Bagi seorang entrepreneur konon kegagalan adalah teman di keseharian. Ken pun sempat mengalami sejumlah kegagalan merintis berbagai startup. “Pertama kali membuat startup itu tahun 2005 bersama teman-teman kuliah. Namanya Don Company dan produknya adalah CosMo (Custom Mosaic), sebuah startup mozaik foto,” jelasnya. Startup pertamanya itu berbuah keuntungan Rp120 juta yang ia gunakan untuk community development di salah satu desa di daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung.
Setahun berselang, Ken mencoba peruntungan di ranah fashion dengan membuat clothing line Drama Queen. Namun kali ini ia harus merasakan kegagalan akibat adanya perbedaan konsep dengan rekan bisnisnya akhirnya usaha ini mandek. “Ini tidak membuat saya kapok sih, habis itu di tahun 2008 saya membuat situs directory listing khusus daerah Bandung bernama Ngubek.com,” ucapnya. Kali ini Ken harus gagal lagi karena pada saat itu banyak orang yang belum paham akan pentingnya internet apalagi beriklan di sana. Pendanaan yang terbatas membuat Ngubek.com harus berhenti di tengah jalan. “Terakhir sebelum Geekhunter, di tahun 2011 saya menjadi salah satu Co-Founder dari inkubasi startup asal Denmark yang berlokasi di Bali,” tambahnya. Namun dari sekian banyak pengalaman unik mendirikan startup, ada satu kejadian yang selalu diingatnya. Bukan karena tidak adanya pendanaan atau masalah teknis lainnya, namun karena ada drama di antara Founder.Jadi saya pernah membuat startup bersama tiga orang teman saya. Namun di tengah jalan terjadi konflik dan drama percintaan, tepatnya cinta segitiga antar Founder sehingga akhirnya startupnya bubar jalan.Sampai hari ini Ken mengaku tidak pernah lupa dengan kejadian itu, sebagai bagian dari kisah masa muda. “Kalau diingat-ingat rasanya dulu remaja labil banget, bubar jalan gara-gara masalah cetek,” kenangnya. Belajar dari Kumar Mangalam Birla Peran role model diakui Ken sebagai salah satu elemen penting bagi seorang entrepreneur, ia sendiri mengaku Kumar Mangalam Birla adalah salah satu sosok yang paling menginspirasi dirinya. Salah satu yang paling menarik menurut Ken adalah strategi bisnisnya mereformasi Aditya Birla Group, sebuah perusahaan konglomerasi asal India. Dengan gaya kepemimpinannya, perusahaan tersebut menjadi perusahaan multinasional di lebih dari 40 negara dengan 130.000 karyawan dengan pemasukan yang naik 20 kali lipat.
Saya sempat membaca studi kasus tentang dia ketika saya mengenyam pendidikan di MBA ITB. Saat usia Kumar Mangalam Birla 28 tahun, ayahnya yang konglomerat meninggal dunia sehingga dia harus take over tampuk kepemimpinan perusahaan saat itu. Banyak orang yang meragukan dia dapat memimpin perusahaan, tidak sedikit cibiran dan cemoohan orang-orang akan keputusan-keputusan strategis yang dia ambil. Saham perusahaan bahkan sempat anjlok 37 persen. Namun pada akhirnya dia berhasil membuktikan dengan prestasi. Sayang, sekarang dia terindikasi terlibat coal gate.Waktu luang dan cara mengawali hari
Di sela kesibukan Ken dengan Geekhunter, ternyata ia masih menyempatkan diri menjadi dosen muda di ITB. “Saya mengajar beberapa mata kuliah seperti Human Capital Management, Strategic Change Management, Organizational Development, People and Organization Behavior dan Business Leadership,” ungkapnya. Selain itu di sela waktu luangnya Ken biasa berlibur, “Saya senang sekali jalan-jalan ke pantai dan ke pulau-pulau kecil untuk sekadar island hopping atau snorkeling. Dalam waktu dekat rencananya saya mau eksplorasi Maluku dan Indonesia Timur,” tambahnya.
Penggemar Calvin Harris dan David Guetta ini mengaku tengah menikmati buku 4 Hours Work Week dari Tim Ferris. “Judulnya provokatif sih dan tagline Escape 9 to 5, live everywhere and join the new rich membuat saya cukup penasaran dengan konsepnya. Sebelum mengawali hari, Ken biasa memutar lagu-lagu yang enerjik untuk membangkitkan mood. Selain itu sarapan adalah keharusan baginya. “Meskipun hanya roti atau sereal, itu harus sih. Oh ya, dan membuat daily work plan,” tuturnya. Takut kehilangan Meski sudah berkali-kali mengalami kegagalan dan tetap terus melangkah ke depan, bukan berarti Ken terbebas dari rasa takut. Ia mengaku tetap memiliki rasa itu, “Takut kehilangan tepatnya. Tim yang tergabung di dalam Geekhunter adalah partner kerja saya. Salah satu ketakutan terbesar saya adalah jika saya harus kehilangan satu dari mereka,” jelasnya. Bagi Ken, sumber daya manusia di Geekhunter adalah aset terpenting yang tidak tergantikan. “Kami juga tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan Geekhunter. Rasanya sudah seperti keluarga sendiri.” Ken pun memiliki cara jitu untuk mengatasi ketakutannya ini. Yaitu dengan menjadikan kepuasan staf sebagai model bisnis. “Setiap bulan saya selalu mengecek dan memastikan happiness index semua partner saya supaya bisa memastikan mereka senang bekerja di Geekhunter. Happy people are more productive,” tutupnya.source : https://id.techinasia.com/kisah-sukses-ken-ratri-iswari-founder-geekhunter/
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News