Ada Tulungagung di Balik Batman

Ada Tulungagung di Balik Batman
info gambar utama
by Junanda Herdiawan Indonesia harus bangga. Dan, menjadi orang Indonesia juga harus terus bangga. Pekan lalu saya bertemu langsung dengan mas Ardian Syaf, yang figurnya kerap ditulis oleh beberapa media. Ardian ini memberikan secercah lagi harapan bagi masa depan generasi muda Indonesia. Ia adalah komikus dari Desa Tenggur, Tulungagung, yang karyanya telah menembus industri komik dunia. Saat ini, ia dikontrak eksklusif oleh DC Comics di Amerika Serikat, yang menerbitkan ragam komik superhero seperti Batman, Green Lantern, atau Cat Girl. Ardian datang ke Surabaya untuk tampil di ajang expo “Jatim Kreatif” yang diselenggarakan oleh Perbankan se-Jatim. Expo itu mengangkat aneka kreatifitas yang dimiliki Jawa Timur. Untuk bisa bersaing dengan dunia global dan pasar bebas ke depan, kekayaan alam tak lagi bisa jadi modal. Kreatifitas dan Inovasi adalah kunci. Itulah semangat yang dibawa dari Expo tersebut. Ardian salah satunya. Ia memulai karyanya dari nol, bahkan tak dilirik orang. Lulusan Universitas Negeri Malang Angkatan 1998 ini memang punya cita-cita menjadi komikus sejak kecil. Setelah lulus kuliah, ia mengirimkan karya-karyanya ke beberapa penerbit dan media cetak di Jakarta. Namun jawabannya selalu mengecewakan. Ia ditolak banyak penerbit lokal. Aridan bukan tipe yang mudah menyerah. Meski sedih karena karyanya ditolak, ia malah makin semangat mengirimkan karyanya. Kali ini ia iseng-iseng mengirimkan ke luar negeri. Melalui salah satu situs di internet, ia memasang galeri untuk meawarkan desain komiknya.
Beberapa Komik terbitan DC Comics yg sketsanya dikerjakan Ardian / photo junanti by Samsung NX300 Beberapa Komik terbitan DC Comics yg sketsanya dikerjakan Ardian / photo junanto

Mulailah ia dilirik oleh beberapa penerbit asing. Mulai dari penerbit independen, hingga Marvel dan DC Comics. Saat ini, ia dikontrak ekslusif sebagai pembuat sketsa (penciller) oleh DC Comics dengan bayaran 300 dolar AS per lembar. Dan umumnya, ia bisa mengirim hingga ratusan lembar per bulannya. Bayangkan nilai kontraknya kan. Kreatifitas adalah kunci. Namun kita juga menyadari bahwa industri kreatif di negeri ini belum optimal. Belum ada strategi nasional yang nyata untuk mengembangkan atau mengarahkan “soft skill” anak-anak muda kita. Jepang dan Korea Selatan bisa menjadi contoh bagaimana pemerintah menjadikan “soft power” sebagai penghasil devisa yang besar. Mudah-mudahan ke depan, semangat anak muda seperti Ardian ini tidak luntur. Dan kita akan semakin banyak memiliki anak-anak muda yang kreatif. Bila itu terjadi, bukan tak mungkin “soft power” Indonesia akan diakui dunia global.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini