Sumba, Warisan Megalitikum yang Terjaga Hingga Era Modern

Sumba, Warisan Megalitikum yang Terjaga Hingga Era Modern
info gambar utama

Pulau Sumba menyimpan sejuta keindahan alam dan budaya yang akan mempesona sipapun ketika menginjakan kaki di tanahnya. Kecantikan alam Sumba tidak perlu diragukan lagi, pantainya yang masih perawan menghadap langsung ke hamparan samudra Hindia. Perbukitan dengan garis-garis yang memisah lembah memanjakan mata bisa kita temukan dimana-mana. Kuda-kuda berlarian bebas di padang sabana membuat lengkap pesona Sumba di mata saya.

Perbukitan di Sumba

Masyarakat Sumba dikenal ramah dan murah senyum. Ketika saya mengunjungi pulau ini, saya merasa sedang berada di kampung halaman saya sendiri yang masyarakatnya begitu hangat. Masyarakat Sumba telah menjaga adat dan tradisi dengan sangat baik, bahkan sejak era megalitikum muda sekitar 4.500 tahun silam. Hal ini juga tidak bisa lepas dari kepercayaan masyarakat Sumba akan roh nenek moyang yang dianggap sebagai penuntun kehidupan mereka. Kepercayaan akan roh nenek moyang ini dikenal sebagai Marapu.

Perkembangan era moderen saat ini sudah menyebar hingga kepelosok Sumba. Namun Sumba membuat tradisi masa lalu dapat berdampingan harmonis dengan perkembangan jaman terkini. Ada sebuah kota bernama Waikabubak di Sumba Barat, kehidupan sibuk perkotaan berdampingan dengan sebuah desa yang masih mempertahankan bentuk rumah adat dan pola kehidupan masyarakat tradisional Sumba, kampung Tarung namanya.

Rumah adat khas Sumba dikenal sebagai uma bokulu yang berarti rumah besar dan uma mbatangu yang berarti rumah bermenara. Bentuk dari rumah-rumah adat ini memang unik, memiliki atap yang terbuat dari alang-alang kering menjulang cukup tinggi. Bentuk atap seperti ini dianggap sebagai simbol penghormatan bagi para roh nenek moyang yang dianggap memiliki kedudukan tinggi. Kemudian, bagian bangunan utama berfungsi sebagai tempat hunian, dengan perapian tepat di bagian tengah ruangan yang membuat aktifitas sosial menjadi mudah. Sedangkan bagian bawah rumah digunakan untuk memelihara hewan ternak. Bagian depan rumah adat Sumba ini biasanya dihiasi dengan tanduk kerbau sebagai ukuran status sosial pemilik rumah. Disusun melingkar, rumah adat Sumba mengelilingi sebuah ruang terbuka yang biasanya digunakan untuk melakukan upacara adat. Di area terbuka ini lah bisa kita temukan beberapa peninggalan era megalitikum yang berupa kubur batu dan juga kuil marapu.

seseorang di atas kuda

Kubur batu di Sumba bukanlah hal yang aneh, kita bisa menemukannya hampir di setiap sudut pulau Sumba. Kubur batu ini biasanya juga diletakan di halaman rumah, di pinggir pantai, bahkan di atas bukit. Kubur batu yang di dalam dunia arkeologi dikenal sebagai dolmen ini juga merupakan penunjuk status sosial keluarga. Kubur batu dibuat dengan ukuran dan model yang berbeda-beda, berat sebuah kubur batu bisa mencapai puluhan ton. Hal menarik lainnya di Sumba adalah ritual Pasola, yaitu permainan ketangkasan melempar lembing kayu dari atas punggung kuda yang dipacu kencang oleh dua atau lebih kelompok sehingga menghasilkan suasana bagai peperangan yang kolosal. Pasola sendiri merupakan salah satu bagian dari rangkaian upacara acara adat yang dimaksudkan untuk memprediksi hasil panen selama satu tahun kedepan.

Sumba memang akan selalu menarik untuk dikunjungi kembali, seorang ketua adat di desa tradisional Sumba pernah berkata kepada saya, ” jika Tuhan menciptakan surga di muka bumi, maka Sumba adalah tempatnya”. Saya rasa, saya setuju.



Sumber Gambar Sampul : Pribadi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AM
YF
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini