"Saya di Garis Terdepan Pariwisata Indonesia, Mas"

"Saya di Garis Terdepan Pariwisata Indonesia, Mas"
info gambar utama
Namanya Johan. Pria ini saya temui kira-kira 2 tahun lalu saat keluarga saya memerlukan bantuannya untuk diantar ke Gunung Bromo.  Dari awal saya bertemu, saya akui saya cukup terpukau dengan gaya bahasa, sopan santun, dan pengetahuan luasnya akan banyak hal, baik pengetahuan umum, maupun pengetahuan-pengetahuan khusus, terutama tempat-tempat menarik yang layak dikunjungi, termasuk tempat makan dan belanja yang memuaskan. Johan lahir di Surabaya, dan kemudian pada 1994 pindah ke Malang untuk sekolah dan meneruskan kuliah, hingga akhirnya mantap menetap di kota Apel ini. Persinggungannya dengan dunia pariwisata dimulai 5 tahun lalu, saat mengantarkan seorang turis dari Prancis yang sedang merayakan hari jadi pernikahannya ke 14, di Bromo dan Ijen (Banyuwangi-Bondowoso). Johan, yang awalnya memandang keindahan alam Indonesia sebagai hal yang "taken for granted", mulai mengubah pandangannya saat kedua turis tersebut menyatakan kepadanya "You must be very proud, Johan. You have such an amazing country." Keduanya begitu terkesima akan keindahan kedua tempat tersebut. Dari situlah, jalan hidupnya lambat laun menemukan arah yang makin jelas. Dia mulai belajar memperbaiki kemampuan percakapan dalam bahasa Inggrisnya, membaca buku-buku wisata, mempelajari peta, dan tak kalah penting 'njawani' kembali, mengedepankan budaya Jawanya  untuk berinteraksi dengan para wisatawan, baik domestik, maupun mancanegara. "Saya kini makin pede bercas cis cus, mas. Umumnya, para turis asing tak mengeluhkan keterbatasan bahasa inggris saya hahahahaha", tawanya. Saya akui, bahasa inggrisnya memang cukup bagus, dan sangat cukup untuk membuat tamu dari luar negeri memahami.
photo_2015-11-02_22-27-51 Pak Johan

"Saya rasa, pilihan saya terjun di dunia pariwisata adalah pilihan yang tak hanya tepat, namun baik bagi Indonesia" bangganya. "Saya ni ada di garis paling depan di dunia pariwisata, dan saya bangga di posisi itu". Dia merasa bahwa dunia pariwisata Indonesia makin membaik, terbukti dengan makin banyaknya wisatawan yang menjadi tamunya setiap bulan. Dulu rata-rata dalam satu bulan, 15 tamu saja yang dia layani untuk diantar di seputar Jawa Timur, kini lebih dari 20 orang. "Kadang saya terpaksa menolak tamu, karena bentrok dengan jadwal tamu lain yang lebih dulu pesan" katanya. Ketika saya tanya, apakah dari dunia pariwisata dia mendapatkan penghidupan yang nyaman? Dia mengangguk sambil tersenyum.  Meski begitu, ada juga yang menggelisahkannya. Jawa Timur, terutama Malang, menurutnya menyimpan kekayaan pariwisata yang sangat besar. Selain alamnya yang indah, dikelilingi oleh enam (6) gunung, pantai-pantainya yang sangat indah, Malang juga menjadi salah satu pusat budaya Jawa dengan kultur beragam, baik itu Mataraman, Suroboyoan, maupun Madura...berbaur menjadikan Malang memiliki sisi sosialogi dan budaya yang sangat unik. "Selain itu, Singasari kan dulu pusatnya di sini, mas". Namun, kekayaan ini belum terpromosikan dengan baik. Banyak orang yang mengetahui Malang karena dekat dengan kota Batu. "Padahal, Malang sendiri menawarkan banyak hal yang kota Batu tak punya"katanya. "Saya yakin, keindahan daerah-daerah lain di Indonesia juga begitu mengagumkan,..mungkin promosinya juga sama-sama kurang, ya mas." Selain itu, masalah infrastruktur, dan kebersihan area wisata juga menjadi perhatiannya. Meski sebagian besar para wisatawan mengagumi keindahan Jawa Timur, tak sedikit yang mengeluhkan kebersihan dan akses ke area wisata yang kurang baik. "Kalau di luar negeri, bagaimana mas?" Tanyanya pada saya, yang hanya bisa saya jawab dengan senyum. "Selain itu, karena kami ini berada di garis terdepan, mbok ya ..kami dan kawan-kawan seprofesi yang lain diajari bahasa inggris, mas.."pungkasnya..

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini