Nyadran Seribu Ketupat, Merti Desa Menjelang Musim Kemarau

Nyadran Seribu Ketupat, Merti Desa Menjelang Musim Kemarau
info gambar utama

Lembah dawuhan yang berada di atas pemukiman dan ladang persawahan Desa Ngemplak Kecamatan Kandangan di sebelah utara wilayah Temanggung, merupakan tempat dilangsungkanya tradisi tahunan merti desa menjelang musim tanam dan menghadapi musim kemarau , di lembah ini terdapat sumber air yang aliran airnya mampu mencukupi kebutuhan air areal persawahan desa setempat bahkan hingga kemarau panjang tiba. Sumber air yang dialirkan memalui jaringan irigasi tradisional ini sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu yang merupakan warisan leluhur pendiri desa Ngemplak “ Kyai Lenging” .

Dikisahkan oleh warga setempat bahwa Kyai Lenging membuat saluran air hanya seorang diri, mengalali tanah dari lembah dawuhan untuk di alirkan ke areal persawahan miliknya, setiap hari istri kyai Lenging yaitu Nyi Lenging selalu menyiapkan satu buah ketupat sebagai bekal untuk membuat saluran. Satu persatu dari hari ke hari ketupat itulah yang di jadikan tanda waktu lamanya pembuatan saluran, Tepat pada hari ke seribu penggalian saluran yang dilakukan Kyai Lengin selesai dan sampai di areal sawahnya, Untuk menandai selesesainya pembuatan saluran irigasi itu Kyai Lenging Mengelar pertunjukan Wayang Kulit sehari semalam.

Kupat di letankan sepanjang jalan
info gambar

Setelah musim panen dan mulai memasuki musim kemarau warga desa mengadakan tradisi unik untuk mengenang jasa Kyai Lenging sekaligus mensyukuri segala nikmat Tuhan atas Hasil panen yang melimpah. yaitu dengan membuat 1000 kupat juga melakukan Pagelaran Wayang Kulit Sehari Semalam yang rutin di lakukan setiap tahun. Seribu kupat yang merupakan perlambangan lamanya hari membuat saluran menjadi jumlah ketupat yang harus disediakan di lembah Dawahuan , sebagai syarat utama tradisi ini, tidak boleh lebih atau kurang. Kupat kupat yang dikumpulkan dari warga ini kemudian sebagain akan di letakan berjajar di jalan menuju lembah dawuhan sebagian lagi untuk di buat gunungan kupat dengan dihiasi hasil bumi desa Ngemplak.

arak arakan kupat
info gambar

Merti desa yang diikuti ratusan orang tersebut berlangsung di sekitar sumber air di kawasan lembah Dawuhan yang berjarak satu kilometer dari Pemukiman. Ritual diawali setiap keluarga membawa sejumlah ketupat dikumpulkan di lokasi nyadran., sambil menunggung gunungan kupat sampai lokasi banyak warga yang datang akan bersilahturahmi dahulu dengan seluruh warga dan sesepuh desa, juga untuk menyaksikan kesenian lokal berupa kudalumping dan tarian anak anak lain di lokasi tersebut. Ada juga warga yang datang lebih awal untuk membersihkan saluran dan menanam pohon di sumber air secara bergotong royong.

Doa merti desa di saluran air
info gambar

Sekitar pukul 10 siang ketika seluruh warga dan gunungan yang sudah dipersiapkan sampai di lokasi maka pemimpin desa akan berdoa terlebih dahulu di saluran air ,sebelum merti desa di lanjutkan dengan acara makan bersama baik kupat atau nasi yang di bawa warga dengan berbagai lauk dan sayur . Adapun Seribu kupat yang telah di doakan nantinya akan di bagikan seluruh warga yang datang untuk di bawa pulang , baik warga desa maupun warga yang hadir dari lain daerah. Kupat yang di bawa pulang di percaya membawa berkah untuk pertanian mereka.

makan kupat bersama di lokasi merti desa
info gambar

Tahun ini karena musim kemarau yang biasanya terjadi di bulan juli atau agustus nampaknya mundur di bulan September , maka Nyadran 1000 kupat Merti Desa Ngemplak juga menyesuaikan kondisi ini, tradisi ini akan dilaksanakan Bulan depan tepatnya di awal Bulan September 2016. Panggung kesenian wayang kulit yang menjadi tanda juga akan di bangun di tengah pemukiman, dan suara keras speker akan terdengar hingga ke tetangga desa mereka menandakan tradisi unik yang terjaga lestari tengah berlangsung di bulan depan nantinya. ( fadkus )

Membawa pulang sebagian kupat
info gambar



Sumber : fadkus
Sumber Gambar Sampul :fadkus

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini