Ada 3 Hal Yang Mampu Memusnahkan Kemiskinan Ekstrim di Indonesia

Ada 3 Hal Yang Mampu Memusnahkan Kemiskinan Ekstrim di Indonesia
info gambar utama

Bertepatan dengan Hari Pengentasan Kemiskinan dunia yang jatuh pada 17 Oktober 2019, Supermentor bersama Foreign Policy Community of Indonesia (FCPI) kembali mengadakan seminar yang bertajuk End Poverty. Pada acara Supermentor yang ke-16 ini didatangkan para pembicara dari berbagai instansi yang bergerak untuk menyelesaikan permasalahan kemiskinan ataupun memerhatikan isu ini sesuai dengan agenda Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah dirumuskan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Para pembicara tersebut adalah Reza Rahardian, Vivi Alatas,Rodrigo Chaves, Paul Grigson, dan Sri Mulyani.

Berlangsung di Djakarta Theater XXI Ballroom, Supermentor 16 dibuka oleh Dino Patti Djalal yang menampilkan bagaimana permasalahan kemiskinan di dunia telah banyak terselesaikan. Dibeberapa negara maju di dunia telah mampu mengentaskan kemiskinan ekstrim (extreme poverty) namun dirinya mewanti-wanti bahwa sejatinya kemiskinan dengan kemiskinan ekstrim perbedaannya hanyalah sejauh satu mangkok bakso.

Dino mengungkapkan bahwa terdapat tiga hal yang mampu untuk menyelesaikan permasalahan ini. Menurutnya, tiga hal tersebut adalah pendidikan, teknologi dan entrepreneurship. Ketiganya merupakan faktor yang telah dilakukan negara-negara yang sukses mengentaskan kemiskinan.

Pelopor dari Supermentor tersebut menceritakan bahwa dirinya sempat bertemu dengan seorang pedagang pisang yang pendapatannya hanya sekitar Rp 25.000 - Rp 30.000 per harinya. Namun pedagang itu menolak untuk diremehkan sebab ternyata dengan pendapatan sebesar itu, pedagang tersebut berhasil menyekolahkan anak-anaknya bahkan sampai ke jenjang Sarjana dan kini telah bekerja di sebuah BUMN.

"Sang anak kini merasa sebagai seorang middle class karena sudah meraih sarjana. Dan karena sudah merasa middle class, ayahnya juga merasa sebagai middle class. Apalagi karena dibantu kebutuhannya oleh anaknya. Jadi pendidikan itu adalah best poverty terminator,"jelasnya.

Itulah mengapa, menurutnya program-program pemerintah terkait pendidikan gratis di Indonesia termasuk program LPDP yang diprakarsai Sri Mulyani akan menjadi game changer situasi kemiskinan ini.

Penghapus kemiskinan berikutnya adalah teknologi. Menurut Dino, teknologi akan mampu mengentaskan keterbatasan akses kebutuhan dasar seperti kesehatan. Dirinya menjelaskan, teknologi seperti BBM (Blackberry Messenger) yang saat ini telah menjadi milik Indonesia akan dikembangkan menjadi aplikasi yang akan menyambungkan antara masyarakat, dokter dan apotek. Ketika seseorang sakit, mereka hanya perlu untuk menekan satu tombol, penyakitnya didiagnosa oleh dokter secara daring kemudian obatnya akan langsung dipesankan di apotek. Kemudian secara otomatis tukang ojek akan langsung mengantarkannya.

Selain teknologi, Dino juga menjelaskan bahwa penghapus kemiskinan adalah entrepreneurship atau kewirausahaan. Meski pada umumnya kewirausahaan hanya ada di kalangan menengah dan atas. Sehingga menurutnya, microfinance merupakan kekuatan yang sangat dahsyat untuk mengubah nasib seseorang. Sebab entrepreneurship mengubah cara pandang dan semangat seseorang pada kehidupan. Berani mengambil resiko dan tidak menerima nasib.

Ketiga faktor tersebut merupakan pengentas kemiskinan yang telah dilakukan dibanyak negara. Hasilnya adalah sebagaimana disebut oleh The Economist, abad ini adalah abad pertama kali dalam sejarah bahwa jumlah kelas menengah di dunia lebih dari separuh jumlah penduduk dunia.

"Kelas menengah adalah kelas yang mulia, sebab dia adalah kelas yang mendapatkan kemampuan karena hasil keringat. Bukan hanya mulia tetapi juga hebat," jelas Dino.

Sumber : GNFI
Sumber Gambar Sampul : Bagus DR / GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini