Dari Telinga Panjang Hingga Kerik Gigi, Inilah Ragam Kecantikan dari Berbagai Suku di Indonesia

Dari Telinga Panjang Hingga Kerik Gigi, Inilah Ragam Kecantikan dari Berbagai Suku di Indonesia
info gambar utama

Kecantikan perempuan di Indonesia bisa dilihat dari berbagai perspektif. Di luar penyeragaman kesadaran kita akan konsep kecantikan perempuan, yang salah satunya dapat dipengaruhi oleh konstruksi media massa, Indonesia masih menyimpan kearifan lokal dalam keanekaragaman budayanya yang bersinggungan dengan bagaimana perempuan merasa dirinya cantik. Biasanya tindakan-tindakan yang diambil melekat dengan tradisi nenek moyang dan diajarkan ke generasi berikutnya. Karena dipetik dari lokalitas, “cantik” di sini memiliki kekhasan dan memancarkan kekuatannya masing-masing.

Perempuan-perempuan suku Dayak di Kalimantan, misalnya, menindik telinga dengan anting logam atau emas sebagai simbol kecantikan. Terdengar seperti hal yang wajar saja, namun anting tersebut terus ditambah sekali tiap tahun. Lubang telinga pun makin besar dan melebar hingga membuat telinga memanjang, bahkan bisa mencapai garis bahu. Justru ketika telinga memanjang lah mereka merasa sebagai perempuan yang cantik seutuhnya. Makin panjang telinga makin cantik. Selain itu, jumlah anting menunjukkan umur individu; pemasangan anting juga membedakan perempuan dan bangsawan dengan para budak kalah perang.

Sementara itu, tato dijadikan penanda kecantikan bagi perempuan-perempuan di suku Belu, Pulau Timor. Proses pembuatan membutuhkan biaya yang tidak sedikit; pantas tato pun menjadi tolak ukur strata individu, pekerjaan, dan kemampuan. Sebagai penanda kecantikan, perempuan suku Belu memasang tato karena memiliki daya tarik bagi lawan jenis dan merupakan kebanggaan tersendiri bagi mereka.

Yang berikut ini mungkin akan terdengar agak ngeri. Cukup ekstrem memang, perempuan-perempuan suku Mentawai di Sumatra rela mengerik gigi-giginya hingga runcing. Praktik tersebut dilakukan turun-temurun untuk memperindah penampilan. Tentu saja rasanya sakit, tapi mereka mampu menahan rasa apapun untuk mempercantik diri. Tanpa menggunakan anestesi, mereka mengerik gigi dengan gabungan pisau kecil dan kayu, bisa juga besi. Mereka juga percaya ketika fajar tiba, tubuh manusia akan terpisah dengan sukmanya dan dengan meruncingkan gigi, mereka dapat menjaga keseimbangan tubuh dan jiwa.

Menganyam Rambut Khas Perempuan-perempuan di Papua
info gambar

Lain halnya dengan perempuan di Papua, mereka menilai kecantikan diri dari cara mereka mengepang rambut dengan anyaman khas leluhur masyarakat Papua. Cara mengepangnya tidak sembarangan, perlu keterampilan khusus yang bisa diajarkan ke beberapa generasi. Setelah memilah rambut dengan sisir menjadi beberapa bagian, pengepangan rambut dilakukan dengan ukuran yang tidak terlalu besar. Kondisi iklatannya juga harus kuat dan rapi. Di balik tiap anyaman, tersimpan kecantikan perempuan yang tiada duanya.

Jika anggapan kita bahwa beauty is pain kuat ditonjolkan perempuan-perempuan suku Mentawai, perempuan suku Batak Karo tidak memerlukan usaha besar dalam mewujudkan kecantikan diri. Antropolog Geoff Kushnick dari University of Washington, AS, menemukan bahwa perempuan suku Batak Karo berkaki besar dianggap memancarkan kecantikan lebih kuat. Kecantikan perempuan di sini sangat erat berhubungan dengan konteks ekologi pedesaan, dengan penduduk bermata pencaharian sebagai petani dan kondisi tanah yang berbatu dan berbukit-bukit. Kaki besar melambangkan sosok perempuan yang kuat dan rajin bertani.

Saat ini ritual maupun kepercayaan suku di beberapa bagian di Indonesia mengenai kecantikan perempuan tidak sepenuhnya diterapkan, mungkin dipengaruhi oleh masuknya nilai-nilai “modern” yang mendorong mereka meninggalkan tradisi leluhur. Dari kebanyakan contoh di atas, persoalan cantik tidak melulu mengenai indahnya penampilan, fisik saja, tetapi menempel dengan konteks bagaimana perempuan-perempuan tersebut menjalani kesehariannya. Tidak linear, kecantikan perempuan Indonesia pun begitu kaya. Ritual yang menurut sebagian orang sebagai praktik yang menyiksa, tetap sah-sah saja; nyatanya mereka melestarikan dan menganggapnya agung. Tidak ada benar atau pun salah, kecantikan perempuan timbul dari percaya. Sesuatu yang terbaring di dalam tiap-tiap perempuan dan terpancar dengan sendirinya.


Sumber : merdeka.com, kompas.com, indonesiakaya
Sumber Gambar Sampul : ensiklopedia indonesia

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini