Belis dan Tradisi Pernikahan ala Maumere

Belis dan Tradisi Pernikahan ala Maumere
info gambar utama

Pernikahan memang menjadi sebuah momen yang penting dan begitu sakral dalam kehidupan masyarakat. Tidak terkecuali dengan adanya pemberian mahar atau mas kawin yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan pada saat melangsungkan pernikahan.

Bagi masyarakat Sikka-Krowe, salah satu etnis terbesar yang mendiami daerah Maumere, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu sebelum pernikahan dilangsungkan.

Salah satunya adalah pembelian belis atau mas kawin.

Maumere sendiri adalah sebuah kecamatan serta ibukota Kabupaten Sikka yang terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.

Sementara Sikka adalah nama yang menunjukkan sebuah kampung tradisional di pantai selatan Kabupaten Sikka yang dikenal dengan Sikka Natar atau Kampung Sikka, sedangkan Krowe adalah orang pedalaman yang tinggal dari Desa Nele di Kabupaten Sikka.

Tahapan Persiapan Pernikahan Sikka-Krowe

Tahap pertama disebut panu aho yang berarti merintis jalan. Di sana, keluarga pihak laki-laki yang disebut tanta/tente atau na’a/a’a dalam bahasa Sikka berhak mencari informasi lebih jauh tentang si perempuan.

Nantinya, tanta akan datang ke rumah orang tua si calon mempelai dan menyampaikan maksud kedatangannya.

Jika pano ahu ini berhasil, maka proses pertunangan dapat dilanjutkan. Pada tahapan ini seorang perempuan yang akan dilamar dan menjadi calon mempelai paling tidak harus melewati upacara dong werung, yakni upacara perkenalan kepada kedua pihak terutama pihak laki-laki jika perempuan tersebut telah dewasa dan telah siap menjadi seorang istri.

Tahap berikutnya adalah tung urut linong, yaitu upacara pemberian sisir, cermin, buah-buahan, serta kain kepada pihak perempuan. Pemberian ini menjadi tanda kalau perempuan ini sudah dipinang oleh seorang laki-laki.

Selanjutnya ketika pemberian pihak laki-laki diterima, maka pihak perempuan juga akan memberi lipa, yaitu sarung laki-laki hasil tenunan sendiri dan lensu nujing, yaitu sapu tangan jahitan sendiri dengan sulaman khusus di bagian pinggirnya.

Pembatalan Pertunangan

Di awal pertunangan ini, ikatan pun belum dianggap kuat secara adat, karena bisa saja di tengah-tengah pertunangan, ada salah satu pihak yang membatalkannya. Jika pembatalan dilakukan oleh pihak laki-laki, maka dia harus memberikan sejumlah bayaran berupa uang dan kuda kepada pihak perempuan.

Sebaliknya jika pembatalan dilakukan oleh pihak perempuan, maka sebagai sanksi adat, pihak laki-laki akan diberikan baju dan lipa oleh pihak perempuan. Pemberian semacam ini disebut hok waeng atau pemberian penghapus rasa malu.

Pemberian Belis

Setelah tahapan-tahapan tersebut berhasil dilewati, maka tibalah untuk pemberian belis atau mas kawin ini. Belis atau mas kawin merupakan proses penting dalam pernikahan adat Sikka-Krowe terutama dari pihak keluarga laki-laki kepada pihak keluarga perempuan.

Pada dasarnya, belis menjadi sebuah simbol untuk menjaga kehormatan seorang wanita sebelum menikah. Nah, seperti sebelumnya proses persiapan pembelisan atau pemberian belis juga terdiri dari beberapa tahapan.

Salah satu tahapannya adalah plage wae ara matang, yaitu duduk bersila dan saling berhadapan. Di mana, kedua pihak akan duduk bersama untuk membicarakan besarnya belis pernikahan, termasuk menentukan jenis serta jumlah belis yang diminta atau disebut taser.

Besarnya belis bisa ditentukan oleh beberapa faktor, seperti jenjang pendidikan, kedudukannya dalam keluarga, latar belakang keluarga, dan lain-lain.

Namun, belis yang diajukan oleh pihak perempuan, bisa ditawar oleh perwakilan pihak laki-laki yang disebut sebagai delegasi adat hingga mendapatkan kesepakatan.

Tanda kesepakatan pun nantinya diakhiri dengan pemotongan babi yang ditikam atau ditusuk.

Peresmian Pernikahan

Setelah penentuan waktu serta tanggal pernikahan telah disepakati pada waktu taser, maka kedua pihak akan melakukan persiapan-persiapan menjelang pernikahan.

Peresmian pernikahan atau yang disebut lerong kawit diadakan di rumah keluarga perempuan. Nantinya ketika pada peresmian pernikahan, kedua pengantin didandani dengan pakaian adat.

Selanjutnya, kedua pengantin berdiri di depan pemimpin upacara atau ata pu’an yang akan mengambil sedikit nasi, hati babi dan satu luli moke dan memberikannya kepada pengantin sambil memberikan wejangan dalam bahasa Sikka.

Selesai prosesi itu, maka secara adat, keduanya telah resmi menjadi sepasang suami-istri. Hubungan pernikahan yang menyatu ini terlukis dalam ungkapan adat:

Ea daa ribang nopok, tinu daa koli tokar

Pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak akan berlangsung terus-menerus dengan saling memberi dan menerima sampai turun-temurun.


Sumber :
Sumber Gambar Sampul : kupang.tribunnews.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini