Harus Bisa Udara, Laut, dan Darat

Harus Bisa Udara, Laut, dan Darat
info gambar utama
Kehadiran pasukan AS dan Russia dalam rangka membantu mencari evakuasi korban dan puing pesawat Air Asia QZ8501 cukup menarik dilihat. Di kancah diplomatik, keduanya sedang saling menjauh, namun di Selat Karimata, mereka mau tak mau harus berada di bawah koordinasi yang sama (Basarnas) dalam bahu membahu mencari keberadaan Air Asia yang hilang kontak minggu lalu. Selain itu, kehadiran alustista kedua negara besar tersebut juga menyita perhatian banyak kalangan, termasuk saya sebagai peminat peralatan tempur. USS Sampson, kapal destroyer ringan milik US Navy, dan helikopter Sikorsky SH-60 Seahawk-nya tampil dominan di media setelah berhasil mengevakuasi 12 korban dari laut ke Lanud Iskandar di Pangkalan Bun. Namun setelah itu, giliran Russia dengan pesawat jet amfibinya yang menyita perhatian publik. Namanya Beriev Be-200 Altair. Mungkin inilah salah satu jenis pesawat yang TNI AU perlu punya di masa mendatang, untuk menjaga kedaulatan negara. 194192 Terkait tugasnya di wilayah lautan, bila selama ini TNI AU baru sebatas melakukan peran intai maritim tanpa dapat melakukan penindakan, maka terkait tren pemberantasan illegal fishing yang sedang dicanangkan pemerintah, TNI AU pun ingin mengambil peran yang lebih strategis. Salah satu wujudnya dengan keinginan dari pihak TNI AU untuk bisa mengoperasikan pesawat amfibi multipurpose buatan Rusia, Beriev Be-200 Altair. Pesawat ini dapat langsung mendarat di laut dan kemudian menerjunkan pasukan untuk melakukan inspeksi ke kapal-kapal yang mencurigakan. Be-200 terbilang sudah battle proven untuk tugas amfibi, pesawat ini pun pernah disewa Indonesia dalam misi pemadaman kebakaran hutan pada tahun 2006. Sebagai pemadam kebakaran, Be-200 dapat membawa 12.000 liter air yang berperan sebagai ‘bom air.’ 12.000 liter air dapat dilepaskan dalam durasi 14 detik. MChS_Beriev_Be-200_waterbomber Sejatinya, pesawat yang resmi diperkenalkan ke publik pada Paris Air Show 1991, dihadirkan dalam beberapa varian. Bila nantinya TNI AU jadi mengakuisisi Be-200, maka besar kemungkinan yang dibeli adalah versi Be-220 Maritime Patrol. Pesawat yang beroperasi secara fly by wire ini memang jago untuk lepas landas di air. Be-200 dapat lepas landas di air dengan jarak ‘pacu’ 2.300 meter. Kedalaman air untuk mendarat dan lepas landas hanya 2,5 meter. Sementara gelombang laut pun tidak jadi masalah, sepanjang tinggi gelombang tidak lebih dari 1,3 meter. Sebaliknya untuk lepas landas di daratan, dibutuhkan landas pacu sepanjang 1.800 meter. Dengan kemampuan multipurpose, selain laris disewa sebagai pemadam kebakaran di hutan, Be-200 juga amat ideal mendukung operasi SAR pesawat bisa membawa 42 penumpang. Sedangkan bila berlaku sebagai ambulance udara, pesawat dapat dimuati 30 tandu pasien. Lepas dari itu, pesawat amfibi bermesin jet 2 × Progress D-436TP turbofan, dapat membawa 72 penumpang. Dari sembilan unit yang telah di produksi, memang belum ada yang diluncurkan dalam varian maritime patrol. Namun Irkut selaku manufaktur pesawat, telah merancang Be-200 dapat mendukung misi AKS (anti kapal selam). Jika Indonesia kelak mengoperasikan varian Be-200, maka Indonesia bakal menjadi pemakai ketiga setelah Rusia dan Azerbaijan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, adalah keharusan untuk mempunyai pesawat patroli berkemampuan amfibi. Di masa lalu pernah mengoperasikan pesawat patroli amfibi PBY-5A Catalina dan dan Grumman Albatros di bawah operasi Skadron 5 TNI AU. Atau PTDI atau LAPAN mau membangun sendiri jet seperti ini? Sumber: Indomiliter

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini