" Vietcong Tak Memanggil Saya dengan Sebutan 'Negro' "

" Vietcong Tak Memanggil Saya dengan Sebutan 'Negro' "
info gambar utama

"I got nothing againts no Viet Cong. No Viet Cong ever called me a Nigger"

Inilah ucapan terkenal Muhammad Ali, sang petinju legendaris sepanjang masa, yang pernah begitu dipuja. Ali pernah menolak bergabung dalam wajib militer AS pada tahun 1967 untuk diterjunkan di Vietnam dan memerangi para gerilyawan Vietcong (Vietnam Utara waktu itu). Karena penolakan tersebut, Ali dijatuhi hukuman 5 tahun penjara oleh pengadilan.

Itulah Muhammad Ali.

Muhammad Ali, lahir dengan nama Cassius Marcellus Clay, Jr. di di Louisville, Kentucky, Amerika Serikat, 17 Januari 1942. Namanya berganti menjadi Muhammad Ali pada 1975 setelah resmi masuk islam. Muhammad Ali tiga kali menjadi Juara Dunia Tinju kelas Berat.

Muhammad Ali dianggap sebagai petinju terbaik sepanjang masa. Julukan “The Greatest of All Time” sebenarnya awalnya ia sendiri yang menciptakannya, tapi lama kelamaan orang-orang mulai sepakat sehingga julukan ini terus melekat kepadanya.

Bukan hanya prestasi di atas ring yang membuat ia dikagumi dan dicintai banyak orang. Namanya juga harum karena konsistensinya menyuarakan anti peperangan, membebaskan tawanan, hingga menyelamatkan orang yang mencoba bunuh diri. Muhammad Ali adalah simbol perlawanan kaum kulit hitam Amerika Serikat yang selama ratusan tahun menerima perlakukan rasis dari sebagian warga kulit putih di sana.

Ali memiliki tempat tersendiri di hati orang-orang Indonesia. Ayah saya almarhum sering bercerita waktu Mike Tyson membuat sekolah-sekolah "memulangkan awal" murid-muridnya. Kata beliau, hal yang sama terjadi pada Muhammad Ali. Sekolah-sekolah 'libur', jalanan begitu sepi, toko-toko tutup..semuanya menonton pertarungan tinju Muhammad Ali melawan musuh-musuhnya di ring.

Muhammad Ali sendiri pernah beberapa kali ke Indonesia. Ali pertama kali menjejakkan kaki di Indonesia pada Oktober 1973 untuk menghadapi petinju Belanda, Rudi Lubbers. Waktu itu, lapangan bola dan jalur lari Stadion Utama Senayan disulap jadi ring dan area pinggir ring dengan kapasitas 19 ribu penonton. Karcis mulai Rp 6000 sampai Rp 27 ribu ludes. Ali menang angka di pertarungan 12 ronde tersebut.

Ali vs Lubbers di Jakarta 1973
info gambar

Setelah pensiun, dia beberapa kali ke Indonesia. Terakhir pada 1996 dan bertemu para tokoh agama serta Menteri Penerangan Harmoko.

Muhammad Ali di Jakarta 1973
info gambar

Kesan pertama berkunjung ke negara ini pada tahun 1973 adalah menurut Muhammad Ali, negeri ini unik dan masyarakatnya ramah “Sebuah negara yang unik, di mana penduduknya sangat bersahabat, dan selalu tersenyum kepada siapapun.” ujarnya kala itu.

Muhammad Ali dan Menteri Penerangan Harmoko | Poskotanews.com
info gambar

Meski penyakit yang dideritanya makin parah, Ali tak pernah melupakan Indonesia. Negeri dengan populasi muslim terbesar di dunia ini selalu ada di hatinya, beberapa kali dia mengirimkan email kepada beberapa media di Indonesia, untuk bertanya kabar tentang Indonesia.

Kini, Ali telah tiada. Pergi untuk selamanya. Kegigihan dan perngorbanannya menentang perang Vietnam tak mungkin begitu saja dilupakan dunia. Rakyat Indonesia pun tak akan melupakan gerakan-gerakan gesitnya di ring tinju, dan gelar-gelar dunianya, pun umat muslim dunia yang menyayanginya.

Selamat jalan, Muhammad Ali.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini