Indonesia Menjadi Pemrakarsa Program Nuklir Asia Pasifik

Indonesia Menjadi Pemrakarsa Program Nuklir Asia Pasifik
info gambar utama
Perutusan Tetap Republik Indonesia di Wina (PTRI Wina), Selasa (29/9), meluncurkan Regional Capacity Building Initiative (RCBI) untuk mendukung pengembangan kapasitas ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Pertemuan yang berlangsung di Vienna International Center, Wina, Austria, itu dihadiri representatif dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEI). "Peluncuran program itu sebagai bagian dari pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai dan pembangunan," kata Koordinator Fungsi Pensosbud Protkons KBRI/PTRI Winya Dody Kusumonegoro, Selasa, waktu setempat. Peluncuran program tersebut dilakukan dalam pertemuan dengan negara-negara kontributor IAEA. RCBI ditargetkan menjadi platform kerja sama pengembangan kapasitas regional dalam riset, pendidikan, dan pelatihan dalam bidang iptek nuklir. Pada saat peluncuran program yang dihadiri perwakilan IAEA di Wina, Wakil Kepala Perwakilan RI Febrian A Ruddyard mengharapkan, RCBI mampu menjadi insentif bagi negara anggota IAEA dalam mewujudkan komitmen terhadap upaya nonproliferasi dan perlucutan senjata nuklir. Kesuksesan program ini akan mengukuhkan Indonesia sebagai negara terdepan dalam mendorong pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai dan iptek. Batan Melalui skema RCBI, Indonesia memberikan kesempatan bagi negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik untuk belajar langsung dari pakar-pakar nuklir Indonesia. Program pelatihan, kata Febrian, akan didesain secara terstruktur dan sistematis dengan tetap memperhatikan kebutuhan spesifik masing-masing negara peserta. "Pelatihan akan diselenggarakan secara bertingkat, mulai dari tingkat dasar, menengah, hingga advance. Dalam pelatihan ini, peserta akan diberikan sertifikat kompetensi yang terakreditasi." BATAN akan menyediakan fasilitas riset dan pelatihan di pusat-pusat riset milik badan tersebut. Tingkat penguasaan teknologi nuklir Indonesia saat ini memperoleh pengakuan dari kalangan internasional, khususnya IAEA sebagai organisasi internasional di bidang nuklir. Sejak 2012, Indonesia berkontribusi dalam program kerja sama teknik IAEA di bawah skema Peaceful Uses Initiative melalui pemberian pelatihan SDM dan riset bagi negara di kawasan Asia dan Afrika. Pada 2014 Indonesia meraih penghargaan Outstanding Achievement Award dari IAEA dan ILO untuk keberhasilan dalam mengaplikasikan teknologi nuklir di bidang pemuliaan tanaman (mutation breeding). Dengan adanya platform RCBI, Febrian melanjutkan, bantuan teknis Indonesia tidak hanya mampu menjangkau negara-negara di kawasan Asia dan Afrika, tetapi juga negara-negara Pasifik yang baru bergabung dengan IAEA. Atase Ilmu Pengetahuan PTRI Wina Syahril menjelaskan bahwa teknologi nuklir di Indonesia tidak terbatas sebagai pembangkit listrik. Namun, hasil teknologi nuklir Indonesia tersebut juga dinikmati para pelaku bisnis, khususnya industri pertanian, pangan, kesehatan, dan manufaktur. Penggunaan iptek nuklir di bidang pertanian melalui pemuliaan tanaman memungkinkan petani untuk mendapatkan varietas unggul padi, kedelai, dan gandum dengan tingkat produktivitas yang jauh lebih tinggi dan tahan hama. Ia berharap, penggunaan varietas unggul tersebut mampu meningkatkan kapasitas produksi nasional sekaligus menekan tingkat ketergantungan pada impor pangan. RCBI akan menjadi flagship PUI program bagi kawasan Asia Pasifik. Dukungan IAEA dan negara-negara anggota IAEA, khususnya dari kelompok negara maju menunjukkan pengakuan dan kepercayaan atas penguasan teknologi nuklir yang dicapai Indonesia. Dalam waktu dekat, dijadwalkan pertemuan lanjutan guna membahas teknis penyelenggaraan dengan melibatkan negara-negara donor, IAEA, dan negara-negara target penerima bantuan. republika.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini