Pemerintah Indonesia Resmikan Pabrik Sagu Terbesar di Papua

Pemerintah Indonesia Resmikan Pabrik Sagu Terbesar di Papua
info gambar utama
Ketahanan pangan menjadi aspek penting yang harus tetap diperhatikan oleh sebuah negara. Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus menerus meningkat sangat bergantung pada produksi pangan baik yang diproduksi dari dalam negeri maupun yang didatangkan dari impor. Bila dahulu produksi beras domestik masih mampu untuk memenuhi kebutuhan lokal, saat ini beras impor sangat dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan suplai pertanian lokal. Bila hal ini terus terjadi, Indonesia akan sangat bergantung pada negara lain bahkan hanya untuk menyajikan makanan di masing-masing piring penduduk. Oleh karena itu diperlukan diversifikasi pangan dari beras menuju bahan pangan lain yang mampu diproduksi secara mandiri. Salah satunya adalah Sagu.
Pohon Rumbia yang telah ditebang dan diserut sebelum diolah menjadi tepung sagu Pohon Rumbia yang telah ditebang dan diserut sebelum diolah menjadi tepung sagu

Sagu merupakan pohon asli Indonesia yang menjadi sumber karbohidrat yang utama. Sagu ini dapat dijadikan makanan yang menyehatkan, bieothanol, gula untuk industri makanan, minuman, pakan ternak, industri kertas, farmasi dan lain sebagainya. Sagu umumnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia timur. Untuk memenuhi kebutuhan Sagu untuk wilayah Indonesia timur tersebut, pada awal tahun ini pemerintah meresmikan pabrik Sagu baru yang memiliki skala produksi terbesar di Indonesia dan mungkin Asia Tenggara. Pabrik sagu tersebut terletak di Distrik Kais, Sorong Selatan, Papua Barat, yang dibangun oleh Perum Perhutani. Beroperasinya Pabrik sagu ini diharapkan akan mempengaruhi percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat, khususnya kedaulatan pangan berupa sagu. Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar mengatakan, pembangunan sagu di Papua Barat ini adalah tindak lanjut dari pemerintah melalui BUMN untuk percepatan pembangunan di tanah cenderawasih ini. Selain itu, pembangunan pabrik ini juga diharapkan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional (engine of growth). Menurut Mustoha, program ini pun salah satu bagian dari tugas pemerintah, yang telah diamandatkan dalam Nawa Cita. Mustoha pun menilai, Indonesia sangat berpotensi menjadi produsen sagu terbesar di dunia. Pasalnya, mayoritas pohon sagu tumbuh kembang di tanah air ini. "Tanaman sagu di Indonesia luasnya kurang lebih 1,4 juta Ha. Termasuk di Papua lebih kurang 1,2 juta Ha. Di Papua Barat diperkirakan luasnya 600 ribu Ha, dan Sorong Selatan sekitar 349 ribu Ha hutan sagu," kata Mustoha. Menurut dia, pohon sagu tumbuh secara alami. Untuk itu, jika tidak dimanfaatkan maka pohon tersebut pun akan mati dengan sendirinya. "Sehingga tepung sagunya terbuang percuma," lanjut dia. Mustoha menambahkan, pohon sagu yang mati tersebut dapat berpengaruh buruk terhadap regenerasi rumpun-rumpun sagu lantaran terjadi degradasi pohon. Sebab, tanaman yang mati ini akan menjadi racun bagi anakan pohon yang akan tumbuh selanjutnya.
Warga lokal yang mengolah pohon Rumbia masih secara tradisional. (Foto: Fahrul Jayadiputra / ANTARA) Warga lokal yang mengolah pohon Rumbia masih secara tradisional. (Foto: Fahrul Jayadiputra / ANTARA)

Pemanfaatan hutan sagu melalui industrialisasi dianggap telah menjadi kebutuhan agar sumber daya pati atau karbohidrat dapat digunakan secara berkelanjutan sesuai daya dukung alam. Sehingga, ekosistem sagu dapat berjalan dengan baik dan produktivitas sagu dapat meningkat. "Kualitas Pohon Sagu Raja asal Papua bisa menghasilkam sagu hingga 900 kilogram per batang, berbeda dengan pohon sagu di barat Indonesia dan Malaysia yang menghasilkan tepung sagu maksimal 150 Kg sampai 250 Kg per batang," jelas dia. Harga jual sagu pun dinilai akan terus meningkat. Pada 2012, harga jual sagu sebesar Rp 5800 hingga Rp6.800 per kilogram. Pada 2015, harga meningkat menjadi Rp6.800 per kilogram. Perum Perhutani juga akan mendapatkan Rp100 miliar per tahun dari penjualan sagu ini. Mereka akan menggunakan sekitar 40 pekerja di pabrik dan 400-500 pekerja di lahan hutan sagu.
Hasil tepung sagu yang sudah diolah menjadi semacam gel dan siap dimakan. Hasil tepung sagu yang sudah diolah menjadi semacam gel dan siap dimakan.

Presiden Joko Widodo juga sempat meninjau pengoperasian pabrik sagu milik Perum Perhutani yang dibangun di Distrik Kais, Sorong Selatan, Papua Barat. Pabrik sagu terbesar itupun telah resmi beroperasi 1 Januari 2016 kemarin. Presiden berharap semoga pabrik tepung sagu ini bisa bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Pabrik yang dibangun di atas lahan seluas 8 hektar ini mampu menolah bahan mentah sagu hingga 100 ton per hari atau 6.000 tual per hari. Namun, pengoperasian penuh baru akan dilakukan 2017 mendatang. Hasilnya pengolahan ini nantinya akan dipasarkan di Papua, Jakarta, Cirebon, Semarang Surabaya, dan Medan. Sedangkan, target luar negeri akan dipasarkan di Jepang, Korea, Thailand dan China. sumber: Metro Tv

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini