Ada Apa di Jurang Dalam Laut Banda ?

Ada Apa di Jurang Dalam Laut Banda ?
info gambar utama

Berada jauh dari kota-kota besar, mungkin ada sebagian orang yang mendeskripsikan timur Indonesia sebagai "negeri" tak terjamah. Meski eksotisme alam memang jadi magnet utama bagi para pelancong, namun sederet misteri yang masih belum tersingkap pun bisa jadi alasan lain untuk berpelesir ke tanah asing.

Salah satu tempat di mana eksotisme dan misteri mudah berpadu-padan adalah Laut Banda. Ya, "kumpulan" air yang membentuk harmoni senada melalui gelombang dinamis itu menyembunyikan sejuta pemandangan fantastis berbalut misteri. Pasalnya, palung laut terdalam di Indonesia ternyata ada di Laut Banda.

Tandingannya hanya palung Jawa di Samudra Hindia dengan kedalaman yang mencapai 2.500 hingga 5.000 di bawah permukaan laut. Berada di barat Kepulauan Kei yang termasyhur akan "garis laut" berupa pasir putih, terdapat palung laut sedalam lebih dari 7.000 meter di bawah permukaan laut.

Banda...surga | indonesiawow.com
info gambar

Kawasan ini masih meninggalkan misteri karena belum ada yang melihat dasar laut di area palung. Selain gelap total akibat tak ada sinar matahari yang bisa menembus (sinar matahari tak mungkin sampai ke dasar laut dan hanya menembus permukaan laut sampai sekitar 150 meter.) tekanan laut pun menjelma jadi rintangan lain, dan (tentu saja) belum ada penyelam yang mampu diving hingga kedalaman 7.000 meter.

Pada tahun 1929-1930, pemerintah kolonial Belanda mengadakan riset kelautan di daerah ini dengan menggunakan kapal HMS Willebrord Snellius. Dalam ekspedisi Snellius ini, para peneliti kelautan berhasil meneliti kedalaman laut Banda dan berhasil menetapkan bagian terdalam Palung Laut Banda, yaitu 7440 meter.

Tahun 1925, Kapten J.L.H Luymes, seorang hidrografer Angkatan Laut Belanda mengusulkan agar agar melakukan ekspedisi penelitian laut dalam di bagian timur Hindia Belanda. Usulan tersebut diajukannya kepada Perkumpulan Geografi Kerajaan Belanda (KNAG. Kapten J.L.H Luymes ingin melakukan penelitian ini dengan tujuan utamanya untuk penelitian geologi, biologi, dan meteorologi

Ikan 'aneh
Ikan 'aneh" dari Laut Banda | Kompas.com



Dalam jurnal Oceanography Volume 18, “Dutch Oceanographic Research in Indonesia in Colonial Times” bahwa, ekspedisi ini juga untuk menegaskan bahwa Hindia Belanda bukan hanya negara tropis yang paling baik pemerintahannya, namun yang terdepan secara ilmiah

Untuk menjalankan misi tersebut, sebuah kapal penelitian rancangan L. Troost dibangun di Belanda dengan bantuan Kementerian Pertahanan Belanda. Pembangunannya dimulai 23 Februari 1928 dan diluncurkan pada 14 Agustus. Kapal berbobot 1055 ton dan panjang 62 meter ini dilengkapi laboratorium, pengukur kedalaman laut, ruang gelap, dan lain-lain. Kapal ini dinamai Snellius, merujuk ilmuwan Belanda, Willebrord Snellius (1580-1626).

Ekspedisi ini kemudian dikenal dengan, Ekspedisi Snellius, mengikuti nama kapal yang digunakan dalam misi ekspedisi. Ini merupakan kelanjutan dari ekspedisi-ekspedisi yang sebelumnya pernah dilakukan pada masa Kongsi Dagang Hindia Timur (VOC), kendati terbatas pada eksplorasi rute komersial. Ekspedisi Snellius ini juga menunjukan perkembangan penelitian kelautan mengenai hidrografi atau pemetaan laut dan bilogi kelautan.

Sebagai ketua ekspedisi, ditunjuklah P.M. van Riel, ketua departemen oseanografi dan meteorologi maritim dari Institut Meteorologi Kerajaan Belanda (KNMI). Van Riel tak sendiri, ia ditemani beberapa peneliti seperti H. Boschma, Ph. H. Kuenen, A. Boelman, H. C. Hamaker, dan H.J. Hardon.

Kapal Snellius meninggalkan pelabuhan Den Helder pada Maret 1929 dan tiba di Surabaya pada akhir Mei. Mayor Laut F. Pinke merupakan nahkoda kapal ini dengan awak dari Angkatan Laut. Di Surabaya, 67 pelaut Indonesia menggantikan kru-kru Eropa untuk membantu pengumpulan sampel geologi dan biologi.

Snellius berlayar menuju pos-pos observasi di bagian timur Nusantara pada 27 Juli 1929. Hampir di semua pos, tim ekspedisi melakukan pengukuran kedalaman laut.

Teknik pengukuran kedalaman laut yang mereka pakai, yaitu teknik echo sounding. Sistem kerja pengukurannya dengan menangkap kembali gelombang suara keluaran mesin mengeluarkan yang terpantul di dasar laut.

Selama ekspedisi mereka melakukan sekira 33.000 kali sounding. Ini jauh lebih besar dibandingkan Ekspedisi Sibolga 30 tahun sebelumnya yang hanya 238 kali sounding.

Laporan penelitian Scientific Results of the Snellius Expedition in The Eastern Part of the Netherlands East-Indies 1929-1930 Volume I juga mendata Laut Celebes (lebih dari 6.200 meter), Laut Sulu (5.500 meter), dan Laut Flores (lebih dari 5.100 meter).

Dan hasil dari penelitian Ekspedisi Snellius menyatakan bahwa; Dari hasil pengukuran di kawasan Laut Banda, mereka menetapkan Palung Banda sebagai bagian laut yang terdalam di Hindia lebih dari 7.400 meter.

Ekspedisi Snellius berakhir 15 November 1930. Selama 17 bulan perjalanan, tim ekspedisi mengunjungi 375 pos observasi. Hasil ekspedisi dipublikasikan dalam laporan 23 jilid.

Willem Vervoort dalam The Copepoda of The Snellius Expedition I, menulis bahwa Ekspedisi Snellius membawa pulang sekitar 800 sampel plankton dari 350 lokasi. Tim ekspedisi juga melakukan pengambilan sampel biologis dari tiap pos observasi, seperti sampel karang dan plankton, meskipun fokus mendapatkan data-data hidrologi dan geologi

Pada 1984-1985, Ekspedisi Snellius II dilaksanakan, hasil kolaborasi pemerintah Indonesia dengan Belanda. Tujuannya meneliti keanekaragam hayati laut di Indonesia timur.

Sumber :

Historia.id

Bandaneira.net

Bintang.com

gambar utama : wallpapercave.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini