Pesawat Tanpa Awak Buatan Indonesia Menembus Stratosfer

Pesawat Tanpa Awak Buatan Indonesia Menembus Stratosfer
info gambar utama

Berawal dari impian untuk menginspirasi Indonesia, AeroTerrascan yang dipunggawai oleh Dian Rusdiana Hakim menggagas suatu ekspedisi menuju stratosfer dengan menggunakan pesawat tanpa awak produksi dalam negeri. Impian tersebut sudah ada di benak Beliau sejak 10 tahun silam saat Beliau mulai membentuk tim AeroTerrascan. Tahun ini, AeroTerrascan siap untuk melaksanakan suatu ekspedisi menuju stratosfer bernama Menembus Langit.

Bersama dengan AeroGeoSurvey, AeroVisualStudios, Dengan Senang Hati, Global Inovasi Informasi Indonesia, GDILab, Layaria, Alitt Susanto, serta Lembaga Antariksa dan Penerbangan Indonesia (LAPAN) siap menorehkan sejarah baru dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan aeronautika Indonesia melalui ekspedisi Menembus Langit.

Ekspedisi Menembus Langit adalah ekspedisi menerbangkan pesawat tanpa awak atau unmanned aerial vehicle (UAV) Ai-X1 produksi AeroTerrascan setinggi 30KM dengan menggunakan balon cuaca. Ekspedisi ini didukung oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebagai fasilitator, AeroGeoSurvey sebagai tim operator, AeroVisualStudios sebagai tim dokumenter, Global Inovasi Informasi Indonesia sebagai supporting peralatan dan pabrikasi, Dengan Senang Hati sebagai konsultan komunikasi, Layaria sebagai video creators network, GDILab sebagai penyedia social media monitoringtools, dan Alitt Susanto sebagai video creator.

Menembus Langit merupakan uji coba terbang pertama menuju stratosfer di Indonesia dan akan menjadi rekor nasional. Ekspedisi Menembus Langit diadakan dengan tujuan mendukung eksplorasi stratosfer dan mengembangkan riset aeronautika Indonesia. Ekspedisi diharapkan dapat menjadi data acuan untuk mendukung penelitian lebih lanjut serta memacu percepatan teknologi keantariksaan nasional. Data meteorologi yang didapat dari ekspedisi Menembus Langit juga akan dipakai untuk penelitian cuaca dan iklim Indonesia. Selain data meteorologi, kami pun akan mendistribusikan “Guide Book“ perihal ekspolarsi stratosfer mulai dari riset awal, metodologi, cara kerja, serta pengoperasian sistem menuju stratosfer. Hal ini guna memberikan panduan bagi khalayak untuk melakukan eksplorasi serupa yang diharapkan menjadi pemacu percepatan teknologi keantariksaan nasional.

Prof. Dr. Thomas Djamaluddin M.Sc., Kepala LAPAN menyatakan, “Menembus Langit dengan meluncurkan balon cuaca dan UAV hingga ketinggian 30KM akan memberikan informasi mengenai dinamika atmosfer di stratosfer. Pemahaman ini diharapkan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi High Altitude Long Endurance (HALE) yang tidak terganggu oleh awan. Dengan demikian, UAV dapat bertahan lama dan dapat mengumpulkan data yang lebih banyak. Menembus Langit sangat positif dari perspektif sains atmosfer dan memiliki potensi untuk mengembangkan teknologi HALE.”

Chris Dewanto, Kepala Biro Kerjasama, Hubungan Masyarakat dan Umum LAPAN juga menyampaikan harapannya akan ekspedisi Menembus Langit. “Menembus Langit merupakan kegiatan yang positif guna meningkatkan minat masyarakat dalam berinovasi dan terus aktif dalam kegiatan sejenis. Inovasi semacam ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi teknologi dan aplikasi penerbangan dan keantariksaan kepada masyarakat dan Negara,” demikian ujarnya.

Tim Aero Terrascan mempersiapkan misi Menembus Langit (Dok GATRA/Aero Terrascan)
info gambar

Fokus Menembus Langit dalam konteks sains dan penelitian atmosfer adalah mengembangkan wahana ulang alik. Wahana ulang alik yang dimaksud disini adalah UAV yang dilengkapi kemampuan return-to-home dan dapat digunakan kembali (reusable). Selama ini, penelitian atmosfer dilakukan dengan mengirimkan probe yang tidak akan bisa kembali ke tempat awal diluncurkan (home point). Dengan kemampuan return-to-home, wahana penelitian atmosfer akan dapat digunakan kembali (reusable) untuk misi selanjutnya. Wahana ulang alik yang diterbangkan tim Menembus Langit mampu mengangkut beban hingga 600gr sampai ke stratosfer. Beban yang dimaksud adalah sensor-sensor yang diperlukan untuk mendapatkan data stratosfer dan aeronutika.

Sebelum peluncuran final, tim Menembus Langit telah melakukan trial flight menuju stratosfer dengan prototype Ai-X1 pada tanggal 27 Agustus 2016 berlokasi di Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer LAPAN, Pameungpeuk - Garut. Trial flight dilakukan sebagai percobaan untuk mengetahui kemampuan UAV untuk kembali kepada home point, kekuatan struktur UAV, jangkauan telemetry hingga ketinggian 12,9 KM, dan kemampuan autopilot secara umum. Pelaksanaan trial flight ini juga menjadi tanda dimulainya ekspedisi Menembus Langit. Trial flight yang dilakukan pada 27 Agustus 2016 juga bertujuan untuk menguji bermacam failsafe scenario dari ekspedisi Menembus Langit mengenai tantangan stratosferik yang dihadapi oleh UAV Ai-X1.

Tim Misi Menembus Langit melakukan Uji Terbang, 27 Agustus 2016 (Dok GATRA/Aero Terrascan)
info gambar

Pada pelaksanaan trial flight, UAV Ai-X1 pertama-tama diterbangkan dengan balon cuaca. Dalam pendakiannya, rata-rata vertical speed dari balon cuaca mencapai 6m/s. Waktu yang tercatat untuk menempuh 1KM adalah 2,7 menit selama melakukan trial flight. Pada ketinggian 12,9KM (daerah transisi menuju stratosfer), UAV Ai-X1 lepas dari balon cuaca dan berhasil menstabilkan diri dengan bantuan autopilot pada ketinggian 12,7KM dan ground distance 9,9KM. UAV Ai-X1 secara konstan melakukan komunikasi (menerima sinyal dan mengirim data dari ground control) melalui telemetry yang dilengkapi antena diversity yang dirancang khusus oleh William Sutanto (Lead Transmitter Communication Menembus Langit). Kecepatan terbang jelajah (cruise) yang dirancang dan dikalkulasi oleh tim Menembus Langit sebelum pelaksanaan trial flight adalah sebesar 20m/s dengan vertical speed 5m/s telah terbukti. Autopilot yang diterbangkan juga memiliki fitur anti-icing untuk mengantisipasi temperatur yang bisa mencapai -70 derajat celcius. Sinyal dan data yang diberikan maupun ditangkap oleh telemetry meliputi kecepatan, posisi, ketinggian, maupun jarak.

Wahana untuk Menembus Langit (Dok GATRAnews/Aero Terrascan)
info gambar

“Dua antena tersebut mempunyai fungsi pemantauan yang berbeda. Antena omni mempunyai kemampuan untuk membaca sinyal dari segala segala arah (3600). Adapun antena directional mempunyai kemampuan untuk membaca sinyal dengan lebih presisi dan terarah. Antena tranceiver yang ada di UAV dan ground control memiliki kemampuan untuk memilih secara otomatis antena mana yang mempunyai sinyal paling kuat.” ungkap William Sutanto.

Sistem kontrol yang diprogram oleh Feri Ametia Pratama (Flight Director Menembus Langit) bersama dengan Seno Sahisnu (Lead Ground Control Team Menembus Langit) akan tetap mampu mengarahkan UAV Ai-X1 secara otomatis kembali pada titik awal walaupun UAV tidak mendapatkan sinyal telemetry. Ai-X1 diprogram untuk melakukan loiter dengan radius 250 meter dari home point jika kehilangan sinyal.

Stratosfer | scied.ucar.edu
info gambar

“Fitur return-to-home merupakan salah satu strategi yang kami siapkan agar UAV bisa kembali. Hal ini untuk antisipasi apabila UAV kehilangan sinyal ketika sedang melakukan suatu misi,” ujar Seno Sahisnu.

Badan UAV pun perlu disesuaikan dengan kondisi stratosfer yang berbeda dengan troposfer. Melalui tangan Dirgantara Purnama sebagai Lead Team Design & Manufacturing Menembus Langit, UAV Ai-X1 dirancang dan dibuat dari bahan fiber composite yang memungkinkan untuk tetap bertahan di stratosfer.

“Kalau kita telaah, kondisi di stratosfer dengan troposfer itu berbeda jauh. Suhu di stratosfer lebih dingin dan lebih renggang udaranya. Dengan demikian, kita harus buat UAV yang bisa bertahan dalam cuaca sangat dingin. Faktor aerodinamis pun menjadi fokus kami dalam merancang Ai-X1 mengingat kecepatan UAV akan sangat tinggi ketika lepas dari balon cuaca.” ungkap Dirgantara Purnama Lead Team Design & Manufacturing Menembus Langit.

Dalam pelaksanaan Menembus Langit, Azhar T. Pangesti selaku Program Director Menembus Langit telah mempersiapkan berbagai failsafe scenario apabila terjadi hal yang tidak diinginkan tehadap UAV Ai-X1 dalam melakukan misi Menembus Langit.

“Kami sudah menyiapkan berbagai skenario failsafe di setiap tahap penerbangan. Misalnya untuk melepaskan UAV dari balon, ada 4 metode trigger yang disiapkan: altitude limit, akselerasi vertical, timer, dan manual. Jika salah satu dari kondisi itu terpenuhi pada saat pendakian, maka UAV akan melepaskan diri dari balon dengan aman. Jadi kalaupun kita kehilangan sinyal secara total, kita tinggal menunggu sampai UAV nya pulang sendiri.“ ujar Azhar T. Pangesti Program Director Menembus Langit.

Selama menjalankan trial flight, suhu minimum yang dirasakan oleh UAV Ai-X1 adalah -150C. Hal ini membuktikan bahwa UAV Ai-X1 mampu bertahan dalam kondisi sub-zero. Ketika UAV Ai-X1 berada di ketinggian 300m dari home point, autopilot dinon-aktifkan dan dikendalikan oleh Eman Sulaiman (Flight Engineering & Pilot Menembus Langit) untuk mendarat. Bertenagakan baterai lipo (lithium polymer) 5500mAH 16,8 volt UAV Ai-X1 kembali mendarat ke home point dengan hanya menggunakan 10% dari kapasitas baterai.

Menuju peluncuran finalnya, tim Menembus Langit akan memperlancar workflow dan metoda penerbangan untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan dirgantara Indonesia. Peluncuran final Menembus Langit akan dilakukan pada 28 Oktober 2016 yang berlokasi di Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer LAPAN, Pameungpeuk -Garut.

_______

Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: Valencia Mega Luwinda Stefany Lead Public Relations Menembus Langit valencia@dengansenanghati.com 081 911 6000 25

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini