Taman Bali Cikal Bakal Berdirinya Pura di Berlin

Taman Bali Cikal Bakal Berdirinya Pura di Berlin
info gambar utama

MARZAHN demikianlah nama sebuah distrik (kabupaten) di daerah Berlin Timur yang berjarak sekitar 40 km dari landmark kota Berlin „Branderburgtor“, dan merupakan sebuah daerah dengan kompleks perumahan (apartment) yang terpadat di Berlin Timur (atau terpadat di negara Jerman timur jaman dulu). Namun sejak 9 May 1987, selain di kenali sebagai daerah dengan perkampungan penduduk terpadat di Berlin, Marzahn juga mulai dikenali sebagai daerah dengan taman wisata kotanya yang dikenal dengan nama „Berliner Gartenschau“ (atau Berlin Garden Show), yaitu sebuah taman wisata tempat untuk berrekreasi, yang didisain oleh Mr. Gottfried Funecke, yang menawarkan konsep menampilkan hampir semua kebudayaan yang ada di dunia ini, seperti Chinese Garden, Japanese Garde, Balinese Garden, Italianise Garden, Oriental / Midle-East (Arabic) Garden, dll, dimana taman wisata dunia ini di resmikan tanggal 9 May 1987 dalam rangka perayaan ulang tahun kota berlin yang ke 750 tahun.

Adapun maksud pemerintah kota Marzahn membuat hampir semua kebudayaan dunia itu didalam sebuah taman wisata kota, selain sebagai bentuk hadiah dari pengelola Taman Wisata ini kepada ibukota Jerman Timur saat itu, yaitu kota Berlin Timur, yang di saat itu masih dalam suasana „perang dingin“ dengan Jerman Barat, yang tentunya agar bisa bersaing dan menandingi keberadaan Taman Wisata Britzer Garden yang ada di kota Berlin Barat. Sehingga dengan adanya Taman Wisata „Berliner Gartenschau“ negara Jerman Timur bisa menunjukkan kepada masyarakat dunia international bahwa penduduk negara Jerman timur, khususnya berlin timur, atau masyarakat distrik Marzahn yang walaupun berpaham komunis, namun selalu mengulurkan tangan terbuka dan welcome kepada tourist international untuk berkunjung kedaerah Marzahn atau berlin timur atau Jerman timur.

Erholungspark Marzahn (Taman Rekreasi Marzahn)

Caption (Sumber Gambar)

Setelah di resmikannya taman wisata „Berliner Gartenschau“ ini di tahun 1987, di ikuti dengan runtuhnya Tembok Berlin pada tanggal 3 Oktober 1989 yaitu tembok yang memisahkan kota Berlin Barat dengan Berlin Timur, dan selanjutnya di ikuti dengan penyatuan negara Jerman di tahun 1991, untuk meneruskan cita-cita luhur dari para pendahulu Jerman Timur, pemerintahan Jerman bersatu kemudian melanjutkan proyek „Garten der Welt“ (Taman Wisata Dunia) ini, dan nama „Berliner Gartenschau“ pun akhirnya di ganti menjadi „Erholungspark Marzahn“ yang artinya Taman Rekreasi Marzahn, dengan harapan untuk lebih mengedepankan citra „rekreasi“ pada taman ini, dan satu persatu kebudayaan dunia yang memang telah di rencanakan untuk di bangun mulailah di bangun, di mulai dari mewujudkan Chinese Garden seluas 27.000 m2 dengan nilai total proyeknya 4,5 Juta Euro, yang di resmikan pada tanggal 15 October 2000, dan merupakan Chinese garden yang terluas di Eropa. Kemudian di ikuti dengan mewujudkan Japanese Garden seluas 2.700 m2 dengan nilai total proyeknya 1,5 Juta Euro yang di resmikan pada tanggal 30 April 2003, dan selanjutnya di ikuti dengan mewujudkan Balinese Garden seluas 500 m2 dengan nilai proyek 385.000 Euro, dengan konsep bangunan rumah bali tradisional beserta sanggah (pemrajan) yang di disain tertutup dan diresmikan pada tanggal 18 Desember 2003.

Setelah peresmian Balinese Garden, kemudian di ikuti dengan mewujudkan Oriental / Middle-East (arabic) Garden seluas 6.100 m2 dengan nilai total proyek 2,3 Juta Euro, yang di resmikan pada tanggal 7 July 2005. Setelah itu di ikuti dengan mewujudkan Korean Garden seluas 4000 m2 yang merupakan hadiah dari pemerintah Korea dan di resmikan pada tanggal 31 Maret 2006. Setelah Korean Garden kemudian di ikuti satu persatu dengan Hecken-Irrgarten, Pflaster-Labyrinth, Karl-Foester Staudengarten, Italian Renaisance Garden, Christlicher garden, dll, yang pembangunannya terus berlanjut hingga kini.

Balinese Garden (Taman Bali)

Caption (Sumber Gambar)

Balinese Garden ini di wujudkan oleh Pemerintah Jerman selain karena alasan ingin memperkenalkan salah satu kebudayaan dunia yang memiliki karakter yang kuat yang masih ada di dunia ini, juga di wujudkan sebagai bentuk kerjasama “twint-cities” antara kota Berlin dengan kota Jakarta, yaitu dengan dipersembahkannya „Kebudayaan Bali“ oleh Pemerintah Daerah Berlin di tengah-tengah kota Berlin.

Balinese Garden dengan konsep bangunan rumah bali tradisional beserta sanggah (pemrajan), di lindungi oleh atap plastic (rumah kaca) pada bagian atas, sisi kiri dan sisi kanannya, dimaksudkan agar batu bata, paras, atap (raab) duk dan ambengan (somi) yang merupakan inti dari bangunan pelinggih Pura, agar tetap terlihat cantik dan terlindungi dari dinginnya suhu udara khususnya hujan salju bila musim dingin tiba.

Balinese Garden disamping menawarkan keaslian suasana Bali, juga menawarkan pemandangan yang eksotis tumbuh-tumbuhan dan bunga-bunga tropis yang banyak di jumpai di negara beriklim trofis. Disain dan rancang bangun dari Rumah Bali dan Sanggah yang ada di Balinese Garden ini mengacu kepada aturan yang berlaku di Bali, yaitu

  • Asta Bumi (aturan tentang luas halaman Pura, pembagian ruang halaman, serta jarak antar pelinggih)
  • Asta Kosala Kosali (aturan tentang bentuk-bentuk niyasa (symbol) pelinggih, yaitu ukuran panjang, lebar, tinggi, pepalih (tingkatan) dan hiasan).

Sehingga pengunjung yang memasuki rumah kaca Balinese Garden ini bisa benar-benar merasakan spirit dari kebudayaan Bali dan seolah-olah seperti sedang berada di Bali.

Caption (Sumber Gambar)

Pesan menarik lainnya yang juga ingin disampaikan oleh perancang Balinese Garden di Erholungspark Marzahn ini adalah Bali yang merupakan bagian dari negara Indonesia yang berpenduduk mayoritas beragama islam, namun Bali tetap exist dengan kebudayaannya tersendiri yang unique yang di wariskan secara turun temurun. Dijaman dulu ketika Agama Hindu baru dikenali oleh masyarakat Bali kuna, keyakinan ini bisa berbaur dengan adat istiadat lokal balinya, budayanya, alamnya, hidup berdampingan satu sama lainnya secara harmony hingga akhirnya keyakinan ini dijadikan tuntunan „way of life“ yang dikenal masyarakat dengan „Tri Hita Karana“, yaitu

  • menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan manusia,
  • menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan alam dan lingkungan dan sekitarnya,
  • menjaga hubungan harmonis antara manusia dengan Tuhan.

Ketiga prinsip keharmonisan hidup yang diyakini oleh masyarakat Bali tersebut bisa di temukan sekaligus didalam area Balinese Garden yang ada di taman Erholungspark Marzahn yang ditampilkan dalam bentuk bangunan Pura model di Bali jaman dulu dengan batu bata merahnya, Bangunan peristirahatan di halaman rumah yang beratapkan ilalang kering, dan tanaman serta bunga yang banyak di jumpai di pedalaman Bali.

Informasi dan penjelasan lebih lanjut yang bisa di dapatkan oleh pengunjung dari keberadaan Balinese Garden (Taman Bali) di Taman rekreasi Marzhan (Erholungspark Marzahn) ini adalah informasi tentang model dan tata letak ruangan dari rumah bali kuna yang di bangun berdasarkan Asta Kosala-Kosali dengan dinding rumah dan dinding pekarangan yang dibangun dari campuran lumpur dan batu bata serta informasi detail dari setiap Pelinggih yang terdapat di Sanggah (Pura). Pengunjung yang memasuki area Taman Bali ini dituntun melalui sebuah pintu gerbang yang biasa di kenal dengan Angkul-Angkul.

Bangunan rumah adat dan Sanggah (Pura) yang terletak di pekarangan rumah dipisahkan oleh dinding tembok. Ketiga pelinggih (Pura) yang terdapat didalam sanggah setiap hari diberikan persembahan bunga (sesajen), dupa, seperti layaknya sanggah yang ada di Bali.

Caption (Sumber Gambar)

Dalam tradisi kebudayaan Bali Kuna, keberadaan sebuah “taman” atau garden memang tidak di atur dalam Asta Kosala Kosali atau Asta Bumi, namun demikian tumbuh-tumbuhan yang di tanam oleh orang bali jaman dulu memang disesuaikan dengan fungsi dan kebutuhannya, seperti untuk makanan, obat-obatan, bunga persembahan, dan untuk memberikan keteduhan.

Dalam Asta Kosala Kosali, selain terdiri dari bangunan rumah yang utama juga dilengkapi dengan Lumbung Padi. Sementara areal kosong di belakang rumah biasanya di alokasikan sebagai “Tebe” (hutan kecil).

Di areal Taman Bali ini di Berlin ini, hutan tropis yang merupakan ciri khas Tebe yang ada di bali di isi dengan tumbuh-tumbuhan yang banyak di jumpai di pekarangan rumah, seperti berbagai jenis pakis, bunga kembang sepatu, dan tumbuhan bunga yang sekiranya bisa mencuri perhatian mata pengunjung, yaitu bunga anggrek yang berwarna-warni.

Lebih lanjut dengan Bali dan kebudayaannya yang memang tidak bisa di pisahkan dengan alam dan tumbuh-tumbuhan, salah satunya yang di kenal adalah perayaan hari suci Tumpek Wariga, penghormatan terhadap tumbuh-tumbuhan. Demikian juga dengan keberadaan Taman Bali (Balinese Garden) di Taman Erholuspark Marzahn Berlin ini, juga tidak bisa di pisahkan dengan keberadaan perkumpulan masyarakat Bali di Jerman yaitu Nyama Braya Bali Jerman.

Walaupun Pura yang ada di Taman Bali di Erholungspark Marzahn ini di disain dengan konsep rumah bali kuna yang merupakan bagian dari tradisi kebudayaan bali, namun keberadaan Pura ini akhirnya bisa di optimalkan lagi. Jadi keberadaannya yang semula hanya sebatas di pakai sebagai tempat untuk memperkenalkan kebudayaan bali kepada masyarakat berlin pada khususnya atau masyarakat jerman / eropa pada umumnya, selanjutnya bisa di gunakan sebagai tempat persembahyangan bagi umat hindu yang berdomisili di Berlin.

Caption (Sumber Gambar)

Perkumpulan masyarakat Bali di Berlin atau di kenal dengan nama Nyama Braya Bali (NBB) Berlin , berkat usahanya yang telah melakukan pendekatan secara pro-active kepada pihak pengelola Taman Wisata Erholungspark untuk bisa memfungsikan keberadaan Pura di Berlin tersebut sebagai Pura yang sesungguhnya , akhirnya membuahkan hasil yang manis. Bangunan Pura tersebut akhirnya bisa di fungsikan seperti Pura tempat persembahyangan seperti layaknya Pura yang ada di Bali ataupun Pura yang ada di Tanah Air.

Refleksi

Akhir kata, kelesatrian Pura yang ada di Eropa sesungguhnya sangat ditentukan oleh ada tidaknya masyarakat pendukung yang membuat pura tersebut menjadi fungsional. Semegah apapun sebuah Pura, kalau dia tidak fungsional, maka lambat laut dia akan sirna. Dengan kata lain, keberadaan sebuah bangunan selalu membutuhkan masyarakat yang mempunyai pertautan nilai terhadapnya. Itulah yang menjadi alasan kenapa banyak candi dan bahkan sebuah Kota Megah di abad ke 13 di Trowulan lenyap tak berbekas. Pura / Candi bahkan Bangunan Kota hanya akan menjadi kumpulan artefak yang glantak-gluntuk tak bernyawa ketika alasan keberadaannya tak lagi bertautan erat dengan nilai dari masyarakat sekitarnya.

Dengan keberadaan Pura yang ada di Berlin tersebut seakan mengobati kerinduan masyarakat bali yang merantau di berlin atau di Jerman akan kampung halaman mereka di bali untuk bisa merayakan hari raya suci agama bersama keluarga.

Sumber :
Sumber Gambar Sampul :

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini