Kebijakan Visa on arrival Dan Isu Keamanan Negara

Kebijakan Visa on arrival Dan Isu Keamanan Negara
info gambar utama

Ada keuntungan suatu Negara yang memiliki kebijakan visa on arrival, yang paling jelas adalah meningkatnya jumlah wisatawan Negara-negara lain masuk ke suatu Negara. Multiplier effect dari meningkatnya jumlah wisatawan ini tentunya perekonomian negagara tersebut, misalnya pertemuan bisnis antar Negara menjadi mudah, peningkatan occupancy rate hotel, meningkatnya pendapatan travel agents, berkembangnya industry kecil yang bergerak dibidang pariwisata, dan sudh barang tentu memudahkan wisatawan asing untuk masuk ke suatu Negara tanpa harus ribet mengurus aplikasi Visa ke Kedutaan Besar.

Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil tahun lalu mengumumkan sebuah paket kebijakan ekonomi yang dilaksanakan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia terutama dalam upaya untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan yang merupakan pengukuran paling luas mengenai aliran keluar masuknya devisa yang mencakup perdagangan, jasa, pembayaran bunga dan pengiriman uang. Salah satu perubahan kebijakan baru adalah pembebasan visa kunjungan ke Indonesia. Mulai dari April 2015, Indonesia akan mengizinkan warganegara asing dari tambahan 30 negara untuk mengunjungi Indonesia tanpa visa. Sementara itu Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa perubahan kebijakan ini diharapkan untuk meningkatkan pendapatan di sektor pariwisata karena akan menarik lebih banyak turis ke Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.

Nampak nya kebijakan itu diambil mengingat masih rendahnya jumlah turis yang masuk di Indonesia dibandingkan Negara –negara tetangga. Presiden Jokowi pernah mengungkapkan keheranannya ketika berbicara di Indonesia Economic Outlook 2015 di Hotel Borobudur, Lapangan Banteng, Jakarta Pusat "Turis kita hanya 7 juta. Negara tetangga Malaysia 24 juta, Singapura 15 juta, Thailand 28 juta. Harusnya kita lipat dua, lipat tiga dari mereka," kata Jokowi waktu itu. Memang jumlah turis yang masuk Indonesia meningkat setelah di berlakukan Kunjungan Bebas Visa atau Visa-On-Arrival itu.

Tidak tanggung-tanggung Warga negara yang memegang paspor dari 90 negara berikut boleh datang dan menetap di Indonesia tanpa visa selama 30 hari; dan Warga negara asing dari beberapa negara dapat mengajukan Visa –On-Arrival untuk masa menetap 30 hari dengan membayar US$35 di pintu masuk utama. Dan tidak tanggung-tanggung pula yang masuk menggunakan visa-on-arrival itu bisa masuk dengan mudah di hampir semua bandara utama dan pelabuhan utama di berbagai kota di Indonesia.

Resiko Kebijakan Visa On Arrival.

Tapi ada juga resiko yang di hadapi suatu Negara dengan kebijakan Kunjungan Bebas Visa terebut; antara lain kebijakan itu berarti kata pengamat isu-isu keamanan: “On the flip side it would mean allowing unknown people into the country as there will be no time to look into their credentials.” Atau di sisi lain kebijakan itu adalah membiarkan masuknya orang tidak dikenal ke suatu Negara tanpa adanya pengecekan kredensial mereka berupa dokumen-dokumen penting yang di perlukan.

VoA, dua sisi | Sofiaglobe.com

Apalagi pada saat-saat seperti sekarang dimana isu terorisme, penyelundupan narkotik dan perdagangan manusia makin meningkat, maka kebijakan bebas visa itu memungkinkan para pelaku kejahatan transnasional itu dengan begitu mudahnya masuk suatu Negara.

Pengalaman Turki.

Pada minggu pertama bulan Juli 2016 lalu saya punya pengalaman menarik tentang Visa On Arrival di Turki, waktu itu penerbangan saya dari bandara Charles de Gaulle Paris ke Bandara Attaturk Istambul mendarat dulu di Bandara Sabiha yang terletak di sisi Asia sekitar 35-40 km dari Istambul. Bandara ini dibangun untuk membantu meringankan beban Bandara Attaturk yang padat. Saya datang ke counter Visa on Arrival di Bandara itu, ruangannya kecil dan ada tiga petugas wanita yang sedang ngrumpi. Waktu saya tanya apakah disitu tempat Visa on Arrival, jawaban salah satu petugas dengan ketus : Anyone wants to enter a country must obtain Visa!, lalu langsung tangannya menjulur keluar dan setengah berteriak “$35” !.

Saya dengan enam kolega saya bayar, dan petugas wanita itu langsung menarik paspor-paspor kami, melihat halaman paspor dengan cepat, terus langsung di stempel dengan cepat seperti seorang kasir toko yang memberi stempel “Lunas” pada bon pembayaran.

Petugas itu tanpa melakukan prosedur ke imigrasian standar yang tepat, misalkan melihat wajah kami dan di cocokkan dengan monitor didepannya, siapa tahu ada red notice dari Interpol yang mengejar pelarian, atau menanyakan maksud kunjungan “business or pleasure”. Tanpa ba bi bu semua paspor di stempel tanpa memberitahukan tahapan berikutnya misalkan masuk Gate A atau B. Di antrian imigrasi berikutnya, petugas juga hanya melihat apakah saya paspor kami sudah di stempel Visa on Arrival apa tidak.

Begitu mudahnya kami masuk Turki waktu itu.

Turki mengalami insiden serangan teroris berkali-kali; Sepanjang Januari-Juni tahun ini, terjadi 11 kali serangan teror menimpa pelbagai wilayah Turki. Bom bunuh diri di Bandara Attaturk menjadi insiden dengan korban jiwa terbanyak. Insiden terbaru adalah penembakan serta peledakan bom bunuh diri di Bandar Udara Internasional Attaturk, di Kota Istambul pada Rabu (29/6) dini hari waktu setempat. Serangan oleh tiga orang teroris yang semuanya meledakkan diri itu menewaskan 41 orang serta melukai 230 lainnya. Termasuk yang tewas adalah 13 warga negara asing sedang transit di bandara tersebut. Ketiga teroris itu yang di diduga dari Rusia mungkin seperti saya yang mudah masuk Negara Turki tanpa ditanya detail tentang diri saya dan maksud kunjungan saya.

Apa Perlu Di Evaluasi?

Kalau di tanya apa perlu di evaluasi kebijakan Visa on Arrival itu, sepertinya yang perlu di evaluasi adalah standar prosedur keamanannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa degan adanya kebijakan ini jumlah turis manca Negara meningkat demikian pula devisa Negara. Lagipula sudah ada beberapa Negara lain yang juga memiliki kebijakan ini. Namun kebijakan ini tidak boleh melonggarkan standar keamanan Negara dalam mengawasi masuknya orang asing, karena para pelaku tindak teroris, narkotika dan perdagangan manusia ini tidak memiliki batas Negara. Mereka- mereka ini bisa juga masuk ke Indonesia berkedok sebagai turis dengan memanfaatkan kebijakan Visa on Arrival.

Namun juga perlu diperhatikan bahwa kebijakan ini seharusnya diimbangi dengan pembangunan industri pariwisata yang terpadu dan professional. Karena sudah banyak contoh Negara-negara maju yang tidak memiliki kebijakan Visa on Arrival tapi jumlah turis yang masuk negaranya setiap tahun meningkat.

Karena itu tidak boleh kebijakan ini di laksanakan hanya untuk mengejar target jumlah wisatawan tanpa adanya peningkatan di sektor keamanan Negara dan pembangunan industri pariwisata. Sebab kalau tidak, maka kebijakan seperti ini mirip dengan kebijakan sebuah Perguruan Tinggi yang tidak professional, tanpa melakukan terobosan atau inovasi yang baik, demi untuk mencari dana, maka SPP mahasiswa dinaikkan……Mudah.

*) Ahmad Cholis Hamzah

Lulusan University of London, dan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga, pemerhati isu-isu nasional dan internasional, dan penulis kolom Opini di Goodnewsfromindonesia.org








Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini