Kesultanan Cirebon : Teknologi dan Toleransi

Kesultanan Cirebon : Teknologi dan Toleransi
info gambar utama

Salah satu dari 10 Kota terkecil di Indonesia ini kini tengah menikmati pembangunan yang semakin bergeliat. Lokasinya yang berada di jalur paling padat di Indonesia yaitu pantai utara jawa (Pantura) serta dilewati jalur kereta api baik jalur utara maupun selatan membuat kota ini dianggap sangat strategis. Geliat pembangunan pun semakin bertambah setelah selesai dibangunnya ruas tol terpanjang di Indonesia, yaitu Tol Cipali (Cikopo-Palimanan). Waktu tempuh dari Jakarta yang sebelumnya memakan waktu 5-6 jam, kini dapat ditempuh hanya dengan 3 jam saja. Tak ayal, kota ini semakin padat di akhir pekan karena serbuan pelancong dari DKI Jakarta dan kota-kota lainnya yang mulai melirik Cirebon sebagai destinasi wisata alternatif selain Bandung dan Bogor. Belum lagi sedang dibangunnya Bandara Internasional Jawa Barat (Bandara Kertajati) di Majalengka serta rencana dikembangkannya Pelabuhan Cirebon membuat kota ini semakin dilirik oleh para investor dari dalam maupun luar negeri.

Pembangunan di Kota Cirebon tidak serta merta membuat sisi sejarah dari kota ini terpinggirkan. Bahkan keduanya berkembang secara harmonis dan saling menguatkan. Wisata sejarah memang menjadi salah satu andalan yang ada di kota ini dan salah satu ikonnya adalah Keraton Kasepuhan (salah satu dari empat keraton yang ada di Kota Cirebon selain Keraton Kanoman, Kacirebonan, dan Keprabonan).

Keraton tertua yang ada di Kota Cirebon

Keraton Kasepuhan, keraton tertua di Kota Cirebon

Keraton Kasepuhan berisi dua komplek bangunan bersejarah yaitu Dalem Agung Pakungwati yang didirikan pada tahun 1430 M oleh Pangeran Cakrabuana dan komplek keraton Pakungwati (sekarang disebut Keraton Kasepuhan) yang didirikan oleh Pangeran Mas Zainul Arifin pada tahun 1529 M (Cicit dari Sunan Gunung Jati) yang menggantikan tahta dari Sunan Gunung Jati pada tahun 1506 M. Arsitekturnya yang unik dan kondisi bangunan yang relatif masih asli dan terjaga dengan baik menjadikan keraton ini sebagai destinasi wajib bagi para pelancong yang berkunjung ke Cirebon. Jika kita memperhatikan dengan seksama penjelasan tour guide yang mendampingi kita saat melawat ke keraton ini maka kita akan disuguhkan dengan sejarah yang yang sangat mengagumkan dan dapat disimpulkan bahwa teknologi dan toleransi sudah berkembang dengan baik di Kesultanan Cirebon sejak zaman kerajaan dahulu.

Teknologi yang cukup maju di zamannya terutama dalam bidang transportasi dapat tergambarkan dari kereta kencana Singa Barong. Walaupun dibuat pada masa lampau, yang selesai di buat pada tahun Jawa 1571 Saka (1649 M), para ahli berpendapat bahwa Kereta Singa Barong telah memiliki teknologi yang canggih, yang telah banyak digunakan oleh kendaraan-kendaraan masa kini.

Kereta Kencana Singa BarongKereta Kencana Singa Barong

Kereta singa barong memiliki warna yang sempurna karena dilapisi serbuk intan yang merupakan cikal bakal di teknologi modern dinamakan metalik. Kereta singa barong juga memiliki suspensi sempurna, yang dapat meredam guncangan kereta saat melalui jalanan berbatu atau rusak, sehingga akan nyaman saat digunakan. Hal tersebut juga didukung dengan design roda yang diciptakan sesuai dengan suspensi yang dimiliki kereta, sehingga dapat berputar secara stabil. Roda kereta ini juga didesign untuk kondisi jalan becek, dimana posisi roda dibuat menonjol dari jari-jarinya, agar terhindar dari cipratan air saat melaju di jalanan yang becek. Kereta ini juga memiliki kemudi yang menggunakan sistem hidrolik, sehingga mudah dikemudikan oleh kusirnya. Bahkan kedua sayap yang dimiliki oleh kereta ini dapat bergerak, seperti kepakan saat kereta berjalan. Dengan segala kenyamanan yang dimilikinya, pada masa kesultanan dulu Kereta Singa Barong dijadikan sebagai kendaraan dinas sultan untuk berkunjung ke wilayah kekuasaannya hingga ke pelosok daerah.

Saat ini kereta Singa Barong sudah tidak lagi dipergunakan dan disimpan di dalam museum Keraton Kasepuhan sejak tahun 1942, beserta benda-benda pusaka milik keraton lainnya. Hanya replika/tiruan dari kereta ini yang dapat kita lihat menyelusuri jalanan pada momen-monen tertentu. Seperti pada Festival keraton nusantara misalnya, replika Kereta Singa Barong kerap disertakan dalam parade. Sejak tahun 1942 kereta ini hanya dikeluarkan pada tanggal 1 Syawal untuk dimandikan.

Sisi lain yang menonjol dari Kereta Singa Barong adalah cerminan toleransi antar umat beragama yang terjalin sangat baik di Kesultanan Cirebon. Wajah kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah dengan belalainya, berkepala naga dan bertubuh hewan burak. Belalai gajah melambangkan persahabatan dengan bangsa India yang beragama Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan bangsa Tiongkok yang beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan dengan bangsa Mesir yang beragama Islam.

Selain Kereta Singa Barong, terdapat sisi unik lainnya yang terdapat di Keraton Kasepuhan. Piringan-piringan antik yang menghiasi tembok keraton menggambarkan kuatnya hubungan antara Kesultanan Cirebon dengan bangsa Tiongkok. Tidak diherankan karena Sunan Gunung Jati juga beristrikan Putri Ong Tien yang berasal dari Tiongkok. Selain berasal dari Tiongkok piringan-piringan yang menghiasi sebagian tembok keraton juga berasal dari Eropa. Uniknya, piringan-piringan ini menceritakan kisah-kisah dari Kitab Injil perjanjian lama.

Kisah dari Al-Kitab perjanjian lamaPiringan yang menceritakan kisah dari Al-Kitab perjanjian lama

Kehidupan masyarakat Cirebon yang multi-etnis sejak zaman dahulu ini berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan budaya Cirebon saat ini dimana toleransi antar umat beragama sangat dijunjung tinggi. Hal ini selaras dengan semboyan Bangsa Indonesia yaitu :"Bhinneka Tunggal Ika".

Sumber : Paguyuban Seni dan Budaya Wijaya Kusuma Keraton Kasepuhan Cirebon
Sumber Gambar Sampul : Koleksi Pribadi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini