Merah Putih di Atap Papua

Merah Putih di Atap Papua
info gambar utama
Saat saya menginjakkan kaki di Tembagapura, sebuah kota kecil di celah-celah gunung di Pegunungan Jayawijaya, suasana tujuhbelasan memang sudah sangat terasa. Hiasan-hiasan dan ornamen-ornamen merah putih mendominasi jalan-jalan dan bangunan-bangunan di kota yang dingin dan selalu berkabut ini. Saya sempat melihat anak-anak kecil Papua berkejar-kejaran dengan sepeda yang dihiasi ornamen merah putih di kedua rodanya, pun mobil-mobil yang lalu lalang pun, termasuk mobil-mobil dinas PT Freeport juga tak ketinggalan berhias bendera merah putih. Kota ini sepertinya sangat serius menyambut 70 tahun kemerdekaan Indonesia. Puncak acaranya sendiri di adakan pada 17 Agustus pagi, di dua tempat sekaligus, yakni di lapangan sepakbola Sporthall Tembagapura, dan di DMLZ, sebuah terowongan bawah tanah sedalam kurang lebih 1500 m, kira-kira 30 menit perjalanan dari Tembagapura. Terowongan ini unik. Dia adalah sebuah struktur bawah tanah yang besar yang mampu dilewati 4-5 mobil beriringan, dan pembangunannya sepenuhnya dikerjakan olah insinyur-insinyur Indonesia. Terowongan ini juga pernah ditayangkan dalam program Mega Structure di National Geographic beberapa waktu lalu. Dan pagi itu pun tiba. Ketika melongok dari jendela kamar saya yang terletak di ketinggian, saya melihat beratus-ratus (mungkin ribuan) orang datang dari berbagai penjuru kota, berjalan kaki menuju lapangan bola yang terletak di tengah-tengah Tembagapura. Warga lokal, pekerja freeport dan keluarganya, bahkan para expatriatpun tak ketinggalan datang. Cuaca pagi itu sangat cerah, matahari pagi menyala terang di balik Gunung Zaagkam yang berdiri gagah di sisi timur Tembagapura. tembagapura17 Upacara dimulai tepat pukul 10:00 WIT diikuti oleh ribuan masyarakat termasuk TNI dan Polri. Yang cukup mengejutkan adalah bahwa para expatriat yang bekerja di Freeport pun ikut mengikuti upacara tersebut dengan khidmat. Mereka berdiri tegap sepanjang upacara.  Upacara yang berlangsung di ketinggian 2.200 meter di atas permukaan laut ini memang berbeda, selain karena elevasinya, dan dinginnya udara pagi (sekitar 15 derajat C), juga Tembagapura sendiri terletak di sebuah kawasan yang menjadi keajaiban dan kebanggaan Indonesia, yakni pegunungan Jayawijaya. Pegunungan yang membujur dari Papua Barat hingga jauh ke timur mencapai sebagian Papua Nugini ini dihiasi  dengan Puncak Cartenz-nya yang bersalju dan yang tak hanya tertinggi di Indonesia, namun juga di Oceania. tembagapura174 Upacara yang kedua dilakukan tak begitu jauh dari Tembagapura, di DMLZ, naik ke atas kira-kira 30 menit memakai mobil. Di sinilah, pada tahun lalu, upacara bendera ini meraih Rekor Muri. Betapa tidak? Area upacara tersebut diadakan di bawah tanah dengan kedalaman vertikal 1.5 km dari permukaan tanah, 5 km dari permukaan tanah bilang dihitung horizontal, dengan ketinggian 2.600 mdpl. tembagapura172 Dan siang itu, hal serupa akan dilakukan. Sekitar 200 pekerja tambang baik warga Indonesia maupun expatriat mengikuti rangkaian upacara, di tengah udara yang (ternyata) dingin di bawah tanah. Karena pertimbangan keamanan dan keselamatan, hanya sekitar 200 orang saja yang mengikuti upacara. Setiap peserta dilengkapi dengan alat pelindung keselamatan diri, yakni helm yang dilengkapi lampu sorot, kacamata, serta kantong udara untuk mengantisipasi kondisi darurat. tembagapura173 Saat merah putih dinaikkan dan “Indonesia Raya” dikumandangkan, tak kuasa saya menahan haru. Baru pertama kali saya mengikuti upacara pengibaran bendera di hari kemerdekaan, di bumi Papua, bumi kebanggaan Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini