Makna Anggun Sapaan 'Sampurasun'

Makna Anggun Sapaan 'Sampurasun'
info gambar utama
By Akhyari Hananto Saya pertama kali mendengar ucapan "Sampurasun" di serial  sandiwara radio berpuluh tahun silam, yakni Saur Sepuh yang memunculkan 'nama-nama besar' seperti Brama Kumbara, Mantili, Raden Bentar, dan lain-lain. Masa itu, inilah acara radio paling digemari di seluruh Indonesia. Selain itu, acara-acara di TVRI waktu itu pun, karena kedekatan geografis dengan Jakarta dimana TVRI berada, banyak menampilkan drama-drama yang bersetting di Jawa Barat. Di era itulah, saya mulai mengenal Jawa Barat , tanah Priangan , tanah Pasundan. Sebuah tempat yang penuh dengan hamparan pegunungan, sawah padi, kebun-kebun sayur, kebun teh yang hijau menyegarkan,  sungai yang mengalir, tari jaipong yang atraktif, angklung yang mengalun menghanyutkan, para petani yang saling tersenyum, dan tentu saja,...ehm...mojang priangan yang elok rupawan. Keindahannya luar dalam, mulai dari bentang alamnya yang menakjubkan, orang-orangnya yang santun, serta budayanya yang adiluhung. Priangan atau Parahyangan yang berarti tempat para hyang (dewa) bersemayam. Menurut legenda Sunda, tanah Priangan tercipta ketika para dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya. Kisah ini bermaksud untuk menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur. :) Satu hal yang pasti, saya terpesona dengan segala hal tentang Sunda, termasuk bahasanya yang indah. "Sampurasun" ada di dalamnya. Sampurasun berasal dari kalimat "sampurna ning ingsuh" yang memiliki arti "sempurnakan diri Anda". Kesempurnaan diri adalah tugas kemanusiaan yang meliputi empat macam penyempurnaan. Keempat penyempurnaan itu adalah penyempurnaan pandangan, penyempurnaan pendengaran, penyempurnaan pengisapan, dan penyempurnaan pengucapan. Keempatnya bermuara pada kebeningan hati. "Pancaran kebeningan hati akan mewujud sifat kasih sayang hidup manusia, maka orang Sunda menyebutnya sebagai ajaran Siliwangi, silih asah, silih asih, silih asuh.
(Dari Facebook  bupati Purwakarta pada 25 November 2015)
Ketajaman indrawi orang Sunda dalam memaknai sampurasun melahirkan karakter waspada permana tinggal, ditandai oleh ceuli kajaga ku runguna, panon kajaga ku awasna, irung kajaga ku angseuna, letah kajaga ku ucapnayang bermuara padahate kajaga kuiikhlasna (telinga terjaga oleh pendengarannya, mata terjaga oleh penglihatannya, hidung terjaga oleh penciumannya, lidah terjaga oleh ucapannya yang bermuara pada hati yang memiliki kebeningan). Menurut LQ Hendrawan, seorang pemerhati budaya Sunda.  sapaan sampurasun memang menjadi ciri masyarakat Pa-Ra-Hyang (bukan Jawa Barat), khususnya mereka yang menempuh ajar pikukuh Sunda. Arti sampurasun adalah sebagai berikut. SAM: sami/samaPURA: keindahan/kesucian/kedamaianSUN: sebutan bagi putra-putri bangsa Matahari (Bataraguru) Dalam adab dan tata-kramanya, ketika sampurasun diucapkan, pengucapannya harus disertai dengan merapatkan kedua telapak tangan sambil menghadap kepada orang yang kita sapa. Berkaitan dengan usia, terdapat dua cara yang bisa dilakukan. 1. Menghaturkan sikap sembah di depan wajah sambil menunduk. Hal ini dilakukan bila obyek sapa berusia lebih tua dari yang menyapa. 2. Menghaturkan sikap sembah di depan dada dengan wajah menunduk. Hal ini dilakukan orang yang disapa usianya lebih muda. Bila seseorang mengucapkan sampurasun, bagaimanakah cara menjawabnya? Apakah dengan mengucapkan sampurasun juga? Jawaban atas sapaan sampurasun bukan dengan mengucapkan sampurasun kembali. Jawaban ucapan sampurasun adalah rampes yang biasanya disertai dengan ucapan mugia rahayu sagung dumadi. :)
(Dari Selasar.com dan sumber-sumber lain)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini