Pria Jogja ini Adalah Maestro di Balik Desain Uang Rupiah

Pria Jogja ini Adalah Maestro di Balik Desain Uang Rupiah
info gambar utama

Menjadi seniman lukis tampaknya sudah menjadi jalan hidupnya. Bila Kawan GNFI berkunjung ke rumah pria yang dikenal sebagai maestro gambar-gambar yang muncul di uang Rupiah ini, akan terlihat sejumlah lukisan realis terpajang. Menggambar untuk mata uang tidaklah mudah. Membutuhkan teknik dan ketekunan mental yang tinggi. Salah satu seniman dengan kemampuan istimewa tersebut adalah Mujirun.

Pria asal Yogyakarta tersebut merupakan pensiunan pegawai perusahaan Percetakan Uang Republik Indonesia atau yang umum dikenal sebagai Peruri. Berbagai karya gambar Mujirun telah digunakan dalam mata uang kertas rupiah pada era 70an sampai akhir 90an. Mulai dari uang pecahan Rp 100 hingga Rp 50 ribu.

Hal yang membuat karya gambar Mujirun istimewa adalah teknik menggambarnya yang dilakukan dengan mengukir, atau dikenal dengan teknik engraving dan pengukirnya disebut sebagai engraver. Teknik ini banyak digunakan untuk desain mata uang di seluruh dunia karena dianggap sebagai teknik gambar yang paling rumit dan sulit untuk dipalsukan. Engraving sendiri dilakukan dengan cara mencukil media logam dengan tingkat presisi dan akurasi yang sangat mendetail. Itulah sebabnya, tidak banyak seniman yang bisa melakukan engraving di Indonesia.


Salah satu karya Mujirun yang dianggap membanggakan adalah gambar uang seri "Pak Harto Mesem". Sebab, pembuatannya tidak hanya bersaing dengan engraver dari Peruri. Karyanya harus diadu dengan engraver dari luar negeri.

"Gambar sketsa wajah Pak Harto karya saya dan karya engraver dari Australia terpilih untuk diserahkan ke Setneg (Sekretariat negara, Red) untuk dipilih salah satu," terangnya.

Tanpa diduga, pihak Istana Negara menjatuhkan pilihan pada karya Mujirun. Gambar "Pak Harto Mesem" itulah yang kemudian menghiasi uang Rp 50 ribu yang diterbitkan pada 1995. "Gambar itu yang paling mengesankan," tuturnya.

Selain karya itu, ada beberapa karya Mujirun lain yang cukup fenomenal. Di antaranya, gambar pahlawan Sisingamangaraja XII di uang Rp 1.000 (keluaran 1987), gambar rusa Cervus timorensis untuk uang Rp 500 (1988), gambar anak Gunung Krakatau untuk uang Rp 100 (1991). Lalu, gambar Gunung Kelimutu untuk uang Rp 5.000 (1991), Ki Hajar Dewantoro di uang kertas Rp 20 ribu (1998), paskibraka di uang Rp 50 ribu (1999), serta gambar Kapitan Pattimura Rp 1.000, gambar Pulau Maitara dan Tidore Rp 1.000, serta Tuanku Imam Bonjol Rp 5.000 (ketiganya keluaran 2001).

Mujirun jugalah yang membuat gambar pahlawan Oto Iskandar Di Nata pada uang Rp 20 ribu yang dikeluarkan pada 2004. Terakhir, sebelum pensiun, pria 55 tahun itu membuat gambar I Gusti Ngurah Rai untuk uang pecahan Rp 50 ribu keluaran 2009.

Selain memiliki peran penting di Indonesia, Mujirun juga pernah berkarya untuk negeri tetangga, Malaysia. Bahkan sempat ditawari gaji dan fasilitas yang mewah.


"Selama di Peruri, alhamdulillah saya banyak mendapatkan kepercayaan. Saya juga pernah dikirim ke Malaysia menangani security printing untuk stamp hasil. Itu kalau di Indonesia, ya semacam meterai," terangnya.

"Saya masih ingat betul kalimat iming-imingnya. Katanya di sini (Malaysia) tukang batu saja istrinya bisa membeli kalung-kalung besar, apalagi yang punya kemampuan seperti saya," kenangnya.

Mujirun juga pernah dikirim ke Inggris pada 1992 atau dua tahun setelah dari Malaysia. Di Negeri Ratu Elizabeth itu, Mujirun ditugasi studi banding soal gambar uang. Terakhir, pada 2004, dia ditugasi ke Hungaria untuk belajar software engrave.

Mujirun menjelaskan, saat ini tidak semua gambar di mata uang kertas rupiah dikerjakan dengan teknik engrave manual. Ada beberapa gambar yang dikerjakan dengan aplikasi program komputer. Dia lalu menunjukkan perbedaan hasil engrave manual dengan computerized. Perbedaannya terletak pada kontur yang dihasilkan dari goresan-goresan garis pada kertas. Hal itu lebih tampak saat dilihat dengan kaca pembesar.

Karirnya di Peruri usai ketika Mujirun berusia 50 tahun atau pada tahun 2009, dirinya mengajukan pensiun diri dengan alasan ingin kembali ke rumah dan lebih banyak berkarya di sana.

Pria yang saat ini menjadi pelukis lepas tersebut tak tahu mengapa di Indonesia tidak banyak seniman yang tertarik menekuni teknik engrave. Bahkan, Ibu Negara Ani Yudhoyono pernah menyarankan agar Mujirun terjun ke dunia akademik untuk mendidik calon-calon seniman engraver.

"Dalam pameran di Epicentrum, Jakarta, November 2012, Bu Ani meminta saya membuka sekolah engrave. Katanya sayang kalau tidak ada generasi baru yang bisa teknik menggambar itu," ungkapnya.

Mujirun mengaku siap membagikan ilmunya kepada generasi muda. Hanya, sejauh ini dia masih belum bisa mewujudkan gagasan itu karena keterbatasan modal dan fasilitas.

"Kalau ada yang membuka sekolah khusus engrave, saya siap membantu," tegas pria penggemar wayang tersebut.

sumber: JPNN

Featured Image: Beritadaerah.co.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini