Perjalanan Panjang Chef Sushi Asal Malang di Amerika

Perjalanan Panjang Chef Sushi Asal Malang di Amerika
info gambar utama

Menjadi kepala chef salah satu makanan asal Jepang di Amerika tidaklah mudah. Hal itulah yang dialami oleh Rahman Pananto yang sudah 11 tahun tinggal di Amerika.

Kini ia telah menjadi kepala chef atau koki sushi di sebuah restoran Jepang bernama 'Samurai,' yang terletak di kota Fairfax, di negara bagian Virginia. Namun hal tersebut tak didapat dengan mudah, ada banyak keringat yang menetes serta cerita yang tak diketahui oleh banyak orang.

Inilah kisah seorang pemuda asal Bantur, Malang, Jawa Timur, yang berjuang di negeri orang. Awalnya ia tak mengira akan menjadi seorang kepala chef di negeri Paman Sam. Untuk mendapatkan pekerjaan pun sebenarnya tidak mudah.

“Susah-susah gampang. Tapi kalau kita tahu informasi, tahu komunitas, ada komunitas namanya Kuli Dollar (di Washington, DC). Itu sangat membantu,” jelas pria kelahiran tahun 1981 ini.

Rahman kemudian mengawali karirnya di AS dengan mencuci piring di restoran. Dari situ Rahman pindah kerja dan mengikuti pelatihan di kedai sushi di sebuah supermarket di AS, di mana ia diajarkan pengetahuan dasar mengenai sushi.

“Jadi selama tiga bulan, cuci-cuci ikan, potong-potong ikan,” kata pria yang mengaku belum pernah makan sushi hingga pindah ke AS ini.

Selain itu, Rahman juga diajarkan memasak nasi khusus untuk sushi dan memotong sayur-sayuran seperti timun yang biasa digunakan sebagai pelengkap untuk sushi. Ia juga diajarkan untuk menggunakan pisau yang benar.

Selama tujuh tahun Rahman bekerja di berbagai kedai sushi di supermarket di AS, hingga ia kemudian dipercaya untuk menjadi supervisor. Berangkat dari situ, Rahman pindah untuk bekerja sebagai chef sushi di beberapa restoran di AS.

“Saya ingin tahu ilmunya bagaimana,” jelas pria yang selama tinggal di AS sudah pernah bekerja di lima kedai sushi dan enam restoran di negara bagian Virginia, Washington, DC dan Maryland, AS ini.

Pada tahun 2007, Rahman sempat mewakili salah satu kedainya untuk mengikuti kontes yang menguji kecepatan seorang chef dalam membuat sushi di kota Baltimore, AS.

“Alhamdulillah menang, hadiahnya waktu itu laptop kecil,” cerita chef sushi yang juga sering melayani pesta-pesta di wilayah Virginia dan Maryland ini.

Perjuangan Rahman selama berkarir di bidang kuliner di AS tidaklah sia-sia. Akhirnya ia dipercaya untuk menjadi kepala chef sushi di restoran Samurai sejak tahun 2014.

Menjadi chef sushi menurut Rahman cukup banyak tantangannya. Ia harus bisa mengenal tekstur dan berbagai jenis ikan yang khusus digunakan untuk sushi. Selain itu tampilan sushi juga harus diperhatikan untuk itu ia harus belajar menghias sushi dan piring yang disajikan kepada pelanggan.

“Biar enak dipandang mata saat disajikan,” ujar alumni dari fakultas hukum Universitas Muhammadiyah Malang ini.

Chef sushi, Rahman Pananto, menunjukkan hasil kreasi sushinya di salah satu pesta di Maryland (dok: Voa Indonesia)

Tak cukup di situ kemampuan Rahman juga diuji saat restoran tempat ia bekerja diramaikan oleh pelanggan.

“Tantangan sehari-hari ya dari kita sendiri. Maksudnya skill, kecepatan bikin sushi dan kualitas produk. Tetap bagus walau dalam tempo waktu yang sedikit. Misalnya dalam prime time kita, waktu makan malam jam 6 sampai 9,” kata pria yang juga menyambi sebagai loper koran di negara bagian Virginia sejak tahun 2006 ini.

Ada hal menarik dalam pekerjaannya ini yaitu ketika ia harus melayani pelanggan yang belum pernah mencoba makanan khas Jepang ini.

“(Pelanggan) itu (rasa ingin tahunya) tinggi. Seperti dari mana ikan kita? Bagaimana cara membuatnya? Rasanya bagaimana? Nah, itulah salah satu tugas kita untuk menjelaskan ke mereka-mereka (tentang) produk-produk kita,” jelas pria yang hobi berbagi pengalaman dengan sesama chef ini.

Bagi pelanggan yang belum pernah mencicipi sushi, biasanya Rahman menawarkan menu sushi dengan ikan yang matang.

Semua yang ia dapatkan di Amerika tak luput dari jasa orang tua Rahman yang selalu mendukung karirnya. Bahkan bapaknya sempat menjual sapi dan menggadaikan rumah untuk biaya Rahman pergi ke Amerika.

“Salam hormat sama bapak dan ibu, dan terima kasih yang tak terhingga telah memberikan kesempatan dan memberikan kepercayaan kepada Rahman, yang selalu ada saat saya jatuh, dan tentu semangat yang luar biasa yang telah diberikan,” lanjutnya.

Ia berpesan pada teman-teman yang ingin menekuni profesi seperti dirinya agar selalu sabar dan jangan cepat putus asa.

“Karena nanti pasti bertemu dengan (teman kerja) yang too much drama. Enggak mau mengajari, kasar dan lain-lain. Yang pasti harus humble. Respect sama senior dan yang paling penting adalah percaya kalau kita bisa. Gagal di restoran yang satu berarti kesempatan di restoran yang ke-2. Never give up !"

Itulah sedikit kisah kesuksesan diaspora Indonesia di luar negeri. Terbukti kalau usaha keras tak akan mengkhianati,Never Give Up!



Sumber : www.voaindonesia.com
Sumber Gambar Sampul : www.voaindonesia.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini