Tiga Puluh Tahun Lagi

Tiga Puluh Tahun Lagi
info gambar utama

By Akhyari Hananto

“Apakah pada peringatan 100 tahun kemerdekaan, Indonesia sudah menjadi negeri yang maju, rakyatnya makmur, dan bangsa ini dihormati dan disegani dunia?”. Pertanyaan itu pertama kali saya dengar dari anak seorang kawan yang masih duduk di bangku SD beberapa waktu lalu yang bertemu saat kami berkunjung ke rumahnya. Tentu saya tidak tahu jawabannya, dan tak mungkin ada yang tahu, dan hanya tuhan dan waktu yang bisa menjawab.

Namun setidaknya, kita tahu apa rumus utama untuk membuat Indonesia maju, rakyatnya makmur, dan dihormati serta disegani dunia, dan rumus-rumus itu harus kita kerjakan dari sekarang, yakni “pendidikan”, dan tentu saja "kerja keras". Singapura pada tahun 60-an bukanlah negeri yang kaya raya, juga tak sebersih dan seteratur Singapura yang kita kenal saat ini. Namun kini Singapura masuk dalam 5 negara dengan pendapatan perkapita tertinggi di dunia dengan pencapaian-pencapaian mengagumkan yang lain.  Dan Singapura mencapainya dengan pendidikan yang kuat, disiplin, dan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kita juga tahu, Amerika menjadi negara besar, kuat, dan maju di berbagai bidang, Inggris, Jepang, Korea, Taiwan, Australia juga adalah negara yang makmur dengan ekonomi yang tangguh, dan disegani dunia juga tak lain karena mereka memiliki tradisi dan budaya pendidikan dan penghargaan pada ilmu pengetahuan yang tinggi. Singapura, Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Korea, Taiwan, Australia, dan negara-negara maju yang lain adalah negara-negara yang begitu menjunjung tinggi pendidikan, dan melakukan apa saja untuk memajukan kualitas dunia pendidikan.

Di Singapura, perpustakaan umum menjamur di mana-mana, bahkan di mall, dengan koleksi buku-buku yang lengkap, update, dan menarik, dan yang paling penting, ..gratis. Perpustakaan di New York City adalah perpustakaan paling besar dan konon paling lengkap di dunia. Kampus-kampus di Inggris adalah kumpulan perguruan-perguruan tinggi dengan kualitas terbaik, sistem pengajaran terbaik, pun di Jepang, Korea, dan sekarang China. Pemerintah negara-negara tersebut tidak hanya mengucurkan dana besar untuk pendidikan dari sejak dulu, tapi juga membantu memonitor, dan memfasilitasi peningkatan kualitas pendidikan secara terus menerus dan berkelanjutan, termasuk penerapan teknologi-teknologi paling mutakhir untuk menunjang pendidikan. Dan tentu saja, anggaran yang dikeluarkan sangat besar, termasuk investasi non finansial yang lain.

Tentu agak sulit bagi Indonesia untuk menggelontorkan dana sebesar negara-negara kaya itu untuk dialokasikan di bidang pendidikan, meskipun Indonesia sendiri (harus) mengalokasikan 20% dari APBN. Namun, jumlah tersebut jauh dari cukup untuk “menggenjot secara drastis” kualitas pendidikan di Indonesia, karena APBN Indonesia pun tidak besar-besar amat bila dibandingkan dengan APBN negara-negara maju. Lalu saya sering bertanya-tanya, kalau begini jadinya, yang maju makin maju, yang pas-pasan akan makin tertinggal.

Saya lalu teringat bahwa seorang warga senior AS yang saya temui waktu saya ke New York 3 tahun lalu. Beliau mengatakan bahwa mengharapkan setiap orang menjadi pintar matematika, pintar biologi, pintar bahasa, dan mata pelajaran lain yang dipelajari di sekolah atau kampus, adalah sesuatu yang tidak masuk akal dan tak mungkin tercapai.  Tujuan utama pendidikan, menurut beliau, adalah membuat bangsa dan rakyatnya menjadi berpikiran terbuka, maju, termotivasi untuk terus melangkah ke depan. “And let the power of nature do the rest” kata beliau.

Saya rasa, ketika bergerak menjadi bangsa yang maju dan makmur dulu, tak semua orang Jepang cerdas, pun orang Singapura, pun orang AS, pun orang Korea. Namun saya meyakini bahwa bangsa mereka bisa menjadi maju karena rakyatnya berpikir maju, bekerja keras, tidak mudah mengeluh, dan termotivasi bahwa bangsanya akan menjadi bangsa yang maju, suatu hari nanti. Inilah yang saat ini, menurut pandangan dan pendapat saya pribadi, sedikit demi sedikit mulai hilang di sekitar kita. Belum ada satu platform yang kuat untuk memotivasi seluruh Indonesia, dan membuat rakyatnya berpikir ke depan, dan jangka panjang, entah itu pemimpin yang disegani dan merakyat, atau kebanggaan bersama yang menginspirasi secara massif.

Perlu langkah terpadu dan luas untuk menyuarakan semangat maju kepada seluruh anak bangsa, dan hal paling cepat bisa melakukannya adalah lewat media massa. Media massa yang edukatif, informative, konstruktif, sekaligus menarik akan menjadi kekuatan dahsyat  ‘mencerdaskan’ jutaan pemirsanya, bisa merasuk ke setiap rumah. Media massa yang seperti itu bisa menjadi pelengkap utama yang sangat baik bagi pendidikan-pendidikan formal yang di dapat di sekolah.  Tapi apakah para pemilik media mau melakukannya?

Tiga puluh tahun lagi, tepat pada 17 Agustus 2045, kita akan merayakan 100 tahun kemerdekaan kita.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini