Reblood, Startup Penyambung Nyawa Inisiasi Srikandi asal Surabaya

Reblood, Startup Penyambung Nyawa Inisiasi Srikandi asal Surabaya
info gambar utama

Mengarungi dunia teknologi digital saat ini tidak lagi didominasi oleh kalangan pria, namun kalangan perempuan juga diberikan jalan yang luas untuk berperan. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyaknya perempuan yang berperan. Tidak hanya satu dua perusahaan teknologi internet dan digital bermunculan yang dipimpin maupun diinisiasi oleh perempuan.

Salah satunya adalah start up bernama ReBlood yang dimulai oleh Leonika Sari Njoto Boedioetomo. Perempuan 22 tahun lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya tersebut menjadi Founder dari sebuah gerakan berbasis aplikasi yang mengajak para penggunanya untuk mendonorkan darahnya. Tidak sekadar mendonorkannya, namun juga mengakomodirnya, mengedukasi, bahkan mengapresiasi mereka.

Leonika saat menghadiri Femaledev Summit, Forum Para Coder Perempuan di Indonesia (Foto: Ziliun.com)
info gambar

Leonika tergerak untuk mendirikan Reblood karena menyadari adanya permasalahan dalam suplai darah yang dibutuhkan dunia medis di Indonesia setiap tahunnya. Mengutip data dari Kementrian Kesehatan, Leonika menyebutkan bahwa pada tahun 2013 Indonesia kekurangan 2,4 juta kantong darah dan 1 juta kantong pada tahun 2014. Meski angkanya menurun, menurutnya angka tersebut masihlah sangat tinggi.

Berbekal latar belakang pendidikan yang bergerak dibidang Sistem Informatika, Leonika bersama teman-temannya yang tergabung dalam Reblood Indonesia membuat aplikasi bermisi kemanusiaan yang bergerak untuk kemudahaan donor darah.

Berkat ReBlood yang diusung oleh Leonika mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sebuah pelatihan kewirausahaan tingkat dunia yang diadakan di Massachusetts Institute of Technology, MITx Global Entrepreneurship Bootcamp di tahun 2014.

Leonika saat berada di MIT (Foto: dok Leonika.sari / Facebook.com)
info gambar

Di MIT, Leonika mengaku mendapatkan banyak pengalaman menarik terkait bidang kewirausahaan. "Di sana saya menerima pelatihan mulai dari pukul tujuh pagi hingga pukul sebelas malam. Namun saya sangat menikmatinya karena materi yang diberikan tergolong baru dan pengajarnya juga dosen- dosen terkenal," cerita perempuan yang juga mendapatkan anugerah Mandiri Young Technopreneur pada tahun 2014.
"Ada 54 ribu lebih aplikasi yang mendaftar dari seluruh dunia, tetapi yang dipilih hanya 50 dan Reblood salah satunya," kata Leonika.

Reblood sendiri dimulai dari ITS sebagai tugas kuliah. Namun, aplikasi tersebut dikembangkan hingga akhirnya bermanfaat bagi masyarakat. Semula hanya merupakan aplikasi sederhana. Namun, setelah mengikuti berbagai macam perlombaan, berbagai fitur Reblood pun semakin canggih.
"Kami ingin, tidak ada lagi masyarakat Indonesia yang mati karena keterlambatan transfusi darah," ujar Leonika.

Ide Reblood sendiri muncul lantaran Leonika mendengar kabar bahwa terdapat mahasiswa ITS kecelakaan dan membutuhkan transfusi darah. Ia juga menemukan artikel tentang penyakit talasemia sehingga penderitanya harus mendapatkan transfusi darah setiap bulannya.

"Saya sedih sekali, makanya ingin membantu mereka dengan apa yang saya bisa," ujar perempuan kelahiran Surabaya, 18 Agustus 1993 ini.

Ia melihat masalah utama transfusi darah adalah Indonesia selalu kekurangan donor darah. "Harusnya, minimal 1,3 juta orang per tahunnya mendonorkan darahnya," ucapnya. Padahal, menurut American Red Rross, setiap orang membutuhkan transfusi darah minimal sekali dalam hidupnya.

Proses transfusi darah dari rumah sakit dan Palang Merah Indonesia (PMI) membutuhkan waktu setengah jam. Bisa dibayangkan bagaimana jika ada orang yang mengalami kondisi gawat darurat dan segera membutuhkan transfusi darah. "Taruhannya nyawa," ucapnya. Untuk itu, lewat aplikasi Reblood ia ingin meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta rutinitas aktivitas donor darah.

Saat ini Reblood berfungsi aplikasi yang menghubungkan rumah sakit dan PMI. Jika terdapat kasus pasien yang membutuhkan transfusi darah sementara stok darah di rumah sakit habis, pihak rumah sakit bisa mencari dan memesannya secara online di Reblood. Melalui aplikasi tersebut rumah sakit bisa tahu bank darah mana yang masih tersedia. Prosesnya cukup mudah, tinggal memasukkan nama pasien serta golongan darah yang dibutuhkan.

"Hanya butuh waktu delapan menit. Kalau pencarian manual kan lama, harus telepon satu-satu," ujarnya.
ReBlood saat ini juga sedang mengembangkan satu aplikasi baru bernama Reddo. Sebuah aplikasi yang diperuntukkan bagi masyarakat agar dapat rutin melakukan donor darah. Pengembangan aplikasi ini dikembangkan langsung bersama PMI.

Secara konsep, Reddo dibuat mirip dengan FourSquare yang memampukan pengguna untuk melakukan check in setelah melakukan donor darah. Selain itu Reddo juga akan menjelaskan dimana saja lokasi-lokasi donor darah terdekat. Reddo juga berfungsi sebagai sebuah aplikasi pengingat bagi pendonor maupun penyedia informasi seputar donor darah dan kesehatan.

Tampilan aplikasi Reblood di Google Play
info gambar

Fitur pengingat tersebut berangkat dari fakta bahwa banyak sekali calon pendonor yang tertolak hanya karena kurang siap. "Banyak yang dateng ke event donor darah, tapi banyak juga yang ditolak. Rata-rata hanya 40-50% pengunjung yang diterima untuk donor. Kok bisa banyak yang ditolak? Soalnya kurang tidur, makan ga teratur, lupa sarapan, yang akhirnya bikin gak lolos tes hemoglobin dan tekanan darah. Akhirnya kita kasi reminder melalui Reblood supaya pendonor lebih siap pada saat hari H," jelas Leonika. Menariknya setiap kali pengguna Reddo usai melakukan donor, mereka akan terdapat poin sebagai penghargaan.

Menilik perjuangan Leonika di dunia kampus. Perempuan yang saat ini juga aktif sebagai kontributor di Google Forum ini harus berjuang di jurusan sistem informasi yang ditempuhnya. Sebab dirinya harus bersaing dengan mayoritas mahasiswa di kampusnya. Sebuah stereotip umum bahwa teknik lebih cocok untuk anak laki-laki, sedangkan perempuan sebagai analisis. Meski begitu, Leonika bertekad mengubah stigma tersebut.
Tidak mudah berada di bidang ini. Ketika awal masuk kuliah, perempuan yang awalnya bermimpi kuliah di Kedokteran ini tidak tahu sama sekali bagaimana melakukan coding sehingga membuatnya mendapatkan nilai buruk pada semester pertama. Leonika tidak menyerah dan terus mempebaiki kemampuannya. Hingga akhirnya mampu lulus dari ITS pada tahun lalu.

Sejak remaja, Leonika mengaku menyenangi pelajaran biologi, terutama yang berkaitan dengan kesehatan manusia. Walau sekarang berkuliah di bidang teknologi, Leonika bermimpi untuk bisa menggabungkan keduanya.

"Teknik informasi juga bisa menyelesaikan masalah kesehatan manusia," katanya optimis.
Menurutnya, aplikasi di dunia maya cukup efektif mengajak masyarakat terlibat. Perempuan yang juga hobi bermain game ini mengatakan bahwa media sosial bisa mengubah perilaku seseorang yang tadinya tertutup menjadi terbuka. Berangkat dari hal ini, ia ingin memanfaatkan tekonologi informasi berupa aplikasi untuk kegunaan yang baik.

Memulai dan menjalankan ReBlood bukanlah tanpa tantangan. Leonika mengaku sering mendapat penolakan kerjasama dari beberapa rumah sakit. "Karena dianggap masih mahasiswa sehingga penerimaannya susah sekali," kenang Leonika.

Meski penuh tantangan, Leonika menikmati aktivitas sosialnya ini. "Donor darah satu kali bisa membantu tiga nyawa. Kami ingin bisa mengubah masyarakat yang belum rutin darah menjadi rutin mendonor darah," kata dia.

Membuat sebuah perusahaan digital memang sangat erat hubungannya dengan membangun sebuah tim yang solid. Menurut Leonika, membuat tim tidak hanya kompak namun harus dipikirkan baik-baik. "Sebaiknya, anggota tim harus beragam supaya bisa saling melengkapi," ucap Leonika.

Namun hal terpenting menurutnya adalah jangan biarkan orang lain meremehkan kita. "Jangan pernah membiarkan siapa pun mendefinisikan diri kita. Jika percaya bahwa kita memiliki potensi untuk mencapai tujuan, maka lakukanlah," kata dia.

Leonika mengaku memiliki mimpi membangun Indonesia yang lebih baik dengan menyelamatkan lebih banyak nyawa melalui donor darah. "Di masa depan, kita ga ingin melihat lagi ada orang yang meninggal karena terlambatnya transfusi darah," tegasnya.

Sumber: Ziliun; Republika

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

BR
RG
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini