300 milyar melawan Big Bang

300 milyar melawan Big Bang
info gambar utama
By Akhyari Hananto Kalau anda orang Korea, saat ini dipastikan anda sedang menikmati kebanggaan menjadi salah satu elemen bangsa Korea yang sedang naik daun di semua lini. Kalau saat ini anda adalah warga korea dari generasi tua, saya bisa memastikan bahwa 25 tahun lalu anda pasti tidak menyangka bahwa bangsa anda akan menjadi sehebat sekarang ini, yang pencapaian-pencapaian di berbagai bidang mulai “membuat khawatir” sang tetangga yang lebih dulu maju, Jepang. Saat ini meski masih di bawah Jepang dalam hal penjualan, industri otomotif Korea terus menerus merangsek pasar global, Hyundai, KIA, Daewoo bisa ditemukan diberbagai belahan bumi dengan model-model yang manis, serta beberapa hal lebih baik dari model-model mobil Jepang yang terkesan tanpa banyak perubahan sejak beberapa tahun lalu. Belum lagi merk-merk elektroniknya seperti LG dan Samsung, dua merk yang sukses menggerogoti pasar tradisional Sony, Panasonic, maupun Sharp. Belum lagi pamor smartphone Samsung yang masih menjadi nomor satu di dunia! Siapa yang pernah menyangka? Animasi-animasi dari Korea pun telah menemukan ceruk yang kuat dan terus menancapkan pengaruhnya di seluruh dunia. Saya pernah sebentar mampir di Taipei, dan saya temukan banyak toko menjual kartun-kartun Korea seperti Pororo, Pucca, Robocar Poli, dan Larva. Dalam hal film, kini film-film Korea adalah rajanya Asia, (menurut saya) jauh meninggalkan film-film Jepang yang ceritanya selalu rumit dan berbelit-belit, atau film Hongkong yang jalan ceritanya bisa ditebak sejak 2 menit pemutaran. Pun di bidang seperti olah raga, teknologi, pariwisata, pelan-pelan Korea mulai menyamai Jepang. Entah sejak kapan Korea mencapai apa yang mereka capai saat ini, dan jangan salah, sepertinya kemajuan Korea diberbagai bidang masih akan terus berlanjut. Saya pernah membaca majalah lama berbahasa Inggris (mungkin tahun 60-70an) dimana disitu tertulis artikel tentang perjalanan seorang wisatawan ke beberapa kota di Korea (selatan). Disitu disebutkan betapa susahnya mencari kendaraan umum di kota-kota tersebut, betapa sang wisatawan mengatakan bahwa dia mendapatkan gambaran yang menyedihkan tentang kondisi Korsel. Bahkan Seoul (yang kini gemerlap penuh dengan berbagai hal yang dibutuhkan setiap pengunjung) dia tulis sebagai “Sleepy Town”, kota yang tidur.
Kebanggan menjadi Korea

Saya sendiri belum pernah ke Korea, dan belum berniat, sejujurnya saya takut ketika saya menginjakkan kaki di Korea, hati saya menjadi kecut, iri, frustasi, karena dipastikan saya akan membandingkannya dengan negeri saya. Namun saya amat sangat sering bertemu dengan orang Korea, di seminar-seminar, maupun di berbagai kesempatan informal, seperti ketika saya bertemu dengan Ahn di bandara Srilanka, ketika kami sama-sama menunggu penerbangan ke Singapura. Menurut pendapatnya, Korea benar-benar take-off pada awal-awal 2000-an, yakni setelah negara tersebut mampu lepas dengan sukses dari krisis moneter yang melanda Asia tahun 1998 (kita ingat Indonesia adalah negara yang paling ambruk didera krisis tersebut). Berbagai elemen bangsa di Korea, mulai dari pemerintah, pebisnis, buruh, pekerja seni, artis, dan lain-lain menemukan semangat baru yang lebih besar dari sebelumnya, semangat dan motivasi yang membuat mereka yakin mereka bisa mengejar (bahkan melewati) sang maestro di segala bidang di Asia, lagi lagi Jepang.
Pucca, saya kira dulu adalah animasi Jepang

Saya lalu ingat, mantan atasan saya di Jakarta dulu pada 2001 membelalakkan mata saya ketika dengan ‘congkak’-nya dia melintas di parkiran motor dengan mobil gede-nya yang keren, Kia Carnival warna hijau tentara. Dan sepertinya, sejak itulah berbagai hal berbau Korea mulai membanjiri Indonesia, termasuk para ekspatriatnya. Saat ini, orang asing terbesar yang tinggal di Indonesia adalah orang Korea, entah kenapa, tapi menurut saya karena investasi mereka di Indonesia juga besar. Ahn juga menambahkan bahwa kakeknya sering bercerita betapa generasi di atas Ahn (dia kurang lebih seumuran saya) adalah generasi yang sangat mencintai bangsanya, dan kecintaan itu mereka buktikan dengan kerelaannya berkorban apa saja untuk pertiwi, termasuk nyawa. Kita tentu ingat getirnya perang Korea, dan kakek Ahn sering mengeluhkan bahwa ‘kemenangan’ Korsel terhadap Korut adalah karena bantuan negara asing, terutama AS, meskipun tidak salah, tapi kuncinya adalah rasa rela berkorban bangsa Korsel, dan ketidaksudiannya menyerah terhadap berbagai tantangan dan kesulitan. Saya setuju dengan Ahn. Saya tidak berani berhitung kira-kira berapa persen rakyat Indonesia yang ; 1) mencintai bangsanya setulus hati, 2) rela berkorban dan mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongannya, 3) bekerja keras di bidangnya masing-masing, yang bermuara tak hanya untuk kepentingannya sendiri, tapi juga untuk negerinya. Saya yakin, Psy dengan Gangnam Style-nya tidak dibuat dengan serta merta. Psy dan Gangnam Style-nya adalah representasi dari sebuah sistem yang saling berkaitan di Korea, yang bekerja sinergis, berhulu pada kecintaan pada bangsa, dan bermuara pada kepentingan nasionalnya. Saya lumayan iri ketika grup vocal Big Bang (yang secara harfiah berarti Ledakan Besar) mampu menghipnotis negara-negara di Amerika Latin. Saya tak begitu kaget banyak yang tergila-gila pada mereka di Asia, namun ketika ada jutaan orang Amerika Latin juga tergila-gila pada mereka, bahkan rela berkemah 2 malam di tempat konser, tentu adalah hal yang sangat luar biasa. Psy belum lama ini juga membuat heboh Paris ketika ribuan Parisians ber-Gangnam Style bersamanya. Kementrian pariwisita Korea mungkin tak lagi berpikir bagaimana menambah anggaran untuk promosi Korea, karena Psy dan Ledakan Besar (Big Bang) adalah duta-duta wisata tanpa minta bayaran. Kemenparekraf menganggarkan Rp. 300 milyar tahun ini untuk pengembangan dan promosi wisata Indonesia, mungkin imbasnya gak akan sedahsyat Psy dan Big Bang. Tentu kita tak hanya boleh berharap pada Poco-Poco untuk bisa bersaing dengan Gangnam Style, namun perlu gerakan dan perbaikan semua sisi, dan kemudian bersinergi. Mari memulainya dengan menumbuhkan kecintaan kita pada Indonesia, dan...perjalanan masih panjang. Tahun 2015 ini, marilah optimis kita mampu menarik 10 juta wisatawan mancanegara. Amien

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini