1 Orang, 1 Wisman

1 Orang, 1 Wisman
info gambar utama

Suatu hari, saya melihat 3 orang wisatawan mancanegara di sebuah pasar tradisional di Pakem, Sleman, Yogyakarta. Sepanjang hidup saya, sangat jarang saya melihat seorang bule berjalan-jalan di tengah pasar yang padat itu, sambil jeprat-jepret simbok-simbok penjual pecel yang menjajakan dagangannya memakai tenggok, atau penjual gudeg yang gesit melayani para pembeli. Mereka pun tak segan membeli dan merasakan jajanan pasar khas Jogja yang beraneka rasa itu.

Karena penasaran, saya tak segan bertanya pada mereka, mengapa pasar yang mereka pilih untuk dikunjungi, bukan kraton Jogja atau Borobudur?

"Oh, keduanya sudah. Pasar tradisional inilah keunikan lain dari kota anda. Dan Indonesia" katanya. Kami kemudian duduk-duduk dan berbincang lama tentang banyak hal. Mereka sungguh bersemangat bercerita betapa mereka menikmati saat-saat di pasar tersebut. Dengan bergantian, mereka bercerita bahwa simbok-simbok membawa tenggok, para penjual gudeg, para penjual jajanan pasar, mainan anak-anak, es krim, parkir sepeda, adalah kombinasi yang sangat menarik tentang pasar-pasar tradisional di Indonesia. Inilah, menurut mereka, kekayaan Indonesia yang indah dan menyenangkan.

Satu hal yang saya ingat, mereka berpesan "Share this ...stunning beauty to the world". Bayangkan saja, di setiap daerah di Indonesia, karakter pasar tradisional berbeda-beda, terutama dari barang yang dijajakan, cara tawar menawar, dan bagaimana mereka bersosialisasi dengan warga masyarakat lain di simpul publik itu.

Caption (Sumber Gambar)Caption (Sumber Gambar)Caption (Sumber Gambar)

Mungkin banyak di antara kita yang berpikir bahwa menawarkan keindahan alam Indonesia adalah satu-satunya cara mendatangkan wisatawan mancanegara. Saya pernah melihat seorang wisatawan Jepang sedang terkagum-kagum melihat simbah-simbah tua membatik dengan begitu tangkasnya, begitu telitinya, dan begitu sabarnya. Saking kagumnya, si wisawatan tersebut datang ke Indonesia berkali-kali 'hanya' untuk bertemu dengan para pembatik dan penenun di Indonesia, dan mendokumentasikannya.

Di Blitar, saya juga bertemu dengan seorang wisman dari Amerika Serikat yang sengaja membeli martabak hanya sekedar untuk mendokumentasikan (dengan foto dan video) cara penjualnya membuat martabak telur. Dia sendiri kemudian memakannya dan mengatakan dia sangat menyukainya.

Begitu banyak potensi yang bisa diekplorasi dari Indonesia, dari berbagai sisi. Dari kuliner saja, bayangkan betapa beragamnya kuliner di Indonesia. Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik (ketiganya saling berbatasan), mempunyai kekhasan kuliner sendiri-sendiri. Bali dan Lombok yang begitu dekatpun..juga sangat berbeda makanan-makanannya.

Keragaman Indonesia nyaris tanpa batas. Saking beragamnya, cukup sulit bagi Kemenpar untuk membuat satu iklan wisata yang benar-benar mewakili keragaman tersebut. Paling jauh, iklan wisata tersebut hanya mewakilkan satu ciri dari pulau-pulau utama di Indonesia. Which is...not enough.

Untuk itulah, GNFI dan Mediawave meluncurkan program "1man1tourist", 1 orang satu wisman, yang diharapkan mampu mengisi gap ini, sekaligus untuk mengeksplorasi atraksi-atraksi wisata yang selama ini tak tergarap, atau bahkan tak terpikirkan.

1man1tourist ini bisa diharapkan bisa membuat lokalitas Indonesia tersaji secara lebih baik, yang terbalut dalam keberagaman negeri ini.

Program ini diharapkan bisa membantu mendatangkan lebih banyak wisman ke Indonesia dan mencapai jumlah 20 juta wisman pada 2019.

1man1tourist.com

FB : 1 man 1 tourist

Twitter : 1man1tourist

IG : 1man.1tourist

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini