Josaphat Tetuko, sang Professor Radar dan Drone dari Bandung

Josaphat Tetuko, sang Professor Radar dan Drone dari Bandung
info gambar utama

Siapa bilang Indonesia tidak bisa membuat drone (pesawat nirawak)? Adalah Profesor Josaphat Tetuko yang saat ini telah mampu membuat drone kelas dunia. Professor yang saat ini banyak menghabiskan waktunya di Jepang ini sempat menawarkan drone hasil kreasinya pada pemerintah Presiden Joko Widodo. Drone yang mampu memindai langit Indonesia itu dinamai dengan nama "Garuda".

Dirinya saat itu mengklaim mampu membuat drone yang berkualitas namun jauh lebih murah dari harga drone dipasaran. Prof Josaphat, mengatakan bahwa Garuda merupakan teknologi pertama di dunia yang dilengkapi dengan terobosan ruang udara bahkan ruang angkasa. Selain itu beberapa perangkat khusus juga melengkapi kecanggihan Garuda seperti Synthetic Aperture Radar (SAR), Hyperspectral & TIR (Thermal Infrared Radar), high resolution and high vision camera, hingga teleskop.

Josaphat Tetuko microsat

Spesifikasi ini dianggap berbeda dengan jenis drone yang pada umumnya digunakan atau diteliti di Indonesia bahkan di dunia, sebab drone ini adalah jenis drone stratosphere yang memerlukan ketahanan di iklim luar angkasa. Beberapa negara maju sudah mengantri untuk bisa menggunakan teknologi milik Profesor yang menjadi Guru Besar di Universitas Chiba, Jepang ini. Pada akhir tahun nanti diperkirakan projek pesawat tanpa awak akan diluncurkan.

"Kita membuat pesawat tanpa awak (unmanned arial vehicle) atau UAV dengan Bimasena diperkirakan tahun ini bisa diluncurkan karena prototipnya selesai. UAV ini bisa untuk pemetaan bencana, hutan, monitoring wilayah dan sebagainya, bahkan bisa mengetahui adalanya illegal fishing," ujar Professor Josaphat.

Lalu siapakah sebenarnya Profesor Josaphat ini? Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Ph.D atau yang sering di panggil dengan Josh adalah Full Professor di Center for Environmental Remote Sensing, Universitas Chiba, Jepang. Dilahirkan 45 tahun yang lalu di Bandung, Jawa Barat di keluarga yang dekat dengan dunia militer.

Ayahnya seorang Instruktur Phaskas TNI Angkatan Udara menginspirasinya untuk membuat banyak sekali paten berkaitan dengan radar, antena dan teknologi militer. Pada umur empat tahun, Josh sudah diajak ke kantor ayahnya yang saat itu menjadi anggota Pasukan Gerak Tjepat TNI AU. Ia berkeliling markas militer, melihat ragam teknologi. Ia lalu menemukan dan jatuh cinta pada radar.

“Radar itu buatannya siapa? Buatan orang Indonesia, ya?" demikian ia sering bertanya. Sayangnya, jawabannya bukan. Dia pun kecewa. "Padahal, saya bangga kalau itu buatan orang Indonesia," imbuhnya. Urang Bandung yang sudah berada di Jepang sejak mengenyam pendidikan sarjananya ini pernah menjabat sebagai peneliti di BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) dalam projek radar bawah tanah.

Kemudian Setelah lulus doktor (Ph.D) di Universitas Chiba pada tahun 2002, dia mulai mengembangkan dan menemukan ratusan jenis antena disana, yang semua sudah dipatenkan dan berbagai publikasi ilmiah di Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) serta mendapatkan banyak penghargaan.

Josaphat Tetuko Sri Sumantyo

Pada tahun 2005, dirinya diangkat menjadi Associate Professor setelah melewati berbagai seleksi pengangkatan PNS di Center for Environmental Remote Sensing (CEReS), pusat penelitian yang berada langsung di bawah Kementerian Pendidikan dan Teknologi Jepang, di Universitas yang sama. Penelitian terbarunya di bidang inderaja, yakni circularly polarized synthetic aperture radar (CP-SAR) yang sudah dipatenkan dan penggunaannya untuk UAV, pesawat dan microsatellite yang dikembangkan di JMRSL, membuatnya diangkat menjadi Professor Penuh (Full Professor) pada 2013 lalu.

Sejak 1 April 2013, Josh terdaftar sebagai profesor termuda di Chiba University. Ia telah menghasilkan radar, satelit, dan pesawat nirawak. Ia juga mengantongi 120 paten, 500 kali presentasi di banyak negara, serta profesor dengan dana terbanyak. Selain dosen dan perekayasa, Josh juga seorang filantropi. Sejak tahun 2002, bersama keluarganya, ia mendirikan yayasan pendidikan Pandito Panji Foundation. Nama yayasan itu diambil dari nama putranya sendiri.

Yayasan itu memberikan beasiswa penuh bagi anak-anak bangsa sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga master. “Untuk tingkat doktor, kita biarkan mereka untuk mencari dana sendiri agar mereka punya kebanggaan sudah membiayai dirinya sendiri,” tutur Josh.

“Ini kesempatan saya memberikan banyak manfaat bagi anak-anak Indonesia untuk belajar di luar. Mudah-mudahan dalam 5-10 tahun ke depan, agen-agen saya ini bisa memperbaiki Indonesia. Saya kira bisa. Mungkin suatu saat juga ada pengganti saya,” harapnya.

Sumber: Kompas.com; Liputan6.com; nkri.web.id; swa.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini