Promosi Budaya merupakan bagian dari softpower diplomacy yang termurah namun bisa menghasilkan impact yang luar biasa besar. Ibarat sebuah marathon, proses promosi tersebut tergolong sebagai proses yang sangat panjang nyaris tanpa henti dan harus berkesinambungan dengan memanfaatkan setiap momen yang ada. KBRI Bangkok pun mengambil kesempatan itu...Pada hari Senin, 24 Agustus 2015, KBRI Bangkok menggelar resepsi diplomatik dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-70 bertempat di Hotel Grand Hyatt Erawan Bangkok. Masih ingatkah Anda? Lokasi ini kebetulan hanya bersebelahan dengan Kuil Erawan, lokasi Bangkok Blast yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 2015 sekitar pukul 7 pm. Namun, semua rencana resepsi diplomatik telah dipersiapkan dan the show must go on.
Acara ini dibuka oleh Lutfi Rauf, Duta Besar RI untuk Kerajaan Thailand diiringi dengan tari Gending Sriwijaya oleh dua penari dari Sumatera Selatan. Berkumandangnya lagu Kerajaan Thailand yaitu Sansoen Phra Barami? yang dibawakan oleh paduan suara Universitas Chulalongkorn dan lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh paduan suara Masyarakat Indonesia di Thailand menandakan dimulainya acara resepsi. Kolaborasi dan kerjasama antara pihak Indonesia-Thailand ini dengan sendirinya patut cukup mengundang apresiasi karena kebersamaan mereka.
Para tamu undangan adalah friends of Indonesia yang terdiri dari kalangan korps diplomatik, pejabat tinggi pemerintah Thailand, pejabat militer, akademisi, pengusaha, tokoh agama hingga diaspora Indonesia di luar negeri. Memasuki ruang Grand Ballroom tempat acara berlangsung, para tamu disuguhi pesona budaya Indonesia berupa pameran lebih dari 40 bilah keris Bugis Makassar. Sebagian keris tersebut merupakan benda pusaka langka karya nenak moyang Indonesia abad 18 yang tak ternilai harganya. Pameran ini mengangkat tema Keris Bugis Makassar Weaponry Exhibition: Tribute to Daeng Mangale. Sosok Daeng Mangale sendiri merupakan tokoh heroik berasal dari Bugis Makassar yang gugur di Ayyuthaya, tanah Siam pada sekitar tahun 1687-an, demi membela keyakinan hati serta kaumnya. Keberanian dan keteguhan tokoh heroik ini tercatat dalam buku-buku sejarah periode Ayyuthaya.
Selain pameran keris di atas, para tamu undangan juga disambut dengan display kain Songket Nusantara terutama songket Palembang. Para model yang mengenakan pakaian songket dari seluruh penjuru nusantara menyambut dengan senyuman ramah setiap tamu yang hadir. Warna-warni pakaian tradisional nusantara ini tak ayal lagi mendorong para tamu untuk mengabadikannya dengan kamera ponsel dan tak sedikit pula para tamu asing meminta selfie atau wefie dengan para model pagar ayu dan pagar bagus.
Setelah memasuki ruang utama Ballroom, sekali lagi para tamu dimanjakan dengan pesona seni budaya Indonesia mulai dari hidangan makanan khas Indonesia berupa jajanan pasar (gado-gado, nasi kuning, peyek, salak, dll) hingga pagelaran kesenian tradisional. Alunan lembut gamelan Jawa mengalir hingga setiap sudut ruangan hingga mampu membawa kesejukan hati. Kemudia berturut-turut ditampilkan Tari Pa’pangan (Toraja), Tari Jaipong (Sunda), Tari Pa’Gellu (Toraja), Paduan musik Angklung (Sunda) serta Tari Saman (Aceh).
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News