Kisah Kasih Tak Sampai Seorang Pierre Tendean

Kisah Kasih Tak Sampai Seorang Pierre Tendean
info gambar utama

Di dunia ini tidak ada yang tahu umur manusia. Kita bisa mati setiap saat tanpa kita ketahui kapan waktunya tiba. Entah kita siap atau tidak, ketika Tuhan sudah memanggil kita, maka kita pergi meninggalkan semua yang ada di dunia. Sama seperti kisah Pierre Tendean, tidak akan ada yang menyangka bahwa dirinya akan begitu cepat dipanggil menghadap Yang Kuasa, di usia yang masih sangat muda yaitu 26 tahun.

Dalam peristiwa G 30 S, Jenderal Nasution yang menjadi target teratas para penculik luput dari maut karena berhasil menyelamatkan diri. Namun ia kehilangan nyawa ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean dan putrinya bungsunya yang masih berusia 5 tahun, Ade Irma Suryani.

Saat kediaman Jenderal Nasution di Jalan Teuku Umar No. 40 Jakarta Pusat didatangi gerombolan Tjakrabirawa, Pierre menjadi orang pertama yang menghadapi dan mengaku sebagai Jenderal Nasution.

(Pierre Tendean)
info gambar

Pierre Ramah dan Bersahaja

Pierre Andreas Tendean terlahir sebagai anak keturunan Minahasa – Perancis – Belanda. Pierre diambil dari nama kakeknya dari pihak ibu, Pierre Albert. Sedangkan Andreas diambil dari nama kakeknya yang berasal dari pihak ayah. Masa kecil hingga remajanya dihabiskan di Magelang dan Semarang. Ia mengenyam pendidikan sekolah dasar di Magelang sebelum kemudian melanjutkan SMP dan SMA di Semarang, tempat sang ayah bekerja. Hal inilah yang membuatnya begitu fasih berbicara dalam bahasa Jawa.

Pierre berasal dari keluarga yang berada pada masa itu. Ayahnya adalah seorang dokter yang bertugas di beberapa rumah sakit.

Meskipun berasal dari keluarga yang mampu, ia adalah sosok yang rendah hati, sederhana dan ramah. Saat kecil ia tidak pernah mau mengenakan sepatu saat pergi sekolah. Hal ini dilakukannya semata-mata karena ini merasa senasib dengan teman-teman sekolahnya yang berasal dari keluarga tidak mampu dan harus bersekolah tanpa mengenakan sepatu.

Selain dikenal sebagai sosok yang rendah hati, ia juga merupakan pribadi yang berani bertanggung jawab. Ketika SMA misalnya, ia pernah tanpa sengaja terlibat perkelahian antar pemain klub voli yang ia ikuti. Akibatnya, Pierre dan beberapa temannya ditangkap dan di bawa ke kantor polisi. Pierre memang sengaja tidak lari ketika polisi berdatangan, pasalnya ia merasa bertanggung jawab atas perkelahian yang terjadi.

Tidak berhenti sampai di situ saja, ketika sang ayah, dr. Tendean datang ke kantor polisi untuk menjemputnya, Pierre malah menolak. Ia bersikeras tidak mau ayahnya yang orang terpandang itu terlibat, dan tidak mau polisi mengetahui bahwa ia adalah anak dr. Tendean. Pasalnya jika polisi sampai tahu ia adalah anak orang terpandang, ia pasti akan langsung dilepaskan, tidak demikian halnya dengan temannya. Akhirnya sang ayah pulang atas permintaannya, dan Pierre bersama teman-temannya menerima pendisiplinan dari kepolisian sebelum diperbolehkan pulang.

Tidak banyak orang yang mau bertanggung jawab seperti sosok Pierre ini. Coba saja bandingkan dengan sekarang, yang suka sekali mengagungkan pangkat mereka atau keluarga mereka demi lolos dari tanggung jawab atau hukuman.

Kasihnya pada Rukmini

Banyak wanita terpesona olehnya, tapi hanya satu wanita yang berhasil menawan hati Pierre. Seorang gadis cantik bernama Rukmini Chaimin telah membuatnya jatuh cinta. Pierre menjalin hubungan dengan gadis ini untuk beberapa lama dan saling berkirim surat.

Besarnya cinta Pierre dan keseriusannya terhadap Rukmini dapat terlihat dari kata-kata lugasnya yang ia kirim lewat surat kepada sang kakak, Mitz Farre. Dalam surat itu ia berkata, “Mitz, aku wis ketemu jodoku. Wis yo Mitz, dongakake wae mugo-mugo kelakon” (Mitz, aku sudah bertemu jodohku. Sudah ya, doakan saja semoga tercapai).

Dua sejoli ini serius menjalani hubungan mereka dan merencanakan untuk menikah pada November 1965. Tapi takdir berkata lain, Pierre justru meninggal pada 1 Oktober 1965, sebulan sebelum acara pernikahannya.

Kabar kematian kekasihnya membuat Rukmini benar-benar terpukul. Butuh waktu beberapa tahun baginya untuk bisa melupakan sang pujaan hati dan menikah dengan pria lain.

Cita-citanya membina keluarga bersama sang kekasih harus kandas karena ia akhirnya terbunuh dalam tugasnya sebagai seorang ajudan, meninggalkan orang-orang yang mencintainya.

Semoga kita terus mengenang jasa dan meneruskan kebaikan yang dimiliki seorang pejuang muda bernama Pierre Tendean.



Sumber : dari berbagai sumber
Sumber Gambar Sampul : digaleri.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini