Si Cantik di Balik Lukisan Tokoh-Tokoh KAA di Jalanan Bandung

Si Cantik di Balik  Lukisan Tokoh-Tokoh KAA di Jalanan Bandung
info gambar utama
Warna-warni crayon seolah menggambarkan perjalanan hidup Zahrah Zubaidah (20). Guratan-guratan itu juga menjadi penanda bahwa prestasi diraih dengan kerja keras. Bahkan, guratan crayonnya telah menghasilkan mahakarya. PROSES kreatif Zahra lewat crayon mendatangkan decak kagum banyak pihak. Salah satunya, terekspresikan dalam lukisan dua tokoh ikon Peringatan 60 Tahun Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung, yakni Sukarno dan Nelson Mandela. Potret kedua tokoh yang direkontruksi melalui pastel kering itu pun menjadi bagian tak terpisahkan event akbar tersebut. Oleh Pemkot Bandung, gambar karyanya itu diperbanyak lewat vertical banner dan media lain di sejumlah sudut kota, termasuk Gedung Merdeka sebagai pusat kegiatan.
Zahra Zubaidah (dailymoslem.com)

”Ha? Saya masih tidak menyangka ketika itu. Senang 200%, karena karyaku dihargai dan menjadi sumber inspirasi orang. Senang banget, apalagi bisa bermanfaat bagi orang lain,” katanya menggambarkan perasaannya saat menyambangi gedung bersejarah itu. Dia kemudian menceritakan awal mula karya kreatifnya dipilih. Februari lalu, Zahra bertemu dengan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil sembari membawa karya-karyanya di Balaikota. Salah satunya, gambar petugas cleaning service di sekolahnya, di Norwich Inggris, tumbuhan, dan figur sang nenek. Tak dinyana, satu pertemuan itu langsung menghasilkan keputusan besar bagi hidupnya. Dia pun didapuk membuat lukisan dua ikon tokoh KAA. ”Wah apa benar Pak Wali meminta membuat lukisan itu. Beban sempat ada, apalagi ini mau dicetak banyak. Event-nya besar lagi. Saya sadar, ini amanah besar, sebuah kepercayaan. Untuk itu, saya tak mau mengganggapnya sebagai pekerjaan, tetapi lebih kepada hobi,” tandas perempuan kelahiran Bandung, 7 Desember 1994 itu.
ZAhra Zubaidah (inilahkoran.com)

Strateginya berhasil. Mengerjakan tugas itu sebagai bagian dari kesenangan, membuatnya menikmati prosesnya. Lukisan figur kedua tokoh itu pun dia tuntaskan dalam sepuluh hari. Total lukisan crayonnya 4 kanvas, masing-masing tokoh 2 lukisan. ”Paling sulit Sukarno, sampai 8 hari. Sebab, foto dasarnya sebagai rujukan hitam putih sehingga harus cari padanan tepat untuk warna kulit. Sementara foto Nelson cukup membantu. Hal yang sulit itu membentuk ekspresi pas dan resolusi tinggi. Dengan demikian, dapat detailnya. Ketika matang, proses bisa langsung dimulai,” tandasnya. Tangan anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Achmad Iwan Adjie-Madihah Bajri itu segera menjelajahi kanvas dengan Pentel Oil Pastels-nya. Ketika mood datang, begadang dilakoni sambil menyeruput teh panas untuk melawan hawa dingin kawasan Bandung Utara. Hasilnya berbicara banyak. Sejak TK Bakat Zahrah sudah terlihat sejak TK. Dia banyak mencorat-coret di atas buku gambar. Gairahnya berlanjut ke SD. Hanya saja, dia belum terlalu percaya diri mengikuti lomba. Meski demikian, Zahrah memenangi lomba di Cirebon. Lukisannya adalah sebuah robot dengan sepuluh tangan yang idenya berasal dari aktivitas ibu saat menyelesaikan banyak pekerjaan di rumah. Bakatnya semakin terasah ketika dia dikirim ke Norwich High School melalui fasilitas Jaringan Good School, UKdeenstay yang dikelola ayahnya pada 2011. Lukisan crayonnya “Cleaning Service Perempuan di Sekolah;; sangat memikat gurunya. Meski jauh dari Indonesia, kehadiran sang guru pembimbing, Jepson, membuatnya mampu fokus dan berprestasi. Tak hanya itu, dia juga mempu melukis dengan media lain. Berbagai prestasi itu, membuat Zahra mengantongi tiket belajar ke tiga universitas di Skotlandia, yakni Edinburgh University, University of Kent, dan Glasgow School of Art. Nama terakhir yang akan dia tuju. Seharusnya, dia bisa mulai belajar di sana tahun lalu. Hanya saja, itu perlu biaya yang tak sedikit. Karena itu, penyuka pelajaran Geografi, Seni, dan Matematika ini harus pulang ke Indonesia pada September 2014. Zahrah mengajukan cuti. Salah satunya, untuk mencari beasiswa. Ketika masuk masa tunggu itu, tawaran menjadi model datang, terutama terkait tren jilbab yang disambutnya dengan positif. Zahrah juga mengajar kursus Matematika dan Bahasa Inggris. Sampai akhirnya, nasib membawanya menjadi pelukis ikon dua tokoh KAA. Perempuan yang ingin mendirikan sekolah seni dan galeri itu pun menyebut pencapaian tersebut sebagai sebagai kombinasi pembelajaran yang lengkap. Dia tak menyesali masa sulit karena harus menjejakkan kaki di Inggris sehingga jauh dari orang tua, meskipun masih muda. Dia meyakini, ada jalan Tuhan yang tengah disiapkan. Terlebih dia mendaoat restu dari kedua orang tuanya. (Dwi Setiadi – 61) Suaramerdeka.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini