Paviliun Indonesia Tidak Biasa, di Frankfurt Book Fair 2015

Paviliun Indonesia Tidak Biasa, di Frankfurt Book Fair 2015
info gambar utama
Indonesia sedang mendapat even besar di negeri bavaria, Jerman. Tepatnya di Frankfurt Book Fair 2015. Di even buku tahunan akbar ini sebagai tamu kehormatan tentu saja tidak akan menyajikan penampilan yang biasa-biasa saja. Mulai dari materi buku yang dipamerkan, pertunjukan-pertunjukan bahkan dekorasinya pun tidak ketinggalan cukup wah. Tentu kita yang berada di tanah air menjadi penasaran seperti apa dekorasi Paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair kali ini. Berikut cerita arsitek yang menangani konsep Paviliun Indonesia, dari hasil liputan Tempo.co. Muhammad Thamrin adalah orang yang paling sibuk menjelang pembukaan Frankfurt Book Fair pada 13 Oktober 2015 besok. Ia adalah arsitek yang menangani Paviliun Indonesia di Frankfurt Book Fair. Luas Paviliun Indonesia sekitar 2500 meter adalah paviliun yang paling besar di antara paviliun negara-negara lain. Paviliun itu diklaim sanggup menampung sekitar 1000 pengunjung.
Arsitek Frankfurt book fair Arsitek Paviliun Indonesia, Mohammad Thamrin di Frankfurt book fair. (Foto: Seno Joko Suyono / TEMPO.co)

”Luasnya lebih setengah lapangan bola,” kata lelaki berambut gondrong memutih itu, Sabtu kemarin, 10 Oktober 2015. Thamrin mengajak Tempo berkeliling melihat persiapan paviliun Indonesia. ”Kita ingin nanti seolah-olah pengunjung mengarungi lautan dan pulau-pulau Indonesia,” katanya. Paviliun Indonesia akan dibagi menjadi areal-areal tematik. Ada areal Island of Words, Island of Images, Island of Inquiry, Island of Illumination, Island of Tales, dan Island of Scenes. ”Konsep Paviliun Indonesia adalah beyond book, bukan hanya menampilkan buku, tapi ada pertunjukan, ada sajian kuliner, ada interaksi digital,” ujarnya. Island of Words adalah lokasi paling utama. Di sini kita lihat gantungan balok-balok dengan cahaya berpendar. Di tubuhnya ada kutipan kalimat-kalimat dari para sastrawan atau penulis buku Indonesia. Ada dari Kartini, Rendra, Agam Wispi, Hartojo Andangjaja, Asrul Sani, Subagio Sastrowardoyo, Roestam Effendi, Ramadhan K.H., dan lain-lain. “Di sini nanti ada dua jenis buku yang dipamerkan. Buku-buku dari sastrawan Indonesia dan juga buku-buku dari pengarang luar Indonesia mengenai Indonesia, “katanya. Tema Island of Words adalah percakapan antara sastra Indonesia dan dunia. Melangkah ke lokasi Island of Inquri, di sini pengunjung akan bisa melihat database kebudayaan Indonesia. “Di sini ada 8 layar sentuh (touch screen). Pengunjung bisa melihat virtual reality kebudayaan Indonesia,” kata Thamrin. Suasana bagian ini akan dipenuhi lentera-lentera warna biru laut . Di sini juga pengunjung dapat menonton visual tiga dimensi kisah Putri kemang. Lalu ada Island of Images. Di sini akan dipajang karya-karya grafik novel, komik Indonesia. Tempo melihat desain lokasi ini dipenuhi layar-layar besar digantung bergambar tokoh-tokoh komik dan kartun Indonesia seperti Gundala. Di tengahnya ada sebuah layar bundar berputar yang menampilkan sejarah komik Indonesia. ”Dr Iwan Gunawan dari IKJ akan bawa komik-komik tua Indonesia zaman sebelum kemerdekaan,” katanya. Selanjutnya, ada Island of Illumination. Khusus di lokasi ini, Thamrin bekerjasama dengan Perputakaan Nasional untuk memamerkan kitab-kitab dan lontar-lontar kuno Indonesia. Direncanakan ada 10 pedestal yang menampilkan lontar Negara Kertagama, lontar I La Galigo, Kalender Batak kuno, lontar Sanghyang Siksa Kandang dari Sunda, Primbon Jawa yang ditoreh di bambu. ”Semua hanya replika, tapi persis sekali dengan lontar asli,” ujar Thamrin. Lalu ada Island of Tales. Bagian ini dipersembahkan khusus cerita anak-anak dari Indonesia. ”Ini pulau kisah, pulau cerita,” kata Thamrin. Tempo melihat bagian ini dihiasi oleh gambar-gambar dari buku anak karya Nukila Amal dan perupa Hanafi. Di sini rencananya juga akan disajikan video mapping tentang cerita anak-anak karya Adi Panuntun. “Di lokasi ini, nanti ada yang mendongeng. Direncanakan, misalnya, Dr Murti Bunanta ahli cerita anak akan mendongeng," ujarnya. Hal yang menarik di bagian ini adalah terdapat semacam sofa besar tempat beristirahat. Anak-anak bisa tiduran sambil mendengar cerita sembari melihat video mapping. “Bila mendongak ke atas, anak-anak bisa melihat awan-awanan yang bergerak dan muncul bintang-bintang.” Di bagian pojok Paviliun Indonesia ada Island of Scenes. Di seksi ini dibuat panggung berbentuk arena. Di sinilah nanti akan digelar banyak tari-tarian, pembacaan puisi, diskusi selama Frankfurt Book Fair berlangsung.Tarian dari Papua sampai Jawa akan digelar. Juga pembacaan-pembacaan petilan novel dari sastrawan Indonesia. Di sini Butet Kertaredjasa, misalnya, akan membacakan petilan novel karya Ahmad Thohari. Teater Arena ini bisa menampung sekitar 150 penonton. Disebelah Island of Scenes ada Island of Spices. Di sini nantinya terdapat bar dengan makanan-makanan Indonesia yang disajikan oleh ahli-ahli kuliner dan juru masak Indonesia. Sembari makan pengunjung dapat menonton pertunjukan. “Di seksi ini juga ada pameran rempah-rempah Indonesia,” kata Thamrin. Di hari terakhir Frankfurt Book Fair, di lokasi teater arena ini akan berlangsung penyerahan tamu kehormatan Frankfurt Book Fair dari Indonesia ke Benellux (Belanda). Setelah Indonesia, tahun depan giliran Benellux yang menjadi tamu kehormatan Frankfurt Book Fair. “Nanti ada video mapping yang menggambarkan bagaimana adanya saling kepengaruhan serap menyerap bahasa antara Bahasa Indonesia dan Bahasa Belanda,” kata Thamrin. Pada acara penyerahan itu, di situ juga diadakan diskusi antara Ayu Utami dan sastrawan Belanda tempo.co

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini