Radja "Arek Malang" Sang Perakit Drone Murah

Radja "Arek Malang" Sang Perakit Drone Murah
info gambar utama

Drone atau yang biasa juga disebut sebagai pesawat pengintai tak berawak dengan kamera dan fitur-fitur canggih yang dikendalikan dari jarak jauh itu, saat ini harga yang termurah di pasaran masih berkisar di atas 25 jutaan rupiah. Namun di tangan Irendra Radjawali pria kelahiran Malang, biaya produksi sebuah Drone bisa ditekan sedemikian rupa hingga lebih murah, namun tetap memiliki kualitas baik.

"Dengan merakit drone sendiri, kami bisa mereduksi biaya dan secara otomatis ilmunya juga didapat dan bisa dibagikan kepada masyarakat demi kepentingan sosial kemasyarakatan". tutur Radja, panggilan akrabnya, seperti dilansir dari laman kompas.com.

Seiring kepopulerannya dewasa ini, harga drone di pasaran memang kian melonjak. Harga gila-gilaan itu coba diakali Radja dengan daya kreativitasnya. Radja berhasil merakit pesawat tak berawak itu dengan biaya yang jauh lebih murah. Drone rakitannya hanya dijual dengan harga 15 juta sampai 20 juta rupiah saja.

"Saya ingin Indonesia tidak ketinggalan dalam perkembangan teknologi dan bisa memproduksi drone sendiri". ujarnya.

Usai menamatkan pendidikan tingginya di Institut Teknologi Bandung (ITB), Fakultas Teknik Sipil, pada 2002, Radja kemudian melanjutkan pendidikan S-2 planologi di perguruan tinggi yang sama pada tahun 2004. Setahun kemudian, laki-laki kelahiran Malang, 8 September 1974, itu mendapat beasiswa kuliah ke Perancis. Tamat dari negeri mode itu pada 2008, Radja langsung menerima beasiswa lagi ke Jerman untuk belajar S-3 mengenai ekologi politik di tahun yang sama.

(Radja saat memenangi event DSC/kompas.com)
info gambar

Selesai menamatkan S-3, Radja mengerjakan beberapa proyek pemetaan kawasan di Kalimantan. Pada saat itulah ia melihat kebutuhan untuk bisa memanfaatkan drone, sebelum akhirnya menemukan jalan yang lebih terbuka lebar lewat Diplomat Success Challenge (DSC). Saat memenangi Wismilak Diplomat Success Challenge (DSC) 2015 lalu itu, memang diakuinya sebagai sebuah lompatan berarti dalam karirnya dalam dunia drone. Lewat desain MATA alias Mesin Terbang Tanpa Awak atau drone, Radja tak hanya menyabet predikat juara, namun juga membuka mata dunia, bahwa orang Indonesia pun mampu merakit alat canggih tersebut.

"Saya tidak percaya bahwa untuk berteknologi itu, orang harus selalu bersekolah setinggi mungkin. Namun, saya juga tidak mengatakan bahwa orang tidak perlu sekolah. Intinya, berteknologi itu bisa dilakukan oleh siapa saja, yang mau berpikir dan peduli terhadap suatu gagasan-gagasan yang timbul dari dalam diri", ungkapnya.

Hal itulah yang memicu Radja mencoba menularkan semua ilmu yang telah didapatnya kepada masyarakat melalui Akademi Drone yang dibentuknya. Dia ingin menerapkan transfer of knowledge kepada siapa pun anggota masyarakat yang membutuhkan di berbagai pelosok daerah, khususnya dalam bidang pengolahan data. Dia tak peduli apa pun latar belakang pendidikan masyarakat tersebut.

"Saya ingin Indonesia tidak ketinggalan dalam perkembangan teknologi dan bisa memproduksi drone sendiri". tegasnya.


Sumber : kompas.com
Sumber Gambar Sampul : aruco.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini