Jelang Oktober, Jelang Didirikannya Fintech Office

Jelang Oktober, Jelang Didirikannya Fintech Office
info gambar utama

Perkembangan teknologi yang seolah-olah tak ada batasnya, kini semakin lengkap dengan hadirnya fintech. Istilah fintech merupakan sebuah layanan keuangan dengan menggunakan basis teknologi yang tentunya akan semakin memudahkan transaksi yang kita lakukan dimana saja dan kapan saja. Fintech yang telah beroperasi, sebagian ada yang didirikan oleh perusahaan berbasis konvensional, tetapi tidak sedikit pula yang merupakan perusahaan rintisan atau startup. Perkembangan fintech berada dalam pengawasan Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral.

Sebagai kelanjutan dari pengawasan yang dilakukan oleh pihak BI, pada Oktober 2016 mendatang akan didirikan fintech office. Tujuan dari didirikannya kantor tersebut adalah sebagai sarana pendampingan fintech dengan harapan mampu mengembangkan bisnis. Hal ini dilakukan juga sebagai wujud realisasi kepedulian pemerintah atas para pelaku fintech. Saat ini keanggotaan Fintech tercatat ada 120 yang terdiri dari 86 komunitas fintech.

Harapan agar para pelaku fintech mampu mengembangkan bisnisnya diimbangi dengan hadirnya inisiatif inkubator pengembangan fintech. Inkubator tersebut pada dasarnya adalah regulatory sandbox, di mana bank sentral memantau perkembangan fintech sesuai dengan ‘kotaknya’ alias koridor hukum yang telah dibuat. Dengan demikian, hal-hal yang tidak diinginkan akan mampu diminimalisir karena para pelaku fintech hanya bermain dalam ‘kotaknya’.

Sebagai langkah serius, peraturan terkait fintech sedang dicanangkan oleh bank sentral tahun ini juga. Asosiasi Fintech Indonesia (AFI) meyakini bisnis fintech memiliki potensi yang sangat besar. Fungsi fintech yang beragam diyakini mampu dengan cepat berkembang di Indonesia. Saat ini fintech mampu melayani electronic money, virtual account, agregator, lending, crowdfunding dan transaksi keuangan online lainnya. Pada saat ini yang menjadi fokus fintech adalah mengenai costumer risk management.

"Kehadiran fintech diharapkan dapat mengisi gap pembiayaan pembangunan sebesar Rp 988 triliun dan menjangkau 49 juta usaha kecil menangah (UKM) yang belum bankable,"kata Dewan Pengawas Asosiasi Fintech Indonesia, Dian Kurniadi di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (24/9).

Menurut Dian Kurniadi fintech mampu menghilangkan peran bank atau lembaga keuangan dalam memberikan jasa keuangan kepada nasabah, membantu nasabah membuat keputusan keuangan, mengurangi biaya operasional dan risiko kerugian misalnya akibat kredit macet, dan mengembangkan pasar. "Namun, ada beberapa kebijakan yang masih menjadi perhatian yakni keamanan data, tanda tangan elektronik, penyelenggaraan know your customer digital, elektronifikasi pembayaran, dan kepastian hukum pinjaman berbasis online," jelas dia.

"Indonesia menempati peringkat pertama pertumbuhan tercepat koneksi di dunia, peringkat kedua kejahatan cyber (hacker) di dunia, peringkat ketiga pertumbuhan pengguna internet tercepat di dunia, peringkat keempat pengguna Facebook, dan peringkat kelima pengguna Twitter," jelas Ketua Komite VI Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia, Ery Punta Hendraswara.

Sejalan dengan perkembangan tersebut, tren e-commerce di Indonesia juga diprediksi banyak pihak terus meningkat dari Rp 150 triliun di tahun 2014 menjadi Rp 210 triliun pada tahun 2025. "Situasi e-commerce di Indonesia potensi pasarnya sangat besar, namun sayangnya infrastruktur finansial dan pengiriman masih kurang," lanjut Ery.




Sumber : economy.okezone.com | www.beritasatu.com | bisniskeuangan.kompas.com
Sumber Gambar Sampul : officesnapshots.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini