Perjalanan Persahabatan Indonesia Dengan Negara Asal Penjelajah Dunia, Ibnu Batutah

Perjalanan Persahabatan Indonesia Dengan Negara Asal Penjelajah Dunia, Ibnu Batutah
info gambar utama

Sebuah negara di utara Afrika, sebuah negara yang dipandang sebagai negara sahabat bagi Indonesia. Persahabatan itupun telah terjalin erat selama lebih dari 50 tahun. Di negara ini sebuah jalan diberi nama berdasarkan nama presiden pertama Republik Indonesia, Jalan Soekarno. Bukan, negara itu bukanlah Mesir. Tapi sebuah negara bernama Maroko.

Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Maroko terjalin pada tahun 1960, namun hubungan kedua bangsa telah terjadi sejak abad ke-14. Ketika seorang penjelajah asal Maroko bernama Ibnu Batutah mengunjungi Kesultanan Samudera Pasai di Utara Sumatera. Hubungan tersebut kemudian semakin erat saat terjadinya Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 yang menyatakan Indonesia mendukung sepenuhnya kemerdekaan bangsa Moroko dari Perancis.

Tidak lama kemudian, hubungan diplomatik secara formal pun terbentuk di tahun 1960. Saat itu Presiden Soekarno mengunjungi ibukota Moroko, kota Rabat. Hubungan tersebut terus berjalan meski harus sempat merasakan terjadinya ketidakpastian politik akibat situasi di Indonesia. Kedutaan Indonesia di Rabat sempat ditutup kala itu. Namun pada tahun 1985 kedutaan kembali bisa dibuka dan setahun berselang, pemerintah Moroko membuka kedutaan di Jakarta.

Jalan Sukarno di Rabat (Foto: Fira Abdurachman / Kompas.com)
info gambar

Indonesia dan Moroko pun juga menikmati hubungan erat antara dua negara, seperti pada tahun 1990, Jakarta dan kota Casablanca menandatangani kesepatakan sister city. Hasilnya adalah sebuah jalan di Jakarta diberi nama Casablanca yang sampai saat ini terkenal sebagai pusat perbelanjaan. Sedangkan di Rabat berkat kesepatakan tersebut, sebuah jalan diberi nama berdasarkan nama presiden pertama RI, Sukarno. Penamaan itu untuk mengenang kedatangan Sukarno ke Maroko di tahun 1960 sebagai tonggak persahabatan.

Baca juga: Wah ternyata ada Jalan Soekarno di Negara Maroko

Bentuk persahabatan Indonesia-Maroko yang terbaru adalah terjadi pada tahun 2014 ketika Provinsi Sumatera Barat menjalin kesepatakan sister province dengan regional Fes-Boulemane.

Sebagai langkah nyata kedekatan diplomatik Indonesia dengan Maroko terwujud ketika pada tahun 2008 yang saat itu Menteri Luar Negeri kedua negara bertemu untuk menyetujui beberapa nota kesepahaman dan MoU. Beberapa kesepatakan tersebut terkait dengan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kerjasama teknis. Termasuk sebuah MoU tentang kerjasama bilateral.

Tidak hanya hubungan politik, Indonesia dengan Maroko pun memiliki hubungan yang erat dalam hal perdagangan. Maroko banyak melakukan ekspor produk-produknya seperti fosfat, pupuk, bahan-bahan kima, bijih besi dan besi batangan. Sedangkan Indonesia mengirimkan kopi, produk pecah belah, rempah-rempah, teh, minyak sawit, furnitur dan garmen ke Maroko. Hubungan perdagangan ini semakin erat ketika adanya kesepakatan bersama antara dua pihak untuk memerkuat hubungaan termasuk perdagangan dan investasi yang terjadi pada tahun 2013. Pada tahun yang sama, Memorandum of Understanding (MoU) ditandatangani untuk inisiatif kerjasama pembangunan kapasitas sumber daya, pertukaran pelatihan dan juga peningkatan konektifitas antar negara.

Setahun berselahn, dalam momen Islamic Center for Development and Trade di Casablanca, Maroko pertemuan diadakan untuk meningkatkan hubungan Indonesia dengan Maroko. Hasilnya adalah inisiatif untuk melakukan promosi produk-produk Indonesia di negara-negara Afrika Utara. Beberapa produk tersebut antara lain kerajinan tangan, hasil agrobisnis, tekstil, semen, dan minyak.

Tidak hanya kerjasama perdagangan, Indonesia dan Maroko juga berpotensi untuk memerluas hubungan kedua negara dalam bidang pembangunan infrastruktur. Seperti yang terjadi pada tahun 2015 saat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bidang konstruksi, PT Wijaya Karya mengumumkan rencana kerjasama dengan Islamic Development Bank untuk pembiayaan pembangunan sebuah pusat perbelanjaan di Maroko.

Hubungan kedua negara juga terlihat erat ketika disepakatinya kebijakan bebas visa masuk. Kebijakan ini membolehkan orang Indonesia maupun orang Maroko untuk berkunjung ke masing-masing negara secara bebas. Tentu saja hal ini telah meningkatkan jumlah turis yang datang antara dua negara.

Pintu masuk Masjid Indonesia di Kanitra (Foto: onmagharebia.com)
info gambar

Kerjasama pun terlihat dalam tingkatan masyarakat, termasuk agama, pendidikan dan budaya. Adanya hubungan agama yang kuat diantara dua negara terwujud dengan berdirinya sebuah masjid bernama Masjid Indonesia yang berada di jalan Er-Riyade kota Kenitra.

Selain itu juga terdapat kerjasama dalam bentuk beasiswa pendidikan bagi para pelajar Indonesia yang ingin berlajar sastra arab dan studi Islam di beberapa negara di Maroko. Kerjasama pendidikan ini telah berlangsung sejak tahun 1994.

Sedangkan kontribusi pendidikan Indonesia di Maroko terwujud dari kerjasama antara Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dengan Mohammed V University di Rabat untuk pengajaran Bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia rupanya telah diajarkan di universitas tersebut dejak tahun 2012. Selain itu juga terdapat kerjasama antara University of Sidi Mohammed Ben Abdellah (USMBA) di kota Fez dengan Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang untuk pengajaran bahasa Arab.

Beberapa festival pun diselerenggarakan yang merupakan hasil kerjasama budaya. Seperti Festival Makanan Indonesia yang diadakan di Maroko. Bahkan hari Budaya Indonesia setiap tahunnya diperingati di beberapa institusi di Maroko.

Persahabatan Indonesia dengan Maroko diharapkan akan bisa terus berlanjut dan akan terus berkembang ke sektor-sektor lain. Termasuk sektor militer dan pembiayaan mikro. Bagi orang Maroko, hubungan yang kuat dengan Indonesia telah memberikan mereka produk-produk yang terjangkau dan banyak dibutuhkan. Sedangkan bagi Indonesia, Maroko telah menjadi kesempatan bagi orang-orang Indonesia untuk mengakses pasar ekspor dan investasi sebagai pintu gerbang menuju Eropa.

*Tulisan berikut ditulis dan diterjemahkan dari artikel Muhammad Zulfikar Rakhmat, Peneliti Ph.D di Universitas Manchester pada situs thediplomat.com

Sumber : The Diplomat
Sumber Gambar Sampul : mit.edu

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini