Harmoni kerukunan antar umat ini bermula saat suasana desa Balun mencekam akibat pengaruh G 30 S/PKI pada tahun 1965. Kemudian datanglah seorang prajurit Angkatan Darat bernama pak Bathi yang mencoba untuk menetralkan suasana Desa Balun dan akhirnya berhasil. Berkat usahanya tersebut, Pak Bathi diangkat menjadi kepala desa Balun pada masa itu . Pak Bathi adalah seseorang pemeluk agama Kristen Protestan sehingga secara tidak langsung sebagian warga di Desa Balun perlahan mengikuti agama yang dianutnya tersebut. Dan pada tahun yang sama yakni 1967 juga masuk pembawa agama Hindu yang datang dari Desa Plosowayuh yang terletak berdekatan dengan Desa Balun.
Sebagai agama pendatang di Desa Balun, Kristen dan Hindu berkembang secara perlahan-lahan. Mulai melakukan sembahyang di rumah tokoh-tokoh agama mereka, kemudian adanya pertambahan pemeluk baru dan dengan semangat swadaya yang tinggi, umat Kristen dan Hindu mulai membangun tempat ibadah sederhana dan setelah melewati tahap-tahap perkembangan sampai akhirnya berdirilah Gereja dan Pura yang megah.
Warga Desa Balun yang merasakan nyamannya hidup dengan kerukunan antar umat beragama pun berusaha menjaga kedamaian tersebut. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesepakatan yang di deklarasikan pada tanggal 17 Juni 1998 antar warga di Desa Balun. Kesepakatan ini bertujuan agar seluruh warga Desa Balun mampu menjaga dan mengembangkan kerukunan serta toleransi antar umat beragama.Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News