Sulawesi Berkalung Besi

Sulawesi Berkalung Besi
info gambar utama

Saya lahir dan besar di lereng Gunung Merapi, di Pakem, daerah  dingin di utara Yogyakarta. Gunung Merapi selalu terlihat ketika pintu depan saya buka. Meski tiap hari melihat gunung, namun ya hanya gunung itu yang saya lihat "menyembul" tinggi dari permukaan tanah. Permukaan yang lain terlihat datar-datar saja, hanya gunung-gunung berapi lain yang jauh yang terlihat oleh saya. Maka ketika pertama kali saya berkeliling Sulawesi pada 2007, saya begitu menikmati pengalaman baru di pulau yang menyerupai huruf "K" itu. Dari Ujung selatan sampai utara, dari ujung timur hingga barat, saya melihat pegunungan yang sambung menyambung tak terputus.  Hampir tak ada tanah yang "datar-datar saja", semuanya berkontur..bergunung.

Sulawesi adalah pulau terbesar ke-11 di dunia dan konon adalah pulau dengan landskap paling rough (bergunung-gunung) di dunia. Hampir tak ada satupun tempat di Sulawesi dimana saya tidak melihat adanya pegunungan yang menjulang. Saya tak pernah berhenti bertanya, bagaimana orang-orang Sulawesi jaman dulu bepergian? Bukan kah kuda dan dokar pun takkan mampu naik turun gunung setinggi dan sebanyak itu? Mungkin, kontur landskap ini juga yang membuat Sulawesi kaya sekali akan budaya, dan adat istiadat yang kadang sangat berbeda satu sama lain, bahkan dengan komunitas yang dekat jaraknya. Murni karena mereka tak mudah bepergian untuk melihat dan mengadopsi budaya-budaya lain. Makanya ada orang Gorontalo, Mandar, Minahasa, Palu, Luwu, Bugis, Makassar, Mamasa, Toraja, Banggai, Buton, muna ...dan banyak yg lain-lain. Semuanya memiliki ciri khas dan bahasa yang adat yang sangat luar biasa. Pulau yang luar biasa.

Namun sekali lagi, bepergian dari satu tempat ke tempat lain bukanlah hal mudah. Karena akses yang begitu sulit, infrasturktur jalan pun kurang bagus. Wajar. Membangun jalan di tanah yang tak rata, naik turun gunung, tentu jauh lebih mahal dibanding membangun jalan di tanah yang datar. Pun lebih mudah rusak dan perlu perawatan biaya tinggi. Apalagi, ekonomi Sulawesi makin lama makin maju saja, pertumbuhan ekonomi makin cepat, makin banyak orang yang perlu bepergian untuk keperluan pekerjaan, maupun wisata. Makin banyak kendaraan yang lalu lalang. Sementara sektor transportasi massal belum terbangun.

Meski saya orang Jawa tulen, saya bukan termasuk orang yang mempercayai Jongko Joyoboyo, atau Ramalan Jayabaya, yakni rangkaian ramalan-ramalan yang dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kerajaan Kediri, yang memerintah di awal-awal abad di 12 di tanah Jawa bagian timur. Yang paling saya ingat adalah satu ramalannya "Tanah Jawa kalungan wesi --- Pulau Jawa berkalung besi" yang kemudian banyak dimaknai tentang Pulau Jawa yang ditembus rel kereta api dan kereta api. Keduanya dari besi. Ramalan itu baru "terbukti" lebih dari 700 tahun kemudian ketika KA pertama di Indonesia dibangun di Semarang pada 1867 oleh pemerintah kolonial Belanda. Sementara di Sumatera, KA dibangun 20 tahun kemudian.

Dan kabar baik itupun datang juga.

Saya baru membaca di koran kemaren bahwa pembangunan kereta api pertama Sulawesi sudah diresmikan kemaren. Ini akan menjadi jalur kereta api pertama di di luar Jawa dan Sumatera.  Jalur pertama ini akan menghubungkan dua kota penting di Sulawesi Selatan, yakni Makassar dan Pare Pare sepanjang 145,23 kilometer, atau hampir sama dengan jarak Jakarta - Bandung. Sebuah batu loncatan penting bagi sejarah Sulawesi. Semoga menjadi awal bagi terbangunnya transporasi massal yang masif di pulau Sulawesi, menjadi katalisator pembangunan ekonomi yang lebih maju dan tumbuh lebih merata, juga makin terkoneksinya wilayah-wilayah baru dengan lebih cepat, murah dan mudah.

Diharapkan, (yang saya dengar), kota-kota utama di Sulawesi akan terhubung dengan jalur kereta api, dari ujung ke ujung, dari Manado ke Makassar, dari Makassar ke Kendari, melewati Palu, Mamuju, Majene, dan lain-lain. Bayangkan betapa pulau yang permukaannya sangat 'kasar' ini akan terkalungi oleh besi.

Dan ramalan Joyoboyo pun terbukti lagi, hampir 900 tahun kemudian, dan kini di pulau yang lebih sulit dibangun 'kalung besi'. Sulawesi.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini