Apa Alasan Kita?

Apa Alasan Kita?
info gambar utama

Saya mendapatkan WhatsApp dari seorang teman yang membuat saya mengelus dada "Makin hari, Indonesia makin tidak punya masa depan cerah". Dan secara kebetulan, sore harinya saya mendengarkan ceramah ustadz muda di masjid belakang rumah saya, karena pake speaker, saya dengarkan dari rumah. Beliau berceramah pendek saja, dan ada kalimat yang membekas baik di sanubari saya. Dia bilang begini:"Ketika kita menghadapi kesulitan yang berat, mau kita sabar atau berkeluh kesah, kesulitan tetap menimpa kita. Yang membedakan adalah reward yang kita dapatkan. Bersabarlah, dan kita mendapatkan hikmah. Berkeluh kesahlah..dan kita tidak mendapatkan apa-apa".

Bagi kaum muslim, kata sabar adalah kata yang 'sakral', yang bermakna luas. Namun lebih dari itu, bersabar mendatangkan pahala dan pertolongan dari Tuhan. Teman saya yang mengirim WhatsApp tentu punya alasan kenapa dia menjadi pesimis tentang masa depan Indonesia. Mungkin dia punya data-data empirisnya. Atau mungkin, dia kurang sabar dan kuat menghadapi situasi "sulit" ini.

Phuoc, teman saya seorang Vietnam sering menceritakan bagaimana orang-orang tua di Vietnam mendidik anak-anaknya menjadi sabar dan kuat. Mereka selalu menceritakan betapa pendahulu-pendahulu mereka hidup jauh lebih susah, namun mereka sanggup menghadapi dan keluar sebagai "pemenang". "We kicked out France, we kicked out US, we defeated China, we remove Khmer Rouge. No problem is bigger than those". Itulah yang saya dengar dari mereka, dimanapun saya bertemu mereka.

Indonesia tentu saja punya warna-warna sejarah yang sehebat Vietnam, dan pendahulu-pendahulu kita dulu di jaman penjajahan tentu punya lebih banyak alasan untuk menjadi pesimis. Tapi mereka memilih menjaga harapan, dan tetap optimis. Dan kita...akhirnya merdeka juga. Lalu sekarang, dengan segala kemudahan teknologi, informasi, dengan semua kesempatan yang terbentang di depan kita... apakah kita akan tetap pesimis?

Hmm

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini