Saya Memilih Optimis

Saya Memilih Optimis
info gambar utama
Saya dibuat terperangah oleh sebuah acara dialog di televisi kemaren malam. Entah darimana produser acara mendapatkan para pembicara dalam dialog tersebut, mereka yang begitu negatif dan pesimis memandang masa depan Indonesia. Sampai pada sebuah titik, dimana dia mengatakan bahwa negeri ini sudah kehilangan harapan. Tak terasa, mata saya basah, karena gelisah kenapa acara yang ditontonkan jutaan orang justru penuh berisi pesimisme dan negativisme memandang negeri ini. Bayangkan berapa banyak orang yang akan tertular virus negatifisme dan pesimisme. Bayangkan, negara besar dan dipenuhi para manusia-manusia pemberani ini, selalu diguyur pesimisme. Bayangkan, negeri yang kaya akan sejarah panjang peradaban, dan keindahan alam tiada tara, dinihilkan dengan berita-berita negatif tentangnya. Membayangkan itu semua, sekali lagi mata saya basah. Bagaimana Indonesia akan mengejar ketertinggalan dari bangsa lain bila kita tak terus menjunjung harapan? Bagaimana anak cucu kita nanti akan sejahtera bila kita, nenek moyang mereka, adalah orang-orang yang sudah kehilangan harapan? Para pendiri bangsa ini, memerdekaan Indonesia ditengah segala kesulitan, kesatuan yang masih rapuh, kemiskinan yang absolut, jalan dan jembatan tak cukup panjang dan tak cukup banyak, sekolah dan rumah sakit belum banyak dibangun, tingkat buta huruf yang sangat tinggi, dan semua hambatan lain yang tak terbayangkan bagi kita yang hidup di masa ini. Soekarno, Moh Hatta, dan para pendiri bangsa ini tak pernah hilang harap, bahwa merekalah yang akan bekerja tanpa lelah, mereka yakin mereka lah yang harus menjaga asa, merekalah yang meretas jalan dan membalik segala kesulitan menjadi tantangan. Mereka melakukan semuanya untuk kita, anak cucu mereka. Mereka tentu tak ingin kita, yang hidup di jaman yang jauh lebih baik dari masa mereka,  menjadi orang-orang yang justru kehilangan harapan ditengah berbagai kesempatan. Para pendiri bangsa ini, para pendahulu kita, bukanlah orang-orang yang mudah putus asa. Lalu apa alasan kita sekarang untuk kehilangan harapan? Saya mengantarkan anak-anak saya sekolah pagi ini, agak lama mata saya mengikuti mereka menjauh dan memasuki kelas-kelas di sekolahnya. Saya selalu menantikan moment mereka melambaikan tangan ke saya. Moment yang membuat saya takkan pernah rela kehilangan harapan, karena anak-anak saya, sepenuhnya bergantung pada terus hidupnya asa dan harapan kita akan masa depan bangsa mereka yang lebih baik dari masa kita sekarang. Dan saya memilih optimis..

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini