnya 8.9%. Hasilnya telah diumumkan bahwa ada 8 bank yang memiliki ratio permodalannya dibawah angka batas 5%, dan ada 16 bank lainnya yang memiliki rasio permodalannya antara 5% - 6%.

Kekhawatiran efek domino

Seperti diketahui bank-bank di Eropa dikenal memiliki asset di neraca nya yang tergolong dijamin aman yaitu: “the sovereign debt of European countries” atau hutang negara –negara Eropa (kalau di Indonesia ORI atau SUN). Namun sekarang hal itu tidak terjadi lagi karena bank-bank tersebut melemah ketika negara-negara yang memiliki sovereign debt tadi terus berhutang untuk melunasi defisit neracanya. Hasil dari stress test tadi juga menunjukkan betapa besarnya ketergantungan bank-bank di Eropa pada obligasi pemerintah Yunani, Portugal, Spanyol dan Itali yang nilainya terus merosot tajam. Misalnya Barclays bank di Inggris memiliki banyak exposure obligasi pemerintah Spanyol yang perekonomiannya sedang sakit.

Unicredit bank di Italy juga memiliki banyak obligasi pemerintah Italy yang juga mulai terkena dampak krisis. Dengan semakin menurunnya nilai obligasi pemerintah itu, banyak kalangan mendesak pemerintahnya masing-masing membenahi system perbankan. Efek berikutnya adalah saat ini bank-bank, para investor di negara-negara lain seperti AS dan Jepang mulai menyelidiki seberapa jauh keterkaitan ekonominya pada Eropa yang mulai menurun; atau menyelediki loan exposure bank-bank yang kini banyak ditenggarai memberikan kredit pada sector-sektor yang macet seperti properti. Kekhawatiran akan efek domino bertambah ketika beberapa lembaga rating memberi rating rendah atas saham dan obligasi negara-negara Eropa. Misalkan Moody memberi penilaian saham dan obligasi Yunani dan Portugal sebagai “junk share” atau saham sampah. Pusat-pusat saham di Tokyo, New York dan beberapa negara maju lainnya mulai ribut karena situasi yang mencemaskan di Eropa ini.

Pelajaran bagi kita

Eropa sepertinya jauh dari Indonesia, dan banyak kalangan mengatakan toh Indonesia sudah siap dan berpengalaman menghadapi krisis sejak tahun 1997 lalu. Tapi apapun alasan kita sebaiknya para pemegang kendali negeri ini juga harus “on alert” atau waspada terhadap efek dunia krisis di Eropa ini dengan cara memberikan analisa dan informasi yang terbaru tentang perkembangan di Eropa kepada publik terutama pada para pelaku usaha, maupun pihak perbankan.

Ditulis untuk Good News From Indonesia oleh A. Cholis Hamzah

*) A. Cholis Hamzah, lulusan University of London, dosen STIE Perbanas dan Wakil Ketua Ikatan Alumni FE Universitas Airlangga.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini