Profesor Indonesia di Mcgill University, Kanada

Profesor Indonesia di Mcgill University, Kanada
info gambar utama
Mengembangkan ilmu tak terbatas oleh ruang dan waktu. Setidaknya hal itu senada dengan perjalanan akademis dari Agus Pulung Sasmito, seorang profesor muda asal Indonesia yang kini mengajar di salah satu universitas berkelas dunia di Kanada. a3b07494-8be7-4461-818d-bb932ca37c4e_43 Sama sekali tak ada ingatan bagi Agus untuk meninggalkan tanah kelahirannya. Profesi ini dia ambil semata-mata untuk mengembangkan keilmuan yang lebih maksimal. "Jujur saya belum pernah mengajar di Indonesia, hanya beberapa kali menjadi pembicara seminar di Indonesia, jadi saya tidak bisa membandingkan secara khusus. Tapi mungkin secara garis besar, budaya dan fasilitasnya berbeda," tutur Agus saat berbagi inspirasi dengan detikcom, Selasa (7/7/2015). Perjalanan Agus hingga sampai ke Kanada berawal dari penelitiannya mengenai energi baru dan terbarukan (EBT) di Abu Dhabi. Penelitian itu dilakukan di bawah bimbingan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Amerika selama 1.5 tahun. Sebelumnya dia mengambil S2 dan S3 di National University of Singapore (NUS) pada tahun 2006 dan mengambil Jurusan Teknik Mesin. Sebelumnya lagi dia adalah sarjana teknik dari Jurusan Teknik Fisika FT UGM angkatan 2001. Kegemarannya menuntut ilmu yang berbau teknologi membawa dia terus mempelajari hal-hal baru di tempat yang baru pula. Maka itu tak ada batasan baginya untuk menuntut ilmu. "Akhirnya, untuk mengembangkan karir menuju riset kelas dunia, saya memutuskan untuk menerima tawaran sebagai Professor muda di Jurusan Teknik Pertambangan dan Material McGill University yang merupakan jurusan pertambangan tertua di Amerika utara," ujar dia. McGill University dia pilih karena saat itu menduduki peringkat 21 dunia. Terbayang olehnya saat itu bagaimana fasilitas dan teknologi yang dimiliki kampus itu pasti lengkap dan amat menunjang dahaga keilmuannya. Kanada juga salah satu negara yang menyoroti riset dan teknologi, sehingga negara sangat berperan untuk mengembangkannya. Tak bisa dipungkiri bahwa biaya riset sangat tinggi dan butuh peran negara untuk turun tangan. "Sebagai contoh diluar negeri ketika seseorang mendapatkan tawaran dosen atau disebut professorship, selain gaji yang cukup besar, universitas atau pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk membuatkan laboratorium beserta isinya; infrastructure fund serta dana riset awal (start-up fund) untuk menjalankan operasional penelitian. Profesor juga bisa merekrut mahasiswa S1 – S3 sampai posdoktoral, teknisi laboratorium, dan lain-lain," ungkap dia. cek biodata Agus Pulung Sasmito di web resmi Mcgill University disini. disadur dari DETIK

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini