Burung Asli Sulawesi yang Selalu Setia Pada Pasangannya..

Burung Asli Sulawesi yang Selalu Setia Pada Pasangannya..
info gambar utama

Indonesia merupakan negara mega biodiversity, tempat hidup aneka spesies hewan dan tumbuhan, yang secara hipotesis terbagi antara garis Wallacea dan Weber. Dua garis ini memisahkan wilayah geografis hewan Asia dan Australia. Bagian barat dari garis ini berhubungan dengan spesies Asia, dan di timur kebanyakan berhubungan dengan spesies Australia. Salah satu keragaman spesies hewan khas ekosistem Wallacea adalah Burung Maleo (Macrocephalon maleo).

Burung Maleo merupakan burung endemik Sulawesi. Habitat burung nan cantik dengan panjang sekitar 55 cm ini terdapat di beberapa tempat di Pulau Sulawesi. Diantaranya adalah Desa Saluki, Kecamatan Gumbasa, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Selain sebagai satwa endemik Burung Maleo (Macrocephalon maleo) ini yang mulai langka dan dilindungi ini juga merupakan burung yang unik. Keunikannya mulai dari struktur tubuh, habitat, hingga tingkah lakunya yang salah satunya adalah anti poligami.

Menurut Herman Sasia (42), salah seorang petugas polisi khusus Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu, yang peduli dengan maleo dan sudah paham betul prilaku burung nan cantik dan ancaman terhadap telurnya,kalau betinanya menyimpan telurnya, sang jantan pasti menemani. Dan keduanya gantian berjaga. Kalau betina yang menggali tanah si jantan pasti berjaga-jaga. Begitu pula sebaliknya.

Menurut Herman, burung maleo selalu membuat beberapa lubang tipuan untuk menyimpan telurnya, demi mengecoh para predator.

“Tapi kita sudah tahu mana lubang yang ada telurnya dan yang tidak. Nanti telur-telur itu kita tetaskan di tempat penangkarannya,” ujarnya.

Keunikan Burung Maleo

Selain keunikan dalam menjaga telur – telur mereka ada beberapa keunikan lain dari Burung Maleo (Macrocephalon maleo) antara lain:

1.Tonjolan di kepala; Maleo memiliki tonjolan (tanduk atau jambul keras berwarna hitam) dikepala. Pada saat masih anak dan remaja, tonjolan di kepala ini belum muncul, namun pada saat menginjak dewasa tonjolan inipun mulai tampak. Diduga tonjolan ini dipakai untuk mendeteksi panas bumi yang sesuai untuk menetaskan telurnya (Meskipun hal ini masih memerlukan pembuktian secara ilmiah).

2.Tidak suka terbang. Meskipun memiliki sayap dengan bulu yang cukup panjang, namun lebih senang jalan kaki dari pada terbang.

3.Habitat dekat sumber panas bumi. Maleo hanya bisa hidup di dekat pantai berpasir panas atau di pegununungan yang memiliki sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Sebab di daerah dengan sumber panas bumi itu, Maleo mengubur telurnya dalam pasir.

4.Maleo memiliki ukuran telur yang besar, mencapai 5 kali lebih besar dari telur ayam. Beratnya antara 240 hingga 270 gram. per butirnya.

5.Maleo tidak mengerami telurnya. Telur burung endemik ini dikubur sedalam sekitar 50 cm dalam pasir di dekat sumber mata air panas atau kondisi geothermal tertentu. Telur yang ditimbun itu kemudian ditinggalkan begitu saja dan tak pernah diurus lagi. Suhu atau temperatur tanah yang diperlukan untuk menetaskan telur maleo berkisar antara 32-35 derajat celsius. Lama pengeraman pun membutuhkan waktu sekitar 62-85 hari.

6.Perjuangan anak Maleo. Anak maleo yang telah berhasil menetas harus berjuang sendiri keluar dari dalam tanah sedalam kurang lebih 50cm (bahkan ada yang mencapai 1 m) tanpa bantuan sang induk. Perjuangan untuk mencapai permukaan tanah akan membutuhkan waktu selama kurang lebih 48 jam. Inipun akan tergantung pada jenis tanahnya. Sehingga tak jarang beberapa anak maleo dijumpai mati “ditengah jalan”.

7.Anak yang mandiri. Anak yang baru saja mencapai permukaan tanah sudah memiliki kemampuan untuk terbang dan mencari makan sendiri (tanpa asuhan sang induk).

8.Monogami. Maleo adalah monogami spesies (anti poligami) yang dipercaya setia pada pasangannya. Sepanjang hidupnya, ia hanya mempunyai satu pasangan. Burung ini tidak akan bertelur lagi setelah pasangannya mati.

Sayangnya semakin hari, satwa endemik yang unik ini semakin langka.Kelangkaan fauna unik ini antara lain disebabkan oleh terdesaknya habitat terutama yang berada di luar kawasan konservasi, perburuan telur Maleo oleh manusia serta ancaman predator antara lain : Biawak (Varanus sp), Babi Hutan (Sus sp), dan Elang.

Beruntung Dinas Kehutanan Melalui Balai Taman Nasional Lore Lindu berhasil membuat penangkarannya, bekerja sama dengan masyarakat setempat. Paling tidak usaha ini mampu sedikit meminimalisir bahaya kepunahan yang mengancam burung anti poligami ini.

alamendah.org

mongabay.co.id

Gambar: cmsdata.iucn.org

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

II
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini