Rakyat Maluku yang Makin Berilmu

Rakyat Maluku yang Makin Berilmu
info gambar utama

McKinsey pernah mengungkapkan hasil penelitinnya tentang the new consuming class (atau orang kaya baru) di Indonesia. Hasil analisanya menyimpulkan bahwa padaa tahun 2010 sudah ada 45 juta orang kaya baru itu, dan akan naik menjadi 85 juta pada tahun 2020 dan meningkat lagi menjadi 170 juta pada tahun 2030 dimana pada saat itu jumlah penduduk Indonesia mencapai 280 juta orang, itu artinya ada separuh lebih dari total penduduk Indonesia itu adalah orang kaya baru.

Apa karakter the new consuming class itu, mereka adalah masyarakat yang karena meningkatnya pendapatan mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan diluar kebutuhan dasarnya seperti makan. Kelompok ini mampu untuk melakukan perjalanan keluar daerahnya bahkan ke luar negeri. Kita bisa melihat data bahwa bandara Juanda Surabaya yang pada tahun 2008 jumlah penumpangnya 6 juta orang, pada tahun 2015 sudah meningkat menjadi hamper 15 juta orang per tahun. Bandara nasional terpadat yaitu Soekarno-Hatta Jakarta meningkat dari 25 juta menjadi hampir dua kali lipatnya.

Kita lihat di bandara Pattimura Ambon, General Manajer PT. Angkasa Pura I Marpin Butar-Butar tahun 2015 lalu pernah mengatakan bahwa pertumbuhan penumpang dan cargo di bandara Pattimura ini meningkat rata-rata 7% setiap tahun. Jumlah penumpangn mencapai rata-rata 3,500-4,000 per hari. Sangat mengagumkan. Karena itu jangan kaget kalau kita berada di bandara di manapun di nusantara ini, banyak orang yang sepertinya “tidak mampu” naik pesawat karena pakaiannya seadanya dengan pakai sandal japit, penjual Bakso, penjual Soto dsb, mereka naik pesawat kalau pulang ke daerahnya. Mereka itulah termasuk dalam kategori the new consuming class tadi.

Ciri-ciri lain masyarakat yang pendapatannya mulai meningkat tersebut adalah menginginkan apapun yang memiliki kualitas baik (karena mereka sanggup membelinya), ingin pendidikan anaknya bagus, menginginkan makanan yang sehat, menginginkan liburan ke luar daerahnya, bahkan ke luar negeri, menginginkan kantor-kantor pelayanan publik tidak ada antrian panjang dsb dsb.

Karena itu di dunia politik kita lihat ada fenomena baru dalam hal Voters Behavior atau perilaku pemilih. Kalau pada pemilu atau pilkada yang lalu-lalu, para pemilih banyak berdasarkan pada ideologi partai politik. Di Jawa Timur misalnya masyarakat NU pasti memilih tokoh atau calon dari NU. Pengikut partai politik lainnya juga melakukan hal yang sama.

Namun sekarang banyaknya para pemilih yang termasuk golongan the new consuming class itu (termasuk penjual Bakso, petani, Tukang Potong rambut dsb dsb) mereka cenderung memilih calon yang menurut mereka dapat memenuhi keinginan publik tentang hal-hal yang berkualitas.

Orang- orang kota misalnya akan memilih walikota yang dapat menyelesaikan masalah banjir, kemacetan kota, menghapus daerah-daerah kumuh, menyediakan taman-taman untuk masyarakat, menyediakan Rumah Sakit yang layak, yang tidak berjubel, yang perawat dan dokter2nya ramah.

Mengambil contoh di pemilihan Walikota Surabaya, walaupun Walikota pemenangnya (Bu Risma) di usung partai politik; namun banyak pemilih yang memilihnya karena berdasarkan performa Bu Risma yang “down to earth”, suka turun kejalan, bertemu langsung dengan warga – tanpa maksud pencitraan, menyelesaikan masalah banjir dengan cepat, menata kota yang dulu kotor menjadi hijau, membuat taman-taman untuk orang dewasa dan anak-anak. Jadi dasar memilihnya itu sudah tidak lagi terlalu “ideological”. Tentu hal ini tidak berarti bahwa ideology partai tidak penting. Itu masih penting sebagai pembeda dari satu partai ke partai lainnya. Namun pengalaman di berbagai daerah terasuk di Maluku ini menunjukkan bahwa rakyat sudah mulai pintar untuk menentukan pilihan berdasarkan pada performa atau kinerja tokoh yang nyata dan bisa memenuhi harapan mereka – yang menginginkan segala sesuatunya itu ber kualitas.

The new consuming class yang disebut McKinsey itu tentu termasuk yang berada di kepulauan Maluku, baik yang berada di desa maupun kota. Apalagi melihat pertumbuhan ekonomi propinsi Maluku yang terrus meningkat. Bank Indonesia memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi Maluku tahun 2016 ini bisa mencapai 5,1-6,1% atau lebih baik dari pertumbuhan nasional yang 5,2-5,6%. Belum lagi kalau Blok Masela explorasi gas dan minyaknya jadi di laksanakan maka perekonomian Maluku akan semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi Maluku yang tinggi ini dan kalau bisa dipertahankan terus maka akan ada “multiplier effet” terhadap peningkatan kemakmuran masyarakat.

Saya yang dulu sering berkunjung ke kota Ambon dan propinsi Maluku, sudah melihat tokoh-tokoh muda (yang banyak saya kenal) dari berbagai institusi baik itu partai politik, lembaga agama, LSM, maupun perguruan tinggi yang memiliki semangat tinggi untuk membangun Maluku. Semoga mereka menyadari bahwa semangat tinggi itu tidak bisa dilaksanakan hanya dari belakang meja. Mereka harus turun langsung melihat masalah dan mendiskusikan solusinya on the ground di lapangan tanpa pencitraan yang semu.

Dan saya yakin mereka sudah menyadari bahwa rakyat Maluku sudah semakin pintar.

*) Drs, Ec. Ahmad Cholis Hamzah, MSc lulusan Universitas Airlangga Surabaya dan University

of London Inggris, pemerhati masalah-masalah nasional dan internasional dan pecinta Maluku.)

gambar : littlenomadid.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini