Modal 100 Ribu Antarkan Siswi SMP Raih Gelar Ilmuwan Muda Internasional

Modal 100 Ribu Antarkan Siswi SMP Raih Gelar Ilmuwan Muda Internasional
info gambar utama

Lagi dan lagi. Prestasi Indonesia di kancah dunia dalam bidang sains sudah tidak bisa dianggap sebagai isapan jempol. Kali ini kabar baik datang dari kompetisi karya ilmiah remaja di Amity University Gurgaon, New Delhi, India. Pada 17 Juli lalu, Pacific Conference of Young Scientists (APCYS) 2016 kembali menggelar kompetisi ilmiah untuk kelima kalinya. Ajang tahunan ini bertujuan untuk menjaring fisikawan muda dari berbagai negara.

Seperti yang dilansir dalam situs Tempo.co, tim Indonesia yang terdiri dari 10 orang pelajar berhasil meraih 2 medali emas, 2 medali perak dan 3 medali perunggu. Disertai paparan karya dari tiap peserta, kompetisi diikuti oleh sekitar 150 orang ilmuan muda yang berasal dari 10 negara dengan 120 hasil penelitian dalam bidang seperti, teknik, komputer, biologi.

Tim Indonesia saat kompetisi APCYS di India. Sumber : pikiran-rakyat.com
info gambar

Salah satunya adalah Lubba Ailiati dan kakak kelasnya, Syauqiyyah Syahlaa. Mereka yang tergabung dalam Kelompok Ilmiah Remaja Al Ma’soem Science Club (KIR ASIC), menciptakan alat praktikum fisika yang belum pernah ada sebelumnya. Alat pengukur manual bias cahaya buatan tim siswi SMP Al Ma'soem, Sumedang adalah hasil dari karya ilmiah yang berjudul Designing Liquid Refractive Index Measuring. Biaya pembuatan yang hanya kurang dari 100 ribu rupiah juga menjadi poin tambah bagi karya anak bangsa satu ini.

Inspirasi ini bermula saat Lubba dan kawannya mengalami kesulitan memahami materi fisika mengenai bias cahaya. Karena selama ini materi hanya dapat disampaikan secara teori. Penyampaian secara praktek susah dilakukan karena belum adanya alat ukur untuk cahaya.

Alat ukur bias cahaya yang dibuat kedua siswi ini berbahan kaca dan berbentuk mirip akuarium. Wadah transparan ini memiliki panjang 60, lebar 20 dan tinggi 30 sentimeter. Pada salah satu tepi atas bagian lebar wadah, dipasang busur sebesar 180 derajat yang dilapisi pelat seng berjarum penunjuk. Kemudian pada bagian bawah wadah juga dibenamkan penggaris besi sepanjang 50 sentimeter.

Untuk melihat reaksi pembelokan cahaya, wadah harus diisi dengan air yang dicampur gula dengan ukuran satu berbanding setengah. Lalu cairan ditembakkan dengan sinar laser baru kemudian siswa menghitung pembelokan cahaya menggunakan rumus fisika.

Alat laser yang dipakai bisa didapatkan dengan mudah, karena telah diperjualbelikan dengan harga lima ribu rupiah. Penemuan ini dianggap para guru sangat penting, karena mahalnya alat ukur digital yang bisa mencapai jutaan rupiah. Itupun sulit didapatkan karena area penyebarannya masih dalam ruang lingkup perguruan tinggi. Harapannya, teknologi ini mampu menjadi alat ukur alternatif dalam proses pembelajaran di berbagai institusi pendidikan.



Sumber : tempo.co
Sumber Gambar Sampul : tempo.co

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini