Kepulauan Togean : Surga Tersembunyi di Jantung Sulawesi

Kepulauan Togean : Surga Tersembunyi di Jantung Sulawesi
info gambar utama

Salah satu pantai indah di Pulau Taupan
info gambar

Tak pernah terbayangkan saya bisa ke Kepulauan Togean. Dulu, sekitar 4 tahun yang lalu baru saya mengenal nama Togean. Awalnya sewaktu lagi berselancar di internet, saya membuka sebuah website perjalanan yang cukup terkenal dan menemukan nama Togean. Tertarik karena gambar dan ulasan yang menarik saya berkata dalam hati semoga saja suatu waktu bisa kesana. Dan ternyata dalam beberapa tahun kemudian alias tahun ini saya bisa mewujudkannya!

Togean, kedengarannya masih terasa asing di telinga orang Indonesia kebanyakan. Teman-teman saya di kampus dan di tempat les tidak ada yang tau nama pulau ini. Bahkan orang yang mengaku pecinta alam dan traveller pun tidak tahu. Padahal kepulauan ini secara geografis tidaklah tersembunyi. Menurut saya tempatnya tidaklah terasing.

Salah satu pantai indah di Pulau Taupan
info gambar
Togean atau Togian? Banyak orang yang bingung dengan adanya dua nama yang berbeda, termasuk saya. Maka saya pun bertanya pada penduduk lokal disana, “Pak, nama sebenarnya Togean atau Togian sih?”.

“Togian, sebenernya Togian, tapi banyak orang luar yang bilang Togean, katanya lebih enak”, jawab Pak Ambi.

Kepulauan yang sejak tahun 2004 berstatus taman nasional ini terletak di Teluk Tomini, Sulawesi Tengah, tepatnya di Kabupaten Tojo Una-una. Luasnya mencapai 292.000 hektar yang berupa lautan dan daratan seluas hanya 70.000 hektar. Dengan luas ini menjadikan Togean taman nasional laut terbesar di Indonesia. Togean sendiri terdiri dari 6 pulau utama yaitu Pulau Batudaka, Waleabahi, Malenge, Una-una, Talatakoh, dan Waleakodi beserta ratusanpulau-pulau kecil lainnya.

Peta Taman Nasional Kepulauan Togean
info gambar
Wakai adalah nama kecamatannya yang sekaligus berfungsi sebagai pusat keramaian kepulauan Togean, disinilah pusat kegiatan masyarakat dan tempat mencari sinyal/internet untuk wisatawan, seperti saya yang sempat ke Wakai hanya untuk browsing dan telpon.

Untuk mencapai Togean saya harus melakukan perjalanan hampir selama 24 jam. Kombinasi transportasi lumayan banyak, mulai dari pesawat, mobil, dan kapal, tergantung dari dari mana kita mulai perjalanannya. Tetapi setelah tiba di Togean, rasa lelah dan penat selama perjalanan terbayar lunas dengan apa yang saya dapatkan.

Berita bagusnya, pada tahun 2016 ini bandara di Ampana selesai dibangun dan beberapa maskapai berjadwal bisa mendarat disini seperti Garuda ataupun Wings. Sebenarnya sudah ada beroperasi penerbangan yang dilayani oleh Aviastar tetapi hanya 3 kali seminggu dan tidak menentu.

Dari pengamatan saya tipe struktur pulau disini kebanyakan adalah karang/cadas/karst, sama seperti daratan Sulawesi Tengah lainnya. Sekilas tempat ini mirip Raja Ampat, bahkan ada tempat yaitu sebuah teluk kecil yang berisikan pulau-pulau karst kecil tersebar, saya sendiri menamakan tempat ini “mini Raja Ampat”nya Togean.

Togean memiliki segalanya. Keindahan dan keajaiban panorama atas dan bawah lautnya tidak usah ditanyakan. Dengan lokasi yang berada di jantung coral triangle, Togean memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi di laut. Bomba Atoll adalah satu dari puluhan site snorkeling/diving yang terbaik.

Laguna yang saya sebut dengan
Laguna yang saya sebut dengan "Mini Raja Ampat"
Keindahan bawah laut Bomba Atoll
info gambar

Ada beberapa hewan langka yang endemik dan dilindungi disini. Contohnya kepiting kelapa atau coconut crab,saya bisa menemukannya di depan cottage bersembunyi dibalik karang.Di pedalaman hutannya ada gunung berapi aktif yang bernama Gunung Colo terletak di Pulau Una-una. Pantai dengan pasir lembut berwarna putih bertebaran di sekujur pulau. Tempat yang lainnya adalah danau ubur-ubur yang berisikan ribuan ubur-ubur tak menyengat.

Pantai Karina yang terkenal
info gambar
Anggrek liar ada di seluruh pulau Togean
info gambar

Mayoritas suku disini adalah Suku Bajo dengan sebutannya “sea gypsy” atau “manusia laut” karena mereka terkenal akan keahliannya dalam mengarungi lautan dan tempat tinggal mereka yang berada di atas laut. Ternyata setelah ditelusuri, bukan hanya suku Bajo yang menetap di wilayah Kepulauan Togean dan bukan hanya orang Bajo yang tinggal di rumah-rumah panggung.

Contohnya saja di Pulau Taupan, sewaktu menyusuri perkampungan kecilnya saya berbincang dengan salah satu keluarga nelayan. Ketika menanyakan asalnya, ternyata mereka berasal dari Gorontalo. Orang tuanya katanya berasal dari Gorontalo dan juga Ampana. Di Desa Bomba ada suku yang bernama Suku Ta yang mempunyai bahasa daerah sendiri! Desa terakhir yang saya kunjungi sangat bersih, rapih, dan keramahan orang-orangnya membuat hati ini ingin tinggal.

Kadang, setengah miris juga melihat keadaan masyarakat yang tinggal disini. Kemiskinan masih menjadi topik utama. Walaupun begitu, saya tetap bisa melihat senyuman manis mereka. Itulah untungnya menjelajahi pelosok negeri, berlibur sekaligus menambahkan rasa bersyukur dan peduli kepada sesama.

Tempat persinggahan nelayan
info gambar
Cukup banyak tempat-tempat yang saya kunjungi. Tapi sedih juga rasanya tidak sempat ke Pulau Papan, tempat terkenal dimana ada perkampungan orang bajo dan jembatan kayu panjang yang menjadi keunikannya. Tidak juga kesampaian untuk menyelam bersama schooling barracuda yang katanya wajib kalau ke Pulau Una-una. Ini tandanya saya harus kembali kesana, harus.
Senja di desa Bomba
info gambar
Katanya, pemerintah daerah akhir-akhir ini mulai gencar mempromosikan potensi pariwisata dari Togean. Itu terlihat dari beberapa spanduk promosi dan beberapa acara bertaraf internasional seperti Sail Tomini.
Bersama Ambi Koko, guide saya selama di Togean
info gambar
Pembangunan pariwisata yang masif bukan berarti melupakan aspek lingkungan. Mudah-mudahan kita semua lebih memperhatikan lingkungan, karena jika lingkungan rusak yang mengalami kerugian pertama ialah kita sendiri.

Mari Jelajahi Keindahan dan Keunikan Indonesia!

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini