Aroma Bubur Harisa di Bulan Puasa yang Menggoda

Aroma Bubur Harisa di Bulan Puasa yang Menggoda
info gambar utama

Berbuka puasa adalah salah satu momen yang paling ditunggu saat berpuasa. Berbagai macam pilihan berbuka tersedia di sekitar kita seperti kolak pisang, kacang hijau, es buah, dan lain sebagainya. Namun jangan terlalu kalap berbuka ya, ada baiknya untuk memakan makanan pembuka dulu, jangan langsung makan menu utama karena perut kita bisa "kaget" dan begah nantinya.

Dari Kampung Arab Surabaya, ada salah satu pilihan makanan berbuka yang hanya tersedia saat Bulan Ramadhan saja. Bubur Harisa namanya. Konon menurut salah satu keturunan Arab di Surabaya, Adil Abdullah, mengatakan bubur harisa kali pertama dibawa saudagar Arab pada akhir abad ke-20. Makanan ini sebenarnya lebih dikenal berasal dari Gresik jika dibandingkan dengan Kampung Arab, Ampel, Surabaya Utara. Di Kota Pudak itu, sebutannya adalah bubur dempul. Bubur dempul kerap disajikan dalam berbagai acara keagamaan. Misalnya, haul kiai terkenal di kota tersebut.

Bubur ini dijadikan konsumsi pribadi di meja-meja makan warga keturunan Arab, tidak diperjualbelikan secara umum. Hal tersebut membuat Bubur Harisa tak setenar "saudara"-nya yang lain seperti roti maryam ataupun gulai kacang.

Saat berbuka, Bubur Harisa lebih nikmat jika ditemani teh dan kopi hangat. Bisa juga disajikan bersama roti tawar dan kurma.

Tekstur bubur itu lebih lembut jika dibandingkan dengan bubur ayam biasanya. Kuncinya adalah merendam gandum dan beras yang cukup lama. Aroma rempah-rempah dan bau daging kambing muda menambah cita rasa. Ada dua topping yang bisa dipilih sesuai selera yaitu bawang goreng atau irisan kurma.

Anissa, warga Bungah yang kerap diminta untuk membuat bubur harisa, mengungkapkan rahasia kelezatan makanan tersebut.

”Kuncinya perebusan daging kambing usia tiga tahun selama lima jam,” katanya. Dari situ, kaldu dan lemak yang keluar dari kulit daging akan bercampur dengan berbagai rempah-rempah.

Pengadukan secara teratur di dalam satu panci membuat bumbu-bumbu rempah dan kaldu kambing tercampur secara sempurna.

”Kalau tidak suka daging kambing, sebenarnya bisa diganti dengan daging ayam atau sapi. Tapi, pasti rasanya berbeda,” jelasnya.

Salah seorang warga keturunan Arab di Ampel yang masih mempertahankan tradisi kuliner bubur harisa adalah Muhammad Albatati, 76.

Menurutnya, rasa yang tidak terlalu berat membuat bubur itu sangat tepat dikonsumsi sebelum salat Magrib. ”Buat ganjal rasa lapar saja sebelum menyantap makanan utama,” katanya.

Muhammad menjelaskan, tradisi itu dijalaninya sejak lama. Bahkan, sejak kakek buyutnya masuk ke Surabaya. Tiap Ramadan, pria beranak tiga itu tidak pernah lepas dari bubur harisa.

Saat itu, tekstur dan rasanya diperkirakan berbeda dengan bubur harisa saat ini yang sudah dicampur dengan rempah-rempah. Dahulu buburnya juga lebih kental.

Adil menambahkan tidak adanya yang mengomersialkan menu tersebut, khususnya di sekitar Kampung Arab Ampel, membuat eksklusivitas bubur harisa tetap terjaga.

Jadi bagaimana, penasaran mencicipi Bubur Harisa? Saya juga :D

Sumber : Jawa Pos
Sumber Gambar Sampul : Jawa Pos

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini