"Ayobacain", Karya Mahasiswa UI untuk Kemudahan Membaca Tunanetra

"Ayobacain", Karya Mahasiswa UI untuk Kemudahan Membaca Tunanetra
info gambar utama

Menyoal perolehan pendidikan yang layak, setiap orang memiliki kesempatan dan hak yang sama. Terus bertambahnya buku pengetahuan tidak beriringan dengan meningkatnya pemerataan akses masyarakat untuk membacanya. Khususnya bagi teman-teman tunanetra, ketersediaan buku braille yang masih tergolong sedikit di Indonesia menjadi hambatan untuk menyelami lautan ilmu lebih dalam. Peran masyarakat dan pemerintah secara sinergis menentukan bagaimana menjawab persoalan tersebut.

Setelah sebelumnya, pada Mei 2016, gerakan Seribu Buku untuk Tunanetra beserta Digital Audiobook Library for the Blind dicanangkan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan bersama Yayasan Mitra Netra, kali ini inovasi solutif yang memudahkan aktivitas membaca penyandang tunanetra dipersembahkan oleh mahasiswa Universitas Indonesia. Deka Komanda Yogyantara yang berkuliah di jurusan Ilmu Politik FISIP UI sejak 2013 menyuarakan kepeduliannya terhadap kondisi akses buku teman-teman tunanetra dengan menciptakan aplikasi Ayobacain.

Deka meraih peringkat empat dari 20 proyek bisnis sosial dalam Program Community Leaders Ayamin Plus oleh NAMA Foundation (instagram @fisipui)
info gambar

Ayobacain menjadi aplikasi pertama di Indonesia yang mengonversi buku konvensional menjadi buku audio bagi teman-teman tunanetra. Mereka dapat mengakses gratis berbagai jenis bacaan, baik bacaan seputar pelajaran sekolah atau buku teks, buku ilmiah, modul, hingga komik dan novel, melalui situs web www.ayobaca.in dan aplikasi Ayobacain di handphone untuk iOs dan Android. Aplikasi tersebut sedang dalam pengembangan dan akan resmi diluncurkan pada Agustus 2016.

Tidak hanya melihat fakta sedikitnya penyandang tunanetra yang dapat mengakses bacaan braille, Deka telah mengamati bahwa buku braille berkali lipat lebih mahal dan lebih tebal dari buku konvensional. Buku braille yang judul bukunya berbahasa Indonesia juga terbatas. Di sisi lain, keberadaan buku audio di Indonesia masih belum terlalu dimanfaatkan; karena masih sedikit dan mayoritas dituangkan dalam bentuk CD yang terbatas distribusinya.

“Hanya 2000 dari 3,7 juta penyandang tunanetra yang dapat mengakses buku braille di Indonesia. Padahal, 40% dari 3,7 juta itu merupakan mereka yang masih di usia sekolah yang membutuhkan akses ilmu pengetahuan melalui buku, “ papar Deka, seperti dilansir dari situs Kabar Kampus.

Cara kerjanya sederhana saja sebenarnya. Ayobacain akan mengundang masyarakat umum untuk membacakan buku-buku yang direkam secara real time, kemudian dikonversikan menjadi buku audio. Para pembaca bisa siapapun, dapat merekam di manapun dan kapanpun. Pembaca buku dapat membaca per bab yang disukainya, lalu dilanjutkan oleh teman yang lain.

Satu lagi hal menarik yang ditonjolkan, yaitu bagaimana aplikasi ini menghidupkan karakter yang ada dalam buku-buku berbasis cerita ataupun gambar, seperti novel, cergam, maupun komik. Tiap pembaca buku mewakili karakter yang dibawakan masing-masing dengan suara berbeda, jadi penyandang tunanetra dapat merasakan emosi karakter cerita yang dibacanya.

Inspirasi ide Ayobacain terpantik ketika Deka mengikuti kegiatan kepemudaan di Thailand. Dalam kegiatan tersebut, ia berbincang dengan Tab, founder GuideLight Thailand, gerakan sosial masyarakat untuk mengonversi buku konvensional menjadi buku audio.

Berkat pengembangan solusi lewat Ayobacain, Deka menyabet Top 5 Social Business Project dalam Program Community Leaders Ayamin Plus oleh NAMA Foundation, Ghadan Institute yang berbasis di Arab Saudi pada 4 Juni 2016 di Jakarta. Pendanaan 17 juta rupiah pun telah berhasil dikantonginya untuk mengembangkan aplikasi terebut. Ditambah lagi, akhir tahun ini Deka akan mewakili Indonesia untuk mengikuti pelatihan social entrepreneurship dan membangun kerjasama tingkat global di Turki.

Ke depannya, Ayobacain diharapkan dapat meningkatkan jumlah buku audio di Indonesia, mempermudah akses ilmu pengetahuan, dan memicu terciptanya gerakan sosial membacakan buku bagi penyandang tunanetra.

Tidak ada yang tahu bagaimana suatu momen dapat mendorong seseorang mengubah dunia. Berawal dari kepedulian, yang tampaknya sederhana, nyatanya bisa menggiring Indonesia selangkah lebih dekat dengan kesejahteraan yang merata.


Sumber : Kabar Kampus, Satu Harapan, fisip.ui.ac.id
Sumber Gambar Sampul : Huffington Post

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini