Masjid di Ibu Kota Uni Eropa ini Ternyata diurus oleh Orang Indonesia

Masjid di Ibu Kota Uni Eropa ini Ternyata diurus oleh Orang Indonesia
info gambar utama
Diaspora Indonesia sepertinya memang ada di mana-mana. Banyak dari anak-anak bangsa di luar negeri tersebut menjadi orang-orang berpengaruh dilingkungan mereka yang baru. Termasuk beberapa diantaranya menjadi imam ataupun pengelola fasilitas ibadah untuk masyarakat muslim. Hal ini mungkin menjadi wajar ketika mengetahui bahwa Indonesia adalah negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Berikut terdapat laporan menarik dari Renne R.A Kawilarang yang menceritakan seorang pengelola masjid di ibu kota Uni Eropa yang ternyata adalah orang Indonesia. Sekilas, dari luar, tak ada yang istimewa pada bangunan bundar itu. Tak ada ornamen istimewa selain sebuah minaret yang menjulang tinggi. Masjid Brussels Namun, bila mendekat ke pintu masuk, tampak papan penanda berbahasa Inggris, Arab, dan Belanda yang menyebut bangunan tua itu adalah "Masjid Brussels." Letaknya sangat strategis, di pojokan Parc du Cinquantenaire - yang merupakan taman paling terkenal di Brussels, ibu kota Belgia yang juga dikenal sebagai "Ibu Kota Uni Eropa." Lokasi masjid yang juga Pusat Kebudayaan Islam itu juga berada di kawasan elit European Quarter, yang merupakan kawasan markas pusat Uni Eropa. Menurut referensi Internet, bangunan ini dikenal sebagai Masjid Agung Brussels, sekaligus jadi masjid tertua di kota itu. Menariknya, masjid dan pusat budaya Islam itu dikelola oleh satu-satunya orang Indonesia di sana. Dia adalah Syarif Abdullah Alqadrie. "Anda dari Indonesia? Pengurus masjid ini orang Indonesia juga," kata seorang perempuan setengah baya yang menyapu teras masjid kepada dua jurnalis Indonesia, termasuk VIVA.co.id. Dia mengarahkan kami menuju ruang yang pintunya bertanda Kepala Administrasi. Di sana, seorang pria 60-an tahun sudah siap menyambut. "Saya Syarif Abdullah Alqadrie, yang turut mengelola masjid ini, mari silakan masuk." Sambi berbicara dengan Bahasa Indonesia yang masih lancar, Syarif mengaku sudah bekerja di masjid ini sejak 1985. "Saya asal Pontianak. Sebelum ke Belgia, saya menimba ilmu di Arab Saudi dan sempat bekerja di sana selama 12 tahun," kata Syarif. Ayah tiga anak dan kakek dua cucu ini bangga bisa mengelola masjid dan pusat budaya Islam di Brussels. "Alhamdulilah, umat Muslim di Belgia sudah hampir satu juta jiwa. Setiap tahun, ratusan orang menjadi mualaf," kata Syarif.
Syarif Abdullah Alqadrie, pengurus Masjid Agung Brussels. (Renne Kawilarang / Viva.co.id) Syarif Abdullah Alqadrie, pengurus Masjid Agung Brussels. (Renne Kawilarang / Viva.co.id)

Dia mengungkapkan, pada 2014 ada 650 orang memilih jadi umat Muslim. Lalu dari Januari hingga Oktober 2015 sebanyak 525 menjadi mualaf. Ada yang karena pernikahan, namun banyak pula berkat hubungan pertemanan dengan umat Muslim," kata Syarif. Belgia, lanjut Syarif, dikenal sebagai negara Eropa yang paling toleran menerima budaya dan keyakinan mana pun, termasuk Islam. "Saya tidak pernah dengar ada konflik besar bernuansa SARA di negeri ini, karena semua orang diberi kesempatan yang sama untuk bekerja dan beribadah. Bahkan sudah ada umat Muslim yang sukses menjadi politisi dan masuk pemerintahan," kata Syarif. Di Belgia sendiri saat ini ada sekitar 150 masjid, yang kebanyakan berada di rumah-rumah. Maka Masjid Agung Brussels ini bisa dibilang yang terbesar dan termegah di Belgia. "Masjid ini bisa menampung hingga lima ribu umat. Biasanya penuh pada saat Hari Raya Idul Fitri," kata Syarif, yang juga pengurus La Ligue du Monde Islamique. Maka, pada hari-hari biasa, keberadaan masjid ini tidak begitu mencolok. Selain untuk beribadah, masjid ini jadi tempat untuk belajar mengaji dan pendalaman agama Islam. Dari luar, masjid ini sepintas mirip museum. "Memang ini dulunya adalah museum, namun bangunan ini dihibahkan menjadi Masjid oleh mendiang Raja Baudouin pada 1967, yang diserahkan secara simbolis kepada mendiang Raja Arab Saudi, Faisal, saat berkunjung ke Belgia pada 1967," kata Syarif. Maka, pemugaran dan pemeliharaan bangunan ini didanai oleh pemerintah Arab Saudi. Masjid ini pun menjadi simbol hubungan yang harmonis antara masyarakat Barat dan Timur, yang dilakoni oleh Belgia dan Arab Saudi. "Jadi, bisa dibilang kedua pemerintah patungan dalam membiayai pengelolaan masjid ini. Pemerintah Belgia menggaji Imam masjid sebesar 1.800 euro per bulan ditambah 800 euro sebagai tunjangan. Sedangkan Arab Saudi menggaji para pengurus masjid termasuk saya," kata Syarif. Renne R.A Kawilarang / viva.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini