Menapaki Hutan Bonsai di Fatumnasi

Menapaki Hutan Bonsai di Fatumnasi
info gambar utama
IMG_0819 Sejak meninggalkan Kilometer 12, sebutan oleh warga Fatumnasi untuk daerah perbukitan yang berada di tepi jalan, saya makin dibuat penasaran dengan keadaan Hutan Bonsai yang menjadi tujuan utama kami. “Nanti disana ada banyak bunga Anggrek,” ujar Pak Mesakh, pemandu wisata yang menemani rombongan kami menjelajah So’e, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur. Hutan Bonsai, Anggrek, Kaki Gunung Mutis, adalah kata – kata yang sering diucapkan Pak Mesakh saat bercerita panjang tentang destinasi wisata kami kali ini. Saya membayangkan tanaman bonsai yang biasanya tumbuh kerdil di pot akan berukuran puluhan kali lebih besar dan di dahannya tumbuh bunga – bunga anggrek yang berwarna – warni. Pemandangan unik tersebut berada di kawasan Kaki Gunung Mutis. Saya tak sabar untuk segera sampai dan menjejakkan kaki di tempat tersebut. Namun perjalanan saya menuju Hutan Bonsai di Kaki Gunung Mutis tidak mudah. Meskipun menaiki kendaraan roda empat dan duduk manis di dalamnya namun medannya cukup sulit. Jalanan berbatu tak beraspal menjadi teman perjalanan saya selama lebih dari 2 jam perjalanan. Beberapa kali saya merasa seperti menaiki perahu dengan ombak yang cukup besar karena guncangannya yang cukup keras. Namun keadaan jalan sedikit membaik meskipun masih berkerikil kecil ketika sampai di Desa Fatumnasi. Sepertinya rombongan mobil kami menarik perhatian warga sekitar. Beberapa anak kecil terlihat berlari – lari di tanah yang sedikit lapang. Mereka melambaikan tangan sambil tersenyum lebar menyapa kami. Kami pun membalas lambaian tangan mereka sambil melemparkan senyum. IMG_0887 Setelah beristirahat sejenak di Penginapan Lopo Mutis kami melanjutkan perjalanan. Pak Mesakh kembali berkata pada kami bahwa Hutan Bonsai sudah cukup dekat. Setelah melewati rumah terakhir dari Desa Fatumnasi kami kembali ke jalan berbatu. Bahkan ada satu jalan yang mengharuskan mobil untuk berjalan satu persatu karena medan jalan berupa cekungan yang mengharuskan mobil berjalan lebih hati – hati lagi. Meskipun jalanan yang dilalui cukup berat saya cukup terhibur dengan pemandangan di sekitar. Banyak sekali kuda – kuda entah liar atau dipelihara oleh warga yang berlarian di rumput berwarna kecoklatan. Sungguh unik dan menyenangkan! Saya seperti berada di salah satu adegan negeri dongeng dimana kuda – kuda berlarian tanpa ada yang menghalangi. Sinar matahari menuju senja yang hangat menambah keindahan pemandangan di sekitar saya. Kuda – kuda tersebut terlihat cuek dengan kami yang melintas di jalanan utama. Mereka tetap asyik berlari dan sesekali menundukkan kepala mencari – cari apa yang sekiranya bisa dimakan di sore hari. IMG_0890IMG_0892 Tiba – tiba mobil yang saya naiki berjalan pelan. “Kita sudah sampai di Hutan Bonsai,” kata Pak Mesakh memecah keheningan di dalam mobil. Akhirnya mobil menepi dan kami semua segera turun. Dari kejauhan terlihat pepohonan yang cukup unik. Pak Mesakh menjelaskan bahwa itu adalah pohon yang menjadi tujuan utama kami, pohon bonsai yang tumbuh hampir sama dengan yang ada di Jepang tepatnya di Istana Hirohito. Ranting daunnya menjulur saling bersentuhan dengan ranting pohon lain. Batang – batang pohonnya berlekuk – lekuk. Akar pohonnya dirambati oleh lumut. Sangat mirip dengan pohon bonsai yang biasanya dijual namun kali ini ukurannya lebih besar. Yang membuat saya makin tertegun adalah tidak hanya satu dua buah pohon namun banyak sekali pohon bonsai yang tumbuh disana. “ Ini satu – satunya di Indonesia dan ada lagi di jepang,” ujar Pak Mesakh di saat saya melihat pohon ini dari kejauhan. IMG_0895 Saya makin penasaran dan akhirnya berjalan mendekat mencoba menyentuh lumut yang hidup di akar – akar pohon. Saya kurang mengetahui apa jenis lumutnya yang pasti lumut tersebut terasa kasar dan cukup besar dari ukuran lumut yang biasanya saya jumpai. Ketika saya mendongak ke atas ada dedaunan yang tumbuh di rantingnya namun berbeda dengan daun yang tumbuh di pucuk ranting-ranting pohon bonsai. Di dalam mobil tadi Pak Mesakh berkata bahwa ada anggrek yang tumbuh di sana. Namun saya tidak menemukan satu pun bunga anggrek. Yang saya temukan adalah daun yang memang mirip dengan daun bunga anggrek yang hidup di ranting pohon bonsai. Mungkin ini belum masuk musimnya anggrek jadi belum ada satupun bunga yang mekar. IMG_0896 Udara di sini sangat sejuk. Saya sangat menikmati pemandangan di kaki Gunung Mutis ini. Keadaan alamnya sedikit berbeda dengan kaki gunung yang biasanya saya datangi. Ditambah dengan adanya pepohonan bonsai raksasa makin membuat saya betah berlama – lama duduk sambil mengambil gambar dari kamera saku saya. Kalau benar ini adalah satu – satunya Hutan Bonsai di Indonesia, sungguh perjalanan saya kali ini begitu berharga. Datang disambut dengan penyambutan yang begitu meriah dan diajak untuk menari bersama di Lopo Mutis sampai akhirnya melihat secara langsung deretan pepohonan yang berbentuk unik, pohon bonsai yang ukurannya sangat besar yang hanya ada di Kaki Gunung Mutis yang mirip dengan pohon bonsai di halaman salah satu istana di Jepang. Tak lama kemudian suara Pak Mesakh kembali terdengar memanggil kami untuk kembali ke dalam mobil. Sebentar lagi matahari akan terbenam, dan kaki gunung ini akan gelap gulita. Selain itu di Homestay Lopo Mutis sudah disediakan beberapa hidangan hangat untuk kami. Dengan satu tarikan nafas panjang perlahan saya meninggalkan kaki gunung ini kembali naik ke atas mobil. Terima kasih Gunung Mutis.. IMG_0914

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini