Di Museum Kebudayaan Hamburg dari Rumah Bali berdirilah Pura

Di Museum Kebudayaan Hamburg dari Rumah Bali berdirilah Pura
info gambar utama

PEMANDANGAN diatas adalah merupakan salah satu sudut pemandangan kota Hamburg yang terletak di ujung utara negara jerman dan merupakan kota terbesar kedua di Jerman setelah Berlin dan merupakan kota pelabuhan terbesar kedua di Eropa setelah Rotterdam Belanda. Disamping merupakan kota pelabuhan utama negara jerman, kota Hamburg, juga terkenal karena kecantikan gedung-gedung tuanya, di dukung oleh pemandangan yang alami dan asri dari sungai Elbe yang membelah kotanya hingga menjadikan kota Hamburg merupakan daerah tujuan wisata yang cukup terkenal, tidak hanya terkenal di jerman tapi juga di Eropa.

Kota Hamburg seperti layaknya kota metropolitan lainnya di diami tidak hanya oleh penduduk berkebangsaan Jerman, melainkan juga oleh warga multi etnis yang datang dari segala penjuru dunia termasuk juga warga ber-etnis Bali. Dari sekitar 4,3 Juta jiwa penduduk yang mendiami kota Hamburg terdapat perkumpulan masyarakat Bali di Hamburg atau dikenal dengan nama Nyama Braya Bali (NBB) Hamburg yang secara rutin setiap sebulan sekali melaksanakan pertemuan, disamping untuk melakukan persembahyangan bersama juga untuk sekedar temu kangen antar sesama warga bali di rantau. Pertemuan ini biasanya dilaksanakan secara bergilir diantara rumah orang bali di Hamburg , namun semenjak tanggal 22 Mei 2010 pertemuan rutin selanjutnya dipusatkan di gedung museum Völkerkunde, yaitu sebuah Museum kebudayaan dan Ethnology yang terletak di daerah Rothenbaumchaussee Hamburg. Adapun alasannya karena persis dihalaman depan gedung museum Völkerkunde (seperti tampak di foto diatas), sudah berdiri Padmasana Pura Hindu.

Museum Völkerkunde

Caption (Sumber Gambar)

Museum Völkerkunde demikianlah nama Museum Kebudayaan yang ada di kota Hamburg dimana Pura Hindu berdiri. Museum ini didalam gedungnya menampilkan hampir seluruh etnis kebudayaan dunia, salah satunya kebudayaan etnis Bali. Ketertarikan pihak museum memamerkan benda-benda kesenian bali di mulai sejak awal tahun 2000 an. Kemudian secara bertahap pihak museum membuat ruangan museum di salah satu departementnya hanya khusus memamerkan segala pernak-pernik tentang kebudayaan etnis Bali.

Selanjutnya di tahun 2006 diikuti dengan mewujudkan rumah gedong kerajaan berasitektur bali di dalam ruangan Museum, hingga akhirnya pada 30 Agustus 2008 ketika perkumpulan masyarakat Bali di Hamburg atau dikenal dengan nama Nyama Braya Bali (NBB) Hamburg menyelenggarakan hari raya Galungan dan Kuningan, keinginan untuk mendirikan Pura mulailah di wujud nyatakan, di awali dengan upacara peletakan batu pertama pembangunan Pura di Hamburg yang dipimpin oleh pemimpin agama yang datang langsung dari Bali, yaitu Ida Bhagawan Dwija. Dan akhirnya di tahun 2009 Padmasana (Pura) mulai dibangun oleh undagi (arsitektur Pura) I Nyoman Artana yang didatangkan langsung dari Bali juga.

Atas karunia Tuhan di tahun 2010 tepatnya pada saat perayaan Kuningan 22 Mei 2010 Pura yang pendiriannya dibangun atas inisiatif wanita Bali kelahiran Banyuatis Buleleng yang berdomisili di Hamburg, Luh Gede Juli Wirahmini Biesterfeld, akhirnya diresmikan seperti layaknya Pura di Bali.

Rumah Bali dan Padmasana di Museum Völkerkunde

Caption (Sumber Gambar)

Berita tentang keberadaan Padmasana di areal museum kebudayaan Völkerkunde sebagai tempat pemujaan umat Hindu sudah pula mulai ramai di bicarakan masyarakat di Hamburg. Artikel tentang Pura ini di muat dengan judul „Balinisesischer Tempel am RothenBaum“ di koran harian „Hamburger Abendblatt“ yang terbit 3 Nopember 2009.

Di awal artikel yang dimuat di koran Hamburger Abendblatt di sebutkan bahwa: di depan museum Völkerkunde kemungkinan merupakan satu-satunya Pura Bali yang dapat di akses secara umum di Eropa. Upacara peresmiannya (pemlaspasannya) dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2010. Arsitek Bali yang bernama I Nyoman Artana, sudah mengambil batu hitam dari peti kayu yang dikirim dari Indonesia. Dan dalam waktu beberapa minggu Artana sudah memasang (menggabungkan) batu-batu tersebut hingga menjadi sebuah Pura (Padmasana) setinggi Pura (Padmasana) yang banyak dijumpai di Bali, dan ketinggiannya pun sudah pula memenuhi standar tinggi sebuah bangunan yang di ijinkan di Jerman, demikian kutipan artikel yang dimuat di koran terbesar di kota Hamburg.

Seperti layaknya pembangunan sebuah Pura atau Padmasana di Bali atau di Indonesia, pembangunan Padmasana di museum Völkerkunde yang terletak di Rothenbaumchaussee juga di bangun dengan aturan yang memenuhi standar di bali, sehingga bangunan Pura yang di wujudkannya tidak hanya menampilkan sebuah bangunan dengan nilai seni semata melainkan juga memiliki nilai spiritual yang memenuhi fungsi keagamaan sebagai sebuah Pura tempat pemujaan Tuhan.

Lebih lanjut di ungkapkan dalam koran Hamburger Abendblatt, Pak Nyoman Artana, memulai pembangunan Pura ini di bantu oleh 2 orang asistennya yang juga berasal dari Bali. Kedatangan Pak Artana ke Hamburg bukanlah untuk yang pertama kali, pada tahun 2006 pak artana sudah pula membangun sebuah „rumah“ berarsitektur bali yang di dirikan didalam gedung museum. Selain rumah bali ini, sejak 2004 tahun yang lalu museum ini sudah memiliki sebuah pameran tetap yang besar dengan thema Bali. Dan semenjak terdapatnya „rumah bali“ didalam museum, beberapa upacara keagamaan Hindu seperti layaknya perayaan di Bali mulailah sering diadakan di dalam museum oleh masyarakat bali yang berdomisili di Hamburg. Walaupun upacara keagamaan Hindu sering diadakan di Museum Völkerkunde tapi bangunan Pura yang sebenarnya belumlah ada saat itu.

Keinginan untuk membangun Pura yang sebenarnya di lingkungan area Museum kebudayaa Völkerkunde akhirnya bisa di wujud nyatakan berkat inisiatif dari wanita kelahiran Singaraja yang berdomisili di Hamburg, Luh Gede Juli Wirahmini Biesterfeld, yang mendanai pembangunan Pura ini. Juli bertanggung jawab mulai dari pembelian bahan bangunan Pura di Bali, mengorganisasikan pengirimannya dari Bali ke Jerman, hingga menjamin pembiayaan upacara yang sekiranya di perlukan, seperti layaknya pembangunan Pura yang baru di Bali di ikuti dengan upacara pemlaspasan.

Caption (Sumber Gambar)

Sebuah pura Hindu yang dibangun di areal museum Völkerkunde memang dimaksudkan dapat di akses secara terbuka oleh pengunjung umum, mungkin boleh di bilang unik keberadaannya di Eropa. Pura yang di bangun ini memang bukan merupakan bagian dari sebuah pameran, namun demikian diharapkan dapat mendukung tujuan dari Museum yang memang memiliki misi tidak hanya sebatas „menampilkan“ tradisi etnis budaya (sekala), tapi juga ingin agar terdapat roh atau jiwa yang aktiv didalamnya (niskala), demikian di ungkapkan oleh Dr. Jeanette Kokkot, staff pameran yang menanggung jawabi departement Bali di Museum Völkerkunde, kepada koran harian Abendblatt Hamburg.

Dr. Jeanette Kokkot juga menambahkan, Pura seperti yang banyak di jumpai di Bali terdapat dalam berbagai jenis dan ukuran yang berbeda-beda, seperti disainnya yang terbuka di kelilingi oleh tembok batu (batu bata), namun Padmasana yang di bangun di museum Völkerkunde sudah menggambarkan kedudukan Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa).

Lebih lanjut di ungkapkan dalam koran harian Hamburger Abendblatt, di awal nopember 2009 Artana sudah menyelesaikan pekerjaannya dan sudah kembali ke Bali. Bangunan Padmasana yang di bangunnya di depan museum secara skala (fisik) sudah pula selesai di kerjakannya, namun secara niskala masih belumlah berfungsi sebagai sebuah Pura, karena belum di pelaspas. Pemlaspasannya baru dilaksanakan pada tanggal 22 Mei 2010 yang bertepatan dengan perayaan Kuningan, dimana semua umat hindu di Jerman akan merayakan hari raya suci hindu ini.

Renungan

Caption (Sumber Gambar)

Menyadari kehidupan sehari hari di Jerman yang memang di kenal orangnya sangat sibuk, pemimpin agama yang memimpin upacara peresmian Pura Hindu di Hamburg yaitu , Ida Bhagawan , dalam sambutannya mengajak seluruh masyarakat bali yang hadir saat itu untuk meneladani pohon pisang, yang karena kodratnya pohon pisang ada atau bermanfaat untuk mahluk lain dan tanpa mengharapkan pamerih. Oleh karenanya bila ada upacara keagamaan di Bali, pohon pisang selalu digunakan. Disamping meneladani pohon pisang, Ida Bhagawan juga mengajak umat yang hadir untuk meneladani binatang ayam, yang semenjak bangun pagi langsung “berangkat” kerja untuk menafkahi dirinya.

Dengan berdirinya Pura Hindu di kota Hamburg seakan semakin memperkokoh rajutan tali persaudaraan masyarakat bali di kota Hamburg ataupun di negeri Jerman. Walaupun mereka hidup jauh merantau hingga ke negeri jerman, mereka bisa merasakan Ida Sang Hyang Widi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) ada dimana mana (Wyapi Wyapaka).


Sumber :
Sumber Gambar Sampul :

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini